JAKARTA, KOMPAS - - Penggunaan metanol, salah satu jenis alkohol yang membahayakan tubuh manusia, sebagai bahan utama minuman keras oplosan menunjukkan maraknya bahan berbahaya yang masih bebas beredar tanpa ada pengawasan. Akibatnya, metanol yang semestinya dipakai untuk kepentingan industri tersebut disalahgunakan.
Korban jiwa akibat miras oplosan berbahan metanol hingga Jumat (20/4) terus bertambah. Sepanjang tahun ini tercatat sudah 117 orang tewas. Korban tewas terbaru akibat miras oplosan berbahan metanol terjadi di Kota Bekasi.
Lima warga Bekasi yang mengonsumsi miras bersama-sama di Kompleks Ambara Pura Kodau RT 005 RW 02 Kelurahan Jatimekar, Kecamatan Jatiasih, tewas berturut-turut sepekan terakhir.Kelima korban yang meninggal itu adalah, Imron (38) tewas Jumat pekan lalu, Alfian (52), Hermadi (57) dan Yoppy (45) tewas Rabu lalu, sementara Herry Zontal (57) tewas kemarin.
“Mereka habis minum oplosan. Bahan campurannya dari metanol juga,” kata Suryadi (51), adik Hermadi, saat ditemui di rumah duka, di Jalan Agung Kelurahan Jatimekar, Jumat (20/4).
Korban tewas akibat miras oplosan paling banyak sepanjang tahun ini terjadi di Cicalengka, Kabupaten Bandung, yang mencapai 45 orang. Dari hasil uji laboratorium kepolisian, miras oplosan yang memakan korban di Cicalengka, Jakarta dan Bekasi mengandung metanol (CH3OH). Metanol mudah diperoleh di toko-toko penyedia bahan kimia.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Komisaris Besar Argo Yuwono mengungkapkan, dari penuturan korban, mereka mengaku merasa mual dan pusing setelah meminum miras oplosan.
“Dari hasil labfor ditemukan metanol dalam oplosan. Tetapi apakah semua yang diminum korban mengandung metanol masih diselidiki,” kata Argo.
Perlu aturan
Berulangnya kasus miras oplosan yang memakan korban jiwa perlu ditindaklanjuti dengan merumuskan penyelesaian masalah secara komprehensif. Selain belum adanya pengawasan terhadap peredaran bahan berbahaya seperti metanol, minimnya pemahaman masyarakat terkait bahaya miras oplosan membuat kasus ini menjadi kompleks.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Suratmono mengakui, dibutuhkan regulasi untuk mengatur peredaran metanol agar tidak rawan disalahgunakan. Meskipun metanol dibutuhkan, tetapi perlu diawasi penggunaannya.
Selain metanol yang beredar luas, ada beberapa bahan yang masih rawan disalahgunakan untuk dicampurkan pada produk pangan seperti formalin, boraks, dan rhodamin B. Namun, pengawasan formalin, boraks dan rhodamin B telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya. Adapun metanol hingga kini belum diatur pengawasannya.
“Seperti halnya formalin itu kan dulu juga diatur. Jadi sekarang ini perlu ada peraturan untuk pengendalian metanol itu. Koordinasinya dimana? Ada di Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Perindustrian. Karena industri membutuhkan,” ujar Suratmono.
Koordinator Divisi Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi menilai, pemerintah dan seluruh pihak terkait perlu segera mencari cara untuk mengendalikan dan mengawasi peredaran metanol yang digunakan dalam miras oplosan. Sebab, jelas terdapat penyalahgunaan fungsi dari metanol yang semestinya dipakai untuk industri.
Selain itu, masyarakat juga harus diberikan pemahaman bahwa miras oplosan itu berbahaya. “Jika tidak segera ada tindakan serius bisa satu generasi hilang. (Korbannya) ini kan orang-orang pada usia produktif,” katanya.
Tidak tahu
Salah satu pengonsumsi miras oplosan yang sering disebut ginseng di Kampung Kebon Suuk, Cicalengka, AK (19), menceritakan, dirinya sudah mengonsumsi ginseng sejak 2013. Namun ia tidak tahu kandungan pada minuman itu.
Dimas (21), pengonsumsi miras oplosan di Jakasetia, Kota Bekasi, juga mengaku tidak tahu apa saja kandungan dari minuman ginseng yang biasa dia beli. Selama ini, dia percaya kepada penjual karena yang membeli ginseng itu cukup banyak. “Ramai sekali warungnya. Itu yang bikin kami percaya,” ujarnya.
Dimas baru mengetahui ada kandungan metanol yang berbahaya dalam minuman ginseng setelah melihat berita di televisi dan merasakan sendiri efeknya. Dimas merasa dadanya panas, penglihatan buram, dan badan lemas. “Saya kapok lagi minum ginseng,” ucap Dimas.
Antropolog Universitas Indonesia Raymond Michael Menot mengungkapkan, konsumen miras oplosan umumnya laki-laki usia produktif. Biasanya mereka dipengaruhi faktor maskulinitas dan harga yang murah. “Anak muda yang mengonsumsi oplosan itu biasanya karena mencari maskulinitas. Jadi, kalau laki-laki ya harus berani minum ini,” ujar Raymond.
Menurut Raymond, agar kasus serupa tidak berulang, pemerintah perlu mengampanyekan bahwa miras oplosan adalah racun dan bukan minuman beralkohol yang dapat dikonsumsi. “Lebih gampang kita mengampanyekan kepada konsumen bahwa mereka ini jangan minum racun sehingga bisnis oplosan akan mati sendiri,” ungkap Raymond.
Executive Committee Grup Industri Minuman Malt Indonesia, Dendy Borman menjelaskan, untuk membuat minuman beralkohol yang legal dan aman dikonsumsi memerlukan waktu sekitar satu bulan melalui proses panjang.
Untuk membuat bir misalnya, diperlukan empat bahan baku utama, air, malted barley (sejenis gandum), bunga hops, dan yeast (ragi). Dendy menjelaskan, untuk memproduksi minuman beralkohol, pabrik minuman harus diaudit BPOM agar memperoleh izin edar. (RYAN RINALDI/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA/DD16/WISNU AJI DEWABRATA)