Kluster Baru Sesudah Normal Baru
Adaptasi kehidupan baru yang tidak disertai dengan protokol kesehatan yang ketat juga berpotensi membentuk pola kluster baru.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditetapkan oleh pemerintah di beberapa daerah tidak serta merta mengurangi jumlah kasus yang muncul. Penyebaran virus yang terjadi justru membentuk pola kluster transmisi lokal.
Aturan untuk menjaga jarak satu sama lain, minimal 1,5 meter, rupanya sulit dilakukan bagi masyarakat Indonesia yang selalu ingin berkumpul dan berdekatan. Apalagi di fasilitas publik yang tetap beroperasi saat PSBB, yakni pasar tradisional.
Walaupun pemerintah telah menerapkan PSBB, penyebaran virus tetap terjadi dengan pola kluster yang berbeda. Titik penyebaran lebih berskala lokal, dengan jumlah orang yang terinfeksi tetap dalam jumlah banyak. Laman emerging Kementerian Kesehatan mencatat, hingga 7 Juni telah terjadi 128 kasus transmisi lokal di 32 provinsi.
Kasus penyebaran di Indonesia mirip dengan yang terjadi di Wuhan. Penelitian ”The effect of human mobility and control measures on the COVID-19 epidemic in China (Moritz dkk, 2020)” menyebutkan, penyebaran virus korona di Wuhan berkorelasi dengan mobilitas manusia.
Setelah adanya pembatasan perjalanan yang disebut ”Cordon Sanitaire of Wuhan” mulai 23 Januari di Wuhan dan 14 kota lain di Provinsi Hubei, China, secara perlahan nilai korelasi (R²) antara penambahan kasus harian dan mobilitas warga terus menurun. Ketika mobilitas warga antarkota terhenti, penyebab transmisi lokal yang masih terjadi diambil alih faktor lain.
Sama halnya di Indonesia, ketika PSBB telah diberlakukan, angka kasus positif masih meningkat. Sejumlah faktor lain memengaruhinya, seperti ketidakpatuhan warga akan protokol kesehatan, kurangnya alat kesehatan di fasilitas kesehatan, dan beberapa pelonggaran dalam aturan PSBB.
Sejumlah faktor tersebut membentuk pola kluster transmisi lokal, di antaranya kluster sekolah berasrama, fasilitas kesehatan, dan pasar.
Baca Juga: Fase Awal Kluster-kluster Covid-19
Sekolah Berasrama
Kasus penularan di sekolah berasrama, salah satunya adalah kluster Seminari Bethel, Jakarta Pusat. Kluster ini mulai terdeteksi setelah 34 orang terkonfirmasi positif.
Awal penularan adanya kasus positif di seminari kawasan Petamburan tersebut diduga berasal dari salah satu mahasiswa asrama yang kembali dari perjalanan ke Lembang, Jawa Barat. Bisa jadi kluster Bethel ini pengembangan dari kluster GBI, Lembang, awal Maret lalu.
Sebanyak 34 orang yang terkonfirmasi positif tersebut menjalani isolasi mandiri. Setelah terjadi penambahan 12 pasien, seluruh pasien positif dipindahkan ke RS Darurat Kemayoran untuk menjalani perawatan lebih lanjut.
Penghuni asrama lainnya yang berada dalam status ODP memilih menjalani isolasi mandiri dalam asrama. Mereka dilarang keluar masuk asrama dan dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Kluster Bethel terisolasi dan tidak menimbulkan kluster baru di tempat lain.
Kluster sekolah asrama lainnya adalah Pondok Pesantren Temboro, Magetan, Jawa Timur. Keberadaan pusat penyebaran virus baru ini diketahui setelah ada satu orang yang tinggal di pemondokan kompleks Pondok Pesantren Alfatah, Temboro, dinyatakan positif. Sebelumnya, di Kabupaten Magetan hanya ada 10 kasus, yang menurut penelusuran berasal dari kluster Masyarakat Tanpa Riba, Bogor, Jawa Barat.
Tidak tercatat dengan jelas berapa banyak pasien dari kluster pondok pesantren ini karena sejumlah santri telanjur pulang ke daerah masing-masing. Alhasil, dari catatan Kompas, penyebaran kluster ini hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Dari Sulawesi Selatan, Aceh, Jambi, Riau, Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, hingga ke wilayah Jawa. Belum lagi sejumlah santri yang berasal dari Malaysia dan telanjur pulang ke negaranya.
Ratusan orang santri yang belum pulang ditahan sementara di pondok untuk dilakukan serangkaian pemeriksaan. Bagi yang negatif diperbolehkan pulang. Namun, bagi yang hasil tes rapid-nya positif, diisolasi di pondok pesantren.
Dua kasus kluster berasrama yang berkembang di April ini bisa jadi pengembangan dari kluster pertemuan yang terjadi di bulan Maret. Salah satu peserta yang terpapar sebagai orang tanpa gejala membawa virus tersebut ke sekolah tersebut.
Kluster lokal ini berpotensi menjadi kluster besar jika tidak ada penanganan dari pemerintah ataupun pengelola sekolah. Seperti yang terjadi pada kluster Temboro yang menyebarkan ke wilayah lain di Indonesia, bahkan Malaysia.
Baca Juga: Mendesak, Pemetaan Kondisi Pondok Pesantren Saat Pandemi Covid-19
Kluster fasilitas kesehatan
Tidak hanya di sekolah asrama, kluster dari fasilitas kesehatan juga cukup banyak terjadi di bulan April. Penularan di fasilitas kesehatan ini terjadi karena petugas kesehatan tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lengkap sehingga saat ada beberapa pasien dengan kasus ODP ataupun PDP langsung tertular. Tercatat dalam pemberitaan Kompas, kluster fasilitas kesehatan ini terjadi di Manado, Tomohon, Ambon, Semarang, Pontianak, Kudus, dan Surabaya.
Pertengahan April lalu, sebanyak 57 tenaga kesehatan RSUD Dr Kariadi Semarang dinyatakan positif Covid-19. Setelah itu para tenaga medis, tenaga perawat, dan tenaga administrasi tersebut diisolasi di Hotel Kesambi Hijau. Namun, sebelumnya ada dua perawat dari bagian geriatric meninggal.
Ada dugaan sebagian tertular dari pasien yang terlambat teridentifikasi. Setelah hampir dua minggu dirawat secara intensif, tenaga medis tersebut sembuh.
Selain di Semarang, kluster faskes terjadi di RSUD dr Haulussy, Ambon, awal Mei lalu. Rumah sakit rujukan Covid-19 ini ditutup sementara bulan lalu setelah 25 tenaga kesehatannya terjangkit Covid-19. Demi mencegah penyebaran lebih luas, tak lama berselang sejumlah petugas kesehatan lain menjalani tes usap (swab) untuk diuji di laboratorium.
Puskesmas Rajali juga menutup akses layanan setelah dua perawatnya positif Covid-19, pertengahan Mei lalu. Penularan di puskesmas ini cukup rentan karena, selain tidak memiliki halaman, juga berada di area Pasar Mardika.
Baca juga: Rumah Sakit Pusat Transmisi Covid-19 di Manado Tetap Beroperasi
Kluster Industri
Sejumlah industri dan perusahaan yang terkait dengan industri bahan baku, bahan penolong, barang jadi, termasuk salah satu sektor yang masih diperbolehkan beroperasi saat PSBB. Syaratnya, industri/perusahaan tersebut harus memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) dari Kementerian Perindustrian.
Industri pemegang IOMKI harus memiliki prosedur standar operasi penanganan dan memastikan protokol penanganan Covid-19 telah dilaksanakan serta melaporkan pelaksanaan IOMKI setiap akhir minggu. Namun, justru dari industri ini, muncul kluster penyebaran baru. Tercatat ada sejumlah kluster industri, seperti industri rokok Sampoerna, PT Freeport Indonesia, PT Denso Indonesia, PT Eds Manufacturing Indonesia, dan PT Masterindo Jaya Abadi.
Salah satu kluster industri adalah di pabrik rokok PT HM Sampoerna. Kasus ini dimulai setelah dua buruh meninggal dalam status positif Covid-19 pada awal Mei lalu. Selanjutnya, sekitar 100 buruh lainnya diperiksa dan dinyatakan positif. Kondisi ini memaksa manajemen menutup pabrik dan meliburkan sekitar 500 buruh.
Kluster pabrik rokok ini berasal dari transmisi lokal di perusahaan. Awalnya, ada dua karyawan positif dan masuk kategori pasien PDP. Namun, dua karyawan tersebut berbohong kepada atasan dan tetap memaksakan diri bekerja.
Hal yang sama juga terjadi di PT Freeport Indonesia. Sebanyak 51 orang positif Covid-19 di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, awal Mei lalu. Tidak semua pasien positif Covid-19 dirawat di RS Tembagapura. Pasien positif tanpa gejala menjalani isolasi mandiri di ruangan khusus yang disediakan perusahaan.
Kluster industri di Bandung (PT Masterindo Jaya Abadi) adalah pengembangan dari kluster GBI Lembang. Salah satu karyawan pabrik yang positif pernah menjadi peserta dalam kegiatan GBI di Lembang yang berkembang menjadi kluster GBI Lembang.
Baca juga: Potensi Kluster Baru di Area Industri
Kluster pasar
Sama seperti industri, pasar tradisional juga salah satu fasilitas umum yang diperbolehkan beroperasi. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan warga. Selain itu, juga menopang sektor perekonomian rakyat. Namun, syaratnya dengan menerapkan protokol kesehatan dan pengawasannya diserahkan kepada pemerintah masing-masing.
Sejumlah pasar dengan diatur pemda setempat telah mengatur pengoperasian pasar. Seperti yang dilakukan Pemkot Salatiga, akhir April lalu, dengan menerapkan jarak satu meter antar-pedagang dengan memberi tanda kotak-kotak kios di lantai pasar. Pasar beroperasi dari pukul 01.00-06.30.
Meski sudah diatur mengenai jarak berdagang, tetap ada kasus positif di Pasar Salatiga. Pemkot Salatiga pada 19 mei mengumumkan ada satu pedagang perempuan berusia 60 tahun yang terdeteksi positif Covid-19. Setelah itu selama 24-29 Mei pasar pagi Salatiga ditutup untuk sementara.
Sebelumnya, penularan di pasar terjadi di Pasar Pinasungkulan, Manado, Sulut, akhir April 2020. Awal mula kemunculannya terpantau dari hasil positif tes dari 20 orang di pasar itu. Setelah itu protokol diberlakukan di pasar itu seperti jarak antarlapak diperlebar. Meski demikian, masih banyak pedagang tidak mengenakan masker, sarung tangan, dan interaksi pedagang-pembeli tak kenal jarak.
Disusul di Pasar Besar Palangkaraya, Kalteng, akhir Mei 2020. Kluster ini muncul setelah hasil tes menunjukkan 8 orang positif dan 14 lainnya reaktif terhadap hasil pemeriksaan cepat. Mereka adalah para pedagang dan pembeli di pasar itu.
Ironisnya kluster ini muncul setelah Pemerintah Kota Palangkaraya memberlakukan PSBB, 11-24 Mei 2020. Diketahui kasus positif di Kalteng pertama kali muncul dari warga dengan riwayat umrah dari Arab Saudi. Selanjutnya disusul dari kluster-kluster nasional di antaranya dari Bogor dan Gowa.
Kluster pasar terjadi juga di Pasar Raya Padang. Pusat penyebaran penyakit ini terjadi pada akhir April. Tercatat dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sumatera Barat, ada 411 kasus positif dari kluster pasar tersebut. Namun, bisa jadi jumlahnya lebih besar karena cukup sulit untuk menelusuri aktivitas masyarakat di pasar. Apalagi pasar merupakan tempat bertemunya masyarakat dari segala penjuru, baik sebagai pembeli, pedagang, maupun pemasok.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia mencatat, ada 214 kasus positif dan 19 korban meninggal dari 51 kluster pasar di Indonesia (Kompasid, 8/6/2020. Pasar ini menjadi salah satu ruang publik yang dikhawatirkan bisa menjadi kluster-kluster baru di beberapa daerah di era adaptasi normal baru ini.
Namun, jika protokol kesehatan tidak diterapkan dengan baik oleh setiap individu, bukan tidak mungkin akan muncul kluster-kluster lain dari berbagai ruang publik. Sekarang pasar, bisa jadi nanti pusat perbelanjaan ataupun moda transportasi. Adaptasi kehidupan baru yang baru diterapkan menjadi pertaruhan bagi kita masing-masing untuk bisa saling menjaga diri supaya jangan memperparah penyebaran Covid-19 di Indonesia. (LITBANG KOMPAS)