JAKARTA, KOMPAS — Program pemusatan latihan nasional cabang olahraga panjat tebing terganggu dengan adanya pencoretan nomor cabang speed dan speed world record dari daftar yang dipertandingkan Asian Games 2018.
Ketua II PB Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Pristiawan Buntoro selaku manajer tim nasional panjat tebing mengatakan, pencoretan nomor cabang speed mementahkan semua program latihan yang diterapkan kepada 21 atlet panjat sejak Februari silam. Peluang Indonesia meraih medali emas Asian Games 2018 dari cabang panjat tebing pun menipis, kalau bukan malah hilang.
”Kita punya pemanjat kelas dunia di nomor speed dan speed world record, tetapi para pemanjat kita lemah di nomor boulder. Kalau Asian Games 2018 hanya mempertandingkan nomor gabungan speed world record, lead, dan juga boulder, peluang Indonesia merebut emas sangat kecil,” kata Pristiawan saat dihubungi di Yogyakarta, akhir pekan lalu.
Ia mengatakan, bisa saja pelantas panjat tebing merombak format pelatihan mereka. ”Dirombak menu latihannya pun bisa saja. Namun, ini bukan soal merombak format latihannya. Panjat tebing tidak dipertandingkan dalam SEA Games Kuala Lumpur 2017. Jadi sejak Februari kami fokus berlatih nomor speed untuk Asian Games 2018. Kami berlatih memakai uang negara dan ternyata berlatih nomor yang ternyata tidak dipertandingkan Asian Games 2018. Itu tanggung jawab siapa?” kata Pristiawan.
Panjat tebing adalah satu dari 19 cabang olahraga yang menjadi cabang prioritas Satlak Prima (versi paparan Ketua Satlak Prima Achmad Soetjipto kepada Komisi X DPR pada 12 September lalu) dan digadang-gadang bisa meraih satu medali emas Asian Games 2018. ”Dengan perkembangan penetapan nomor cabang yang menghapuskan nomor speed, target satu medali emas itu sulit terpenuhi,” kata Pristiawan.
Tunggakan akomodasi
Pristiawan juga bingung dengan kebijakan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) memulangkan lima atlet pelatnasnya.
”Sesuai pemberitahuan Satlak Prima pada Rabu (27/9), jumlah atlet kami harus dikurang dari 21 menjadi 16 orang. Memulangkan atlet itu bisa dilakukan, tetapi kami bingung siapa yang kemudian akan menyelesaikan tunggakan uang akomodasi lima atlet yang pulang itu? Sejak Februari sampai sekarang, biaya akomodasi 21 atlet panjat tebing di hotel kami belum dibayar sama sekali,” kata Pristiawan.