Seleksi Perbaiki Mutu Guru
Ada 438.590 tenaga honorer yang tercatat pada basis data pemerintah. Dari jumlah itu, terdapat 157.210 guru honorer. Namun, hanya 12.883 yang memenuhi syarat ikut tes CPNS.
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan pemerintah mengakomodasi tenaga honorer sebagai aparatur sipil negara hendaknya jadi momentum perbaikan mutu guru. Seleksi harus tetap berdasarkan standar nasional untuk memastikan mereka yang diangkat menjadi guru memang benar-benar kompeten.
Demikian harapan yang disampaikan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim dan Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi secara terpisah, Jumat (21/9/2018), terkait keputusan pemerintah tersebut.
Penyelesaian guru honorer yang sudah masuk dalam database pemerintah diminta untuk segera dituntaskan. Pengangkatan guru honorer untuk menjadi aparatur sipil negara, baik guru PNS maupun yang berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, hendaknya memenuhi rasa adil bagi para pendidik yang sudah mengabdi sekian tahun dengan upah minim.
Pengurus Besar PGRI secara intensif menggelar dialog dengan berbagai menteri terkait untuk memperjuangkan nasib guru honorer. Pada Jumat (21/9/2018), Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi menemui Menpan dan Reformasi Birokrasi Syafruddin.
Merujuk basis data
Unifah mengatakan, PGRI meminta ada perlakuan yang adil bagi guru honorer yang sudah di atas usia 35 tahun untuk diangkat jadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). "Kami mendorong yang diselesaikan yang sudah masuk basis data pemerintah dulu," kata Unifah.
Tercatat, ada 438.590 tenaga honorer jika mengacu pada basis data yang ada di pemerintah. Dari jumlah itu, guru honorer terdata 157.210 orang, tetapi hanya 12.883 yang memenuhi syarat untuk ikut tes CPNS.
Pengangkatan guru CPNS yang dibuka tahun ini sebanyak 100.000 guru, ujar Unifah, harus jadi momentum perbaikan dalam pengadaan guru. Perencanaan kebutuhan guru yang baik harus dilakukan Kemdikbud supaya tidak terjadi lagi kekurangan guru dalam jumlah masif.
"Dalam pengangkatan, kami berpihak pada kualitas guru, yang bisa dilihat dari penilaian kinerja. Namun, tetap kami minta pengabdian guru honorer diperhitungkan. Selanjutnya, para guru honorer juga ditingkatkan kualitasnya, " ujar Unifah.
Sejumlah catatan
Ketua Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim ketika dihubungi di Makassar mengatakan, organisasinya menyambut baik keputusan pemerintah dengan beberapa catatan penting. Hal pertama ialah, hendaknya gaji guru honorer yang setara UMR itu dibayarkan oleh pemerintah pusat. Alasannya karena untuk masalah ini tidak bisa mengandalkan pemerintah daerah.
"Undang-Undang Dasar 1945 jelas mengamanatkan pemerintah daerah harus menyisihkan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pendidikan. Kenyataannya, mayoritas pemerintah daerah menyisihkan kurang dari 15 persen setiap tahun. Tidak mungkin mereka bisa diharapkan bisa memenuhi persyaratan menggaji guru honorer sesuai UMR," ucapnya.
Dari pada berpolemik, kata Ramli, sebaiknya gaji guru honorer tetap disisihkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dibayarkan ke daerah melalui dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Hal kedua ialah memastikan kontrak PPPK yang diterima guru berlaku hingga masa pensiun, bukan untuk beberapa tahun saja. Seleksi yang dilakukan tetap harus berdasarkan standar nasional untuk memastikan mereka yang diangkat menjadi guru memang benar-benar berbobot. Bagi guru honorer yang kompetensinya tidak sesuai standar, dialihkan menjadi tenaga kependidikan di sekolah dengan gaji sesuai UMR.
"Catatan ketiga ialah hentikan penerimaan guru melalui jalur honorer. Mulai saat ini, penerimaan guru baru sebaiknya hanya lewat tes PPPK," kata Ramli. Ramli Rahim mengatakan, setelah skema PPPK untuk pengangkatan guru honorer diterapkan, sistem guru honorer harus dihapuskan pemerintah. "Kedepan jangan ada lagi guru honorer yang diangkat tanpa jelas mutunya, baik oleh sekolah, dinas pendidikan, maupun pimpinan daerah, " ujar Ramli.
Saat ini pemerintah masih terus menggodok Rancangan PP tentang PPPK. PP itu akan mengatur mengenai hak keuangan, formasi jabatan, serta kontrak kerja bagi PPPK.
Gaji dan tunjangan
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menyatakan, sesuai dengan UU Nomor 5/2014, hak keuangan PPPK hampir sama dengan PNS, yakni mendapatkan gaji dan tunjangan. Perbedaannya hanyalah PPPK tidak menerima jaminan pensiun dan jaminan hari tua, seperti PNS.
Sementara untuk formasi jabatan akan disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan keuangan negara.
Adapun kontrak kerja juga akan disesuaikan dengan kebutuhan instansi pada jabatan yang diampu oleh PPPK. "Kontrak kerjanya bisa satu tahun, bisa juga sampai dengan batas usia pensiun PNS, yakni antara usia 55 tahun-65 tahun, disesuaikan dengan kebutuhan instansi," kata Bima. (NTA)