PARIS, SELASA — Presiden Perancis Emmanuel Macron mengumumkan langkah-langkah dan kebijakan untuk meredam gelombang unjuk rasa ”rompi kuning” yang menyulut kekerasan di kota-kota di Perancis. Macron berjanji, antara lain, menaikkan upah minimum dan memangkas pajak bagi pensiunan.
Kebijakan itu diumumkan lewat pidato selama 15 menit dari Istana Kepresidenan Elysee yang disiarkan televisi pada Senin (10/12/2018) malam waktu Paris atau Selasa dini hari WIB. ”Saya siap menerima kesalahan (atas krisis ini),” kata Macron dengan wajah yang terlihat muram.
”Kami akan menanggapi desakan ekonomi dan sosial dengan langkah kuat, dengan memangkas pajak lebih cepat, menjaga belanja tetap terkendali, tetapi tidak ada langkah mundur ke belakang,” ujarnya.
Upah minimum atas pekerjaan waktu penuh akan bertambah menjadi 100 euro (dari kebijakan sebelumnya 21 euro) mulai Januari 2019. Macron menyebut tidak ada biaya tambahan bagi pemberi kerja. Pada 2018, upah minimum Perancis setara 1.498 euro sebelum dipotong pajak dan 1.185 euro setelah dipotong pajak. Macron juga mendorong pengusaha yang mampu memberi bonus akhir tahun kepada pekerja.
Sementara pensiunan yang berpenghasilan kurang dari 2.000 euro akan dibebaskan dari pajak jaminan sosial. Ia juga akan menghapus pajak upah lembur, yang pernah diberlakukan di masa pemerintahan Nicolas Sarkozy. Pada masa pemerintahan Francois Hollande, pajak itu dikaji ulang karena terlalu tinggi.
Janji-janji Macron berkebalikan dengan pernyataan dan kebijakan politik pemerintahnya. Sebelum ini, Pemerintah Perancis berkali-kali menyatakan kenaikan upah akan lebih merusak dibandingkan membantu menciptakan lapangan kerja.
Kebijakan Macron tersebut berdampak pada APBN Perancis yang akan mencapai 10 miliar euro.
Tambahan harga BBM bakal memukul petani yang membutuhkan BBM untuk alat pertanian dan penduduk daerah terpencil yang butuh BBM untuk kendaraan pribadi. Para penduduk perdesaan tidak bisa mengakses transportasi umum dan hanya bisa mengandalkan kendaraan pribadi.
Kenaikan pajak BBM adalah salah satu cara Perancis mewujudkan komitmen pada Kesepakatan Paris tahun 2015, yang dibuat untuk mengendalikan dampak perubahan iklim. Kesepakatan itu mendorong negara-negara penandatangan berupaya mengendalikan kenaikan suhu global hingga 2 derajat celsius pada 2030.
Dampak dan tanggapan
Kebijakan Macron tersebut berdampak pada APBN Perancis yang akan mencapai 10 miliar euro. ”Kami dalam proses penyesuaian dan mencari cara membiayainya,” kata Menteri Muda Anggaran Negara Olivier Dussopt.
Paris akan berusaha mencapai target defisit APBN maksimal 3 persen sesuai ketentuan Uni Eropa. Pemerintah Perancis mengakui ada ruang untuk pemangkasan pajak. Paris menargetkan defisit APBN 2019 mencapai 20 miliar euro.
Sementara pengunjuk rasa menyikapi kebijakan itu secara beragam. Sejumlah pengunjuk rasa mengaku Macron memberi kompensasi. Akan tetapi, kebijakan itu tidak cukup untuk menghentikan unjuk rasa.
”Kali ini, benar-benar ada kemajuan. Senyum saya mengembang bersama pidatonya,” kata salah satu juru bicara pengunjuk rasa di Rennes, Erwan.
Namun, Pierre-Gael Laveder yang berunjuk rasa di Montceau-les-Mines menyebut Macron belum mengambil kebijakan penuh untuk menyikapi perkembangan terakhir. ”Semua orang menyoraki pengumumannya dan reaksi pertamanya, dia pikir kami bodoh,” ujarnya.
Adapun Menteri Negara Lingkungan Hidup Brune Poirson berharap tekanan pengunjuk rasa tidak membuat Paris meninggalkan kesepakatan global. Poison menyatakan, pesan utama unjuk rasa adalah pajak harus dikenakan pula pada industri, jangan hanya warga. Pemerintah harus lebih jelas menyampaikan tujuannya kepada masyarakat.
Paris mencoba menata kebijakan fiskal untuk mencapai target lingkungan hidup itu. ”Hal itu berarti menerapkan anggaran yang ramah lingkungan hidup. Sangat sulit karena berarti mengubah kelembagaan, cara kerja birokrasi. Akan tetapi, saya tidak melihat cara lain melakukannya,” ujar Poirson.
Sementara mantan Menteri Luar Negeri Perancis, Laurent Fabius, menegaskan, kesepakatan Paris tidak bisa diabaikan karena dampak pengabaian itu akan sangat buruk. ”Salah sekali jika menganggap karena masalah di Perancis, kita mengabaikan perubahan ekologi,” kata pimpinan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan Paris itu. (AFP/REUTERS)