Dugaan Pelanggaran Kampanye dan Konten Siber Marak
Laporan dugaan pelanggaran kampanye dari masyarakat ke Bawaslu mendominasi atau mencapai sekitar 69 persen. Ini menandakan tingginya partisipasi masyarakat untuk melakukan pengawasan.
JAKARTA, KOMPAS — Sejak 28 November hingga Selasa (19/12/2023) atau selama 22 hari masa kampanye, Bawaslu menangani 70 dugaan pelanggaran kampanye serta 126 dugaan pelanggaran konten internet terkait pemilu. Laporan dan temuan dugaan pelanggaran diperkirakan terus meningkat mendekati pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari mendatang.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi, mengatakan, 70 perkara terkait dugaan pelanggaran pada masa kampanye terdiri dari 35 perkara di tingkat pusat dan 35 perkara di daerah.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dari seluruh dugaan pelanggaran kampanye tersebut, 26 perkara diregistrasi, 40 laporan tidak diregistrasi, serta 4 perkara masih proses kajian awal dan perbaikan.
Dugaan pelanggaran yang sudah diregistrasi terdiri dari satu dugaan pelanggaran administrasi terkait siaran partai politik di televisi dan dua dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara. Sementara 23 laporan atau temuan masih dalam proses penanganan pelanggaran.
Baca juga: Bawaslu Serahkan Dugaan Pelanggaran Netralitas Mayor Teddy ke Panglima TNI
”Partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan sangat tinggi, ditandai dengan banyaknya laporan dugaan pelanggaran dari masyarakat yang mencapai 69 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan Pemilu 2019 hanya 19 persen,” ujar Puadi saat konferensi pers di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (19/12/2023).
Selain itu, Bawaslu menangani 126 dugaan pelanggaran konten internet terkait pemilu. Temuan tersebut berasal dari patroli pengawasan siber, penelusuran melalui Intelligent Media Monitoring (IMM) Bawaslu, dan aduan masyarakat. Konten tersebut paling banyak ditemukan di Facebook (52 konten), disusul Instagram (38 konten), X (32 konten), Tiktok (3 konten), dan Youtube (1 konten).
”Pelanggaran konten siber didominasi oleh ujaran kebencian mencapai 98 persen atau 124 konten, disusul hoaks dan politisasi SARA masing-masing satu konten,” katanya.
Partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan sangat tinggi, ditandai dengan banyaknya laporan dugaan pelanggaran dari masyarakat yang mencapai 69 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan Pemilu 2019 hanya 19 persen.
Di sisi lain, anggota Bawaslu, Totok Hariyono, menambahkan, ada 13 permohonan sengketa proses antarpeserta pemilu. Sengketa tersebut berkaitan dengan benturan pendapat karena pemasangan alat peraga kampanye.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengatakan, laporan dan temuan pelanggaran kampanye diperkirakan akan kian banyak, terutama mendekati hari pemungutan suara. Sebab, kontestasi antarpeserta pemilu, terutama calon anggota legislatif, sangat ketat. Mereka berebut tempat strategis untuk memasang alat peraga kampanye. Oleh karena itu, perebutan lokasi dan perusakan alat peraga kampanye diperkirakan masih akan marak di sisa masa kampanye pemilu.
”Bawaslu mengingatkan seluruh peserta pemilu untuk tidak melakukan perusakan atau penghilangan APK (alat peraga kampanye) karena masuk dalam pidana pemilu,” katanya.
Baca juga: ”Perang” Alat Peraga Kampanye Caleg, Masihkah Efektif Yakinkan Pemilih?
Selain itu, Bawaslu juga mengantisipasi maraknya berita hoaks. Pihaknya akan meningkatkan patroli pengawasan siber dan berkoordinasi dengan kelompok masyarakat sipil, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta platform media sosial. ”Kerja sama berbagai pihak bisa mempercepat penurunan konten-konten yang melanggar aturan,” kata Lolly.