Amnesty International: Ada Upaya Halangi Kritik ke Pemerintah dengan Intimidasi dan Pembungkaman
Amnesty International meminta agar segala upaya pembungkaman dan intimidasi terhadap aktivis dan pembela HAM dihentikan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Amnesty International Indonesia menemukan kesamaan pelaku dan motif antara aksi demonstrasi di lokasi kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, dan di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan serta kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia beberapa hari silam. Aksi demonstrasi ini muncul di tengah masifnya aktivis dan pembela hak asasi manusia yang mengritik pemerintah dan jalannya Pemilu 2024.
Ironisnya, Amnesty International Indonesia mendapati pula informasi bahwa ada pengerahan aparat kepolisian ke dua lokasi organisasi masyarakat sipil tersebut, yaitu di Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Lokataru Foundation di Jakarta pada Senin (26/2/2024). Amnesty International Indonesia pun meminta agar segala upaya pembungkaman dan intimidasi terhadap aktivis dan pembela hak asasi manusia (HAM) dihentikan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (27/2/2024), mengatakan, setelah mengamati demonstrasi yang dilakukan Forum Masyarakat Pemuda Mahasiswa Timur Cinta NKRI di kantor ICW dan Lokataru, Amnesty International Indonesia menemukan kesamaan pelaku dan motif dengan aksi demonstrasi di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) beberapa hari silam.
”Di tengah munculnya intimidasi terhadap aktivis dan pembela HAM yang mengkritik pemerintah dan jalannya pemilu, kami mendorong agar protes-protes tersebut tidak berujung pada penghalangan kritik-kritik damai,” ujar Usman.
Sebelumnya, sejumlah orang yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Pemuda Mahasiswa Timur Cinta NKRI berdemo di depan kantor ICW yang berlokasi di Kalibata, Jakarta Selatan. Mereka berorasi dan membakar ban sekitar setengah jam. Sejumlah polisi pun berjaga di sekitar kantor ICW.
Koordinator lapangan Abdul Aziz Fadirubun saat itu mendesak ICW meminta maaf dan mencabut kata rasisme terhadap orang Indonesia timur. Mereka juga menuntut agar TNI dan Polri segera menangkap para pelaku yang ingin menghancurkan Indonesia dengan perencanaan pemakzulan pemerintahan yang sah. Selain ICW, anehnya, tuntutan tersebut juga ditujukan kepada YLBHI, Lokataru, dan Kontras.
Pengerahan aparat
Usman melanjutkan, melalui keterangannya, Amnesty International Indonesia pun meminta kepada pihak berwenang untuk mengambil langkah-langkah yang tegas untuk melindungi pembela HAM. Selain itu, perlu dipastikan pula agar mereka bisa bekerja tanpa rasa takut atau gangguan intimidasi dari pihak mana pun.
”Berdasarkan keterangan dari sejumlah sumber kredibel Amnesty International Indonesia didapati bahwa telah terjadi pengerahan aparat kepolisian ke dua lokasi organisasi masyarakat sipil, yaitu ICW dan Lokataru, di Jakarta pada Senin (26/2/2024). Pengerahan kekuatan itu disebut dengan alasan untuk mengantisipasi demonstrasi pada hari yang sama.”
Sebab, berdasarkan keterangan dari sejumlah sumber kredibel Amnesty International Indonesia didapati bahwa telah terjadi pengerahan aparat kepolisian ke dua lokasi organisasi masyarakat sipil, yaitu ICW dan Lokataru, di Jakarta pada Senin (26/2/2024). Pengerahan kekuatan itu disebut dengan alasan untuk mengantisipasi demonstrasi pada hari yang sama.
Pada Senin pagi, aparat kepolisian tiba-tiba mendatangi kantor ICW dan Lokataru. Lebih dari 180 personel dengan satu mobil water cannondatang dan berjaga-jaga di sekitar lokasi Rumah Belajar Antikorupsi (RBAK) ICW di wilayah Kalibata.
Pihak ICW mengatakan sebelumnya tidak pernah mendapatkan informasi pemberitahuan mengenai demonstrasi di RBAK. Selain itu, lebih dari 200 personel kepolisian dan satu water cannon juga dikerahkan ke kantor Lokataru di wilayah Tebet.
Sekitar pukul 14.10, sekelompok pendemo berjumlah 20 orang mendatangi kantor ICW dengan tiga mikrolet dan kendaraan roda dua. Lalu, sekitar pukul 14.30, kelompok massa mulai membakar ban di depan kantor ICW.
Beberapa peneliti ICW, seperti Kurnia Ramadhana, mencoba mengajak dialog para demonstran. Kurnia menanyakan siapa yang menyatakan rasisme serta kapan pernyataan tersebut disampaikan dan apa konteksnya. Namun, ajakan dialog tersebut ditolak koordinator lapangan, Abdul Aziz.
”Sejak masa kampanye Pemilu 2024 hingga sehari jelang pemungutan suara pada 14 Februari, paling tidak ada 16 kasus serangan yang menyasar setidaknya 34 pembela HAM yang bersuara kritis terhadap pemerintah. Ada berbagai bentuk serangan tersebut, mencakup pelaporan ke polisi, intimidasi, dan serangan fisik.”
Tim ICW memadamkan api dari ban yang dibakar pendemo dan massa aksi membubarkan diri sekitar pukul 14.40 dan satu jam kemudian aparat kepolisian membubarkan diri. Di sekitar kantor Lokataru, aparat kepolisian yang bertugas juga mulai membubarkan diri pada pukul 16.00 setelah pengamanan selesai dan rencana demonstrasi di kantor tersebut tidak terlaksana.
Menurut data Amnesty International Indonesia, sejak masa kampanye Pemilu 2024 hingga sehari jelang pemungutan suara pada 14 Februari, paling tidak ada 16 kasus serangan yang menyasar setidaknya 34 pembela HAM yang bersuara kritis terhadap pemerintah. Ada berbagai bentuk serangan tersebut, mencakup pelaporan ke polisi, intimidasi, dan serangan fisik.
Aksi intimidasi sudah terjadi
Dugaan aksi kekerasan yang dilakukan sekelompok orang yang tidak dikenal saat unjuk rasa memang sudah terjadi. Aksi kekerasan sekelompok orang yang diduga preman tersebut dilakukan untuk mengintimidasi aksi mahasiswa di belakang kantor Mahkamah Konstitusi, Jumat (16/2/2024). Itulah yang dilaporkan Lokataru Foundation atas aksi kekerasan tersebut.
”Kami sudah melaporkan aksi kekerasan itu ke Polda Metro Jaya,” ujar Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen ketika dihubungi pada Minggu (18/2/2024). Waktu itu, ujarnya, mahasiswa menolak pemilu curang dan dilakukannya pemakzulan terhadap presiden. Mereka juga berupaya menyerahkan hasil kajian soal kecurangan yang dilakukan kepala negara terkait pemilu dan meminta MK memproses karena mekanisme di DPR tidak jalan.
Akibat intimidasi itu, ada tujuh orang yang jadi korban, termasuk Delpedro. Enam orang lainnya adalah mahasiswa. Delpedro terkena cakar di bagian wajah setelah orang tidak dikenal itu mencoba merebut ponsel yang tengah digunakannya untuk merekam aksi kekerasan tersebut.
Adapun seorang mahasiswa lain terkena jambak di bagian rambut dan tercakar di wajah. Adapun lima mahasiswa lain sebatas didorong dan ditarik.
Delpedro menjelaskan, saat peristiwa terjadi, Lokataru sedang melakukan pendampingan hukum terhadap mahasiswa. Jumlah mahasiswa lintas organisasi dan kampus yang berjumlah sekitar 20 orang mulai berkumpul di belakang Gedung MK sejak pukul 15.00.
Berbahaya bagi demokrasi
Dihubungi secara terpisah, komisioner Komisi Nasional HAM, Anis Hidayah, mengaku prihatin terhadap situasi tersebut. Sebab, organisasi yang didatangi merupakan kelompok aktivis pembela HAM yang berkontribusi nyata di Indonesia.
”Saya menyesalkan peristiwa itu. Mereka mendorong upaya pemajuan HAM, termasuk mendorong demokrasi ke arah yang lebih baik. Apabila kritik dianggap kebencian bagi negara, maka berbahaya bagi demokrasi.”
”Saya menyesalkan peristiwa itu. Mereka mendorong upaya pemajuan HAM, termasuk mendorong demokrasi ke arah yang lebih baik. Apabila kritik dianggap kebencian bagi negara, maka berbahaya bagi demokrasi.”
Kritik-kritik yang lahir dari organisasi pembela HAM, kata Anis, merupakan bagian dari proses demokrasi. Komnas HAM beserta sejumlah swadaya lainnya kini tengah menggodok aturan agar para pembela HAM mendapatkan perlindungan. Dengan demikian, harapannya mereka bisa terlindungi dari ancaman, kriminalisasi, dan stigmatisasi.
Terkait tudingan pengerahan aparat yang disampaikan Amnesty International Indonesia, Kompas sudah meminta tanggapan kepada Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Sandi Nugroho dan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi, tetapi keduanya tidak merespons hingga berita ini diturunkan.