ICW Minta Kejagung Batasi Langkah Hukum soal Kasus LPEI
Langkah Menteri Keuangan melaporkan persoalan di LPEI ke kejaksaan, alih-alih ke KPK, dipertanyakan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Corruption Watch meminta Kejaksaan Agung untuk membatasi langkah hukumnya dalam memproses laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang kredit bermasalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI. ICW beralasan, kasus terkait LPEI telah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Rabu (20/3/2024), mengatakan, KPK telah menerima aduan masyarakat tentang pemberian fasilitas kredit oleh LPEI pada 10 Mei 2023 yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan pada 13 Februari 2024. Kemudian, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup sehingga meningkatkan perkara itu ke penyidikan pada Selasa (19/3/2024).
Sehari sebelumnya, pada Senin (18/3/2024), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan persoalan penyaluran kredit LPEI bermasalah yang diduga terindikasi fraud kepada Jaksa Agung. Terdapat empat perusahaan selaku debitor dengan total kredit senilai Rp 2,5 triliun.
Keempat perusahaan tersebut bergerak di bidang kelapa sawit, batubara, nikel, dan perkapalan, yakni PT RII sebesar Rp 1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp 216 miliar, PT SPV sebesar Rp 144 miliar, dan PT PRS sebesar Rp 305 miliar.
”Sebagai langkah awal, ICW mengingatkan kepada Kejaksaan Agung agar membatasi langkah hukumnya agar sejalan dengan mandat peraturan perundang-undangan,” kata Kurnia.
Kurnia beralasan, Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, dalam hal KPK sudah melakukan penyidikan, maka aparat penegak hukum lain, termasuk Kejaksaan Agung, tidak lagi berwenang melakukan hal yang sama. Sebagaimana telah dinyatakan KPK, mereka telah meningkatkan status perkara fasilitas kredit LPEI ke tahap penyidikan. Sementara laporan dari Menkeu tersebut hingga kini masih dipelajari Kejagung.
Oleh karena itu, menurut Kurnia, sejak 19 Maret 2023, aparat penegak hukum lain, seperti kepolisian dan Kejaksaan Agung, tidak lagi berwenang menangani dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI. Jika kemudian terdapat dalih yang menyebutkan, misalnya, subyek hukum perkaranya berbeda, Kurnia menilai, hal itu tidak relevan karena fakta peristiwa pidananya kemungkinan besar sama.
Mempertanyakan langkah Menkeu
Pihaknya, lanjut Kurnia, justru mempertanyakan langkah Menkeu yang lebih memilih melaporkan dugaan fraud tersebut kepada Jaksa Agung alih-alih ke KPK. ”Apakah Menteri Keuangan tidak mengetahui bahwa KPK sedang menyelidiki perkara itu? Kalaupun tidak tahu, mengapa memilih Kejaksaan Agung ketimbang KPK untuk melaporkan dugaan peristiwa pidana tindak pidana korupsi tersebut?” katanya.
Menurut Kurnia, pihaknya mempertanyakan langkah Menkeu tersebut karena dalam penyelidikan yang dilakukan KPK, mestinya KPK juga meminta keterangan dari pihak LPEI. Sudah barang tentu, hal itu kemudian dikoordinasikan juga oleh LPEI dengan Menkeu, termasuk memberikan laporan kepada Menkeu.
Namun, alih-alih mendatangi KPK untuk membantu proses hukum yang sedang berjalan di sana, Menkeu justru mendatangi Kejagung. ”Dari sini muncul pertanyaan kembali, apakah Menteri Keuangan sudah berkoordinasi dengan LPEI terkait permasalahan di internal lembaga tersebut?” ujar Kurnia.
Apakah Menteri Keuangan tidak mengetahui bahwa KPK sedang menyelidiki perkara itu?
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, kasus terkait LPEI lebih dari satu. Ia merinci, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung telah menangani tiga perkara terkait LPEI yang kini sudah berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, terdapat satu perkara yang kini tengah dilakukan penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tidak hanya itu, lanjut Ketut, ada perkara terkait LPEI yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Adapun persoalan kredit bermasalah yang dilaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin beberapa hari lalu merupakan perkara baru. ”(Laporan kredit bermasalah) yang kemarin (dilaporkan Menkeu), sekali lagi, masih dipelajari dan ditelaah,” ujar Ketut.
Menurut Ketut, pihaknya tidak menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK. Namun, agar tidak terjadi tumpang tindih penanganan perkara, pihaknya berharap KPK mau berkoordinasi dengan Kejagung.
Koordinasi tersebut sesuai dengan nota kesepahaman yang telah disepakati di antara Kejaksaan Agung dengan KPK. ”Jadi, kami perlu koordinasi dalam penanganan perkara ini. Mekanismenya sudah ada,” ujar Ketut.