Sepeda dan Langkah Kaki Melintasi PSBB Transisi
Warga Jabodetabek didorong untuk aktif mengolah fisik guna meningkatkan kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Pembatasan sosial berskala besar pada masa transisi di DKI Jakarta memberi ruang yang luas bagi aktivitas fisik. Seluruh ruas jalan lebih diprioritaskan untuk mengayuh pedal sepeda dan berjalan kaki sembari tetap menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif, wilayah Ibu Kota secara berangsur-angsur akan memulihkan keadaan. Secara bertahap sejumlah kegiatan masyarakat akan dilaksanakan kembali seperti sedia kala.
Pembelajaran di institusi pendidikan akan mulai dibuka. Demikian juga kegiatan di tempat ibadah, tempat kerja, fasilitas umum, dan kegiatan sosial-budaya secara berangsur-angsur akan dihidupkan kembali. Selain itu, pergerakan orang dengan berbagai moda transportasi juga akan berangsur normal.
Pada masa transisi tersebut, banyak kegiatan belum pulih 100 persen. Misalnya, terkait dengan aktivitas pekerjaan. Belum semua institusi, kantor, dan usaha memperbolehkan semua karyawannya masuk secara bersama-sama. Secara aturan, semua lokasi pekerjaan hanya dibatasi maksimal 50 persen jumlah karyawan dalam waktu bersamaan.
Demikian juga dengan kegiatan di rumah ibadah, acara sosial-budaya, hingga kapasitas transportasi umum dibatasi maksimal hanya 50 persen. Kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil, diatur dengan prinsip ganjil genap pada sejumlah kawasan.
Tujuannya jelas, untuk membatasi jumlah orang berikut pergerakannya. Selain aturan pembatasan ini, seluruh masyarakat juga diwajibkan mematuhi protokol kesehatan. Setidaknya harus menggunakan masker dan menjaga jarak antarorang minimal 1 meter.
Kondisi tersebut tentu saja akan berpengaruh pada perilaku masyarakat. Salah satu yang kemungkinan besar akan berubah adalah pola mobilitas. Wilayah Jabodetabek yang merupakan simpul besar penularan wabah korona di Indonesia akan membuat sebagian masyarakat sangat berhati-hati ketika akan berkegiatan di luar rumah.
Bukan tidak mungkin untuk sementara ini sebagian masyarakat akan memilih menggunakan kendaraan pribadinya. Penggunaan moda transportasi publik akan dikurangi atau bahkan dihindari untuk sesaat.
Ada hal yang menarik dalam aturan PSBB masa transisi itu. Jika sejumlah kendaraan pribadi dan moda transportasi dibatasi kapasitasnya, moda transportasi dengan sepeda dan berjalan kaki justru mendapat prioritas dari pemerintah.
Dalam Pergub PSBB transisi tersebut, gubernur memerintahkan agar semua ruas jalan diutamakan bagi pejalan kaki dan pengguna transportasi sepeda. Mobilitas warga Jabodetabek didorong untuk aktif mengolah fisik guna meningkatkan kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Mobilitas Warga Meningkat Setelah Penerapan PSBB Transisi
Kaum komuter
Wilayah Jabodetabek adalah wilayah yang identik dengan kaum komuter. Sebutan ini disematkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan bekerja, sekolah, atau kursus di luar kabupaten/kota tempat tinggalnya. Secara rutin, para komuter ini pergi dan pulang ke tempat tinggalnya pada hari yang sama.
Berdasarkan statistik komuter Jabodetabek BPS, jumlah komuter pada tahun 2019 sebanyak 3,26 juta orang. Dalam mobilitas sehari-hari para pelaju ini mayoritas sekitar 2 juta orang atau 63 persen menggunakan sepeda motor.
Sekitar 663.000 orang lainnya atau sekitar 20 persen menggunakan moda transportasi umum. Adapun untuk pengguna mobil pribadi sekitar 288.000 atau hampir 9 persen. Para komuter yang terbiasa menggunakan angkutan daring, baik motor maupun mobil jumlahnya lebih sedikit lagi, yakni sekitar 127.000 orang setiap hari.
Mobilitas terkecil adalah yang menggunakan sepeda dan berjalan kaki. Jumlahnya kurang dari 40.000 orang. Dengan rincian yang biasa jalan kaki sekitar 32.000 orang dan yang bersepeda hanya sekitar 7.600 orang.
Dengan berlakunya PSBB masa transisi di Jakarta, tentu saja mobilitas kaum komuter yang terbiasa menggunakan angkutan umum menjadi terbatas. Sekalipun masuk kantor diatur secara berjadwal, bukan tidak mungkin mobilitas para komuter ini akan menciptakan kerumunan.
Ini terutama mungkin terjadi di sejumlah tempat pemberhentian, seperti halte, terminal, dan stasiun. Apalagi, di sejumlah tempat transportasi publik itu dilakukan serangkaian protokol kesehatan seperti pemindaian suhu tubuh dan pengaturan jarak di ruang tunggu.
Kondisi tersebut bisa mendorong penggunaan kendaraan pribadi meningkat lebih banyak. Meskipun sudah berusaha diminimalkan dengan aturan ganjil-genap, baik untuk mobil maupun motor, bukan tidak mungkin jumlah moda transportasi pribadi tetap membeludak. Bisa jadi juga, muncul potensi baru berupa kemacetan di jalan-jalan tikus guna menghindari jalur ganjil-genap.
Potensi mobilitas tinggi masyarakat juga muncul dari angkutan daring. Pada masa PSBB transisi ini, angkutan roda dua dan roda empat berbasis aplikasi juga dibebaskan mengangkut penumpang.
Aturan ini pada satu sisi berdampak positif bagi operator angkutan berbasis daring. Namun, dibebaskannya angkutan daring untuk beroperasi tanpa aturan ganjil-genap juga memberikan ruang alternatif mobilitas penduduk di tengah upaya pencegahan penyebaran Covid-19 yang belum usai. Bagaimanapun, Pergub DKI Jakarta No 51/2020 itu sejatinya dibuat untuk tetap membatasi pergerakan orang pada masa PSBB transisi ini.
Baca juga: Penumpang Meningkat, Pembatasan Tetap Diberlakukan
Sepeda dan berjalan kaki
Berdasarkan data, mobilisasi menggunakan angkutan umum oleh para komuter relatif cukup lumayan, yakni berkisar 20 persen. Sayangnya, yang berjalan kaki dan bersepeda masih sangat minim, yakni masih sekitar 1 persen.
Padahal, jumlah komuter yang lokasi aktivitasnya relatif dekat dengan tempat tinggalnya sangat banyak. Ada sekitar 862.000 orang yang domisilinya 0-10 km dari tempat aktivitas.
Rentang jarak tersebut sangat memungkinkan untuk ditempuh bersepeda. Bahkan, dapat dengan berjalan kaki jika memang dirasa dekat. Ilustrasi ini menunjukkan betapa rendahnya aktivitas berjalan kaki ataupun bersepeda para kaum komuter. Hanya sekitar 39.000 orang saja yang sering melakukan aktivitas ini.
Baca juga: Sambut Normal Baru, Penjualan Sepeda Melonjak di Banyak Negara
Adanya regulasi dan implementasi PSBB transisi menuju normal baru mendukung masyarakat, khususnya para komuter, untuk mencoba sarana transportasi sepeda atau berjalan kaki menuju tempat beraktivitas.
Dapat dikatakan dari semua kemungkinan mobilitas manusia, hanya berjalan kaki dan bersepeda yang paling leluasa dilakukan saat transisi PSBB di DKI Jakarta. Cukup dengan menjaga jarak saat berjalan kaki atau bersepeda dan patuhi protokol kesehatan.
Orang tidak perlu juga menyesuaikan ganjil-genap, tidak perlu harus diukur suhunya, tidak harus menunggu antrean kendaraan umum karena kapasitasnya dibatasi, dan sejumlah aturan kesehatan lainnya yang harus dipatuhi.
Apalagi, Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2019 sudah membangun sekitar 63 kilometer jalur sepeda di beberapa penjuru kota. Setidaknya ada sekitar 25 km rute sepeda yang berada pada wilayah aturan ganjil-genap.
Jadi, tersedia infrastruktur yang relatif mendukung bagi aktivitas bersepeda sehingga berpotensi mendorong animo bersepeda lebih masif lagi. Menurut rencana, seluruh jalur sepeda sepanjang 63 km itu akan dibuat permanen dengan lebar minimum sekitar 1,25 meter. Ke depan, mengayuh sepeda menuju tempat aktivitas akan kian nyaman dan aman.
Upaya Pemprov DKI Jakarta tersebut layak diapresiasi seluruh masyarakat. Tidak hanya bagi warga DKI Jakarta, tetapi juga para komuter luar Jakarta yang memanfaatkan jalur sepeda itu.
Jika sebagian besar kaum komuter yang jarak tempuhnya maksimal 10 kilometer menggunakan sepeda atau berjalan kaki, ada sejumlah manfaat yang didapat dirasakan bersama. Selain mereduksi polusi udara, bersepeda atau berjalan kaki adalah aktivitas olahraga yang akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.
Dari sisi protokol kesehatan, bersepeda dan berjalan kaki juga relatif tepat karena dapat menghindari kerumunan dan kontak jarak dekat dengan orang lain. Semakin banyak orang bersepeda dan berjalan kaki dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, niscaya wabah korona dapat ditekan penularannya sekecil mungkin. Mari bersepeda dan berjalan kaki untuk menandai bangkitnya kehidupan new normal ini. (LITBANG KOMPAS)