JAKARTA, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung penuh upaya Komisi Pemilihan Umum untuk melaporkan kasus hoaks yang mengancam proses pemilu. Ia juga mendorong Kepala Badan Reserse Kriminal Polri untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.
”Sebagai Mendagri, saya mendukung penuh upaya KPU yang siang ini akan melapor ke Kabareskrim (Kepala Badan Reserse Kriminal Polri). Mereka meminta agar kasus ini diusut tuntas. Dicari siapa orang-orang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan isu tentang tujuh kontainer (berisi surat suara) itu,” kata Tjahjo di Bareskrim Besar Polri, Kamis (3/1/2019).
Sebelumnya merebak isu tentang adanya tujuh kontainer dari China berisi 80 juta lembar surat suara yang sudah tercoblos. KPU telah mengonfirmasi dan menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar.
Tjahjo juga mendorong agar kepolisian mengusut penyebaran berita bohong mengenai 31 juta daftar pemilih siluman.
”Dua hal ini (hoaks data siluman dan surat suara tercoblos) meresahkan dan bisa membangun opini masyarakat. Ini akan mengganggu proses konsolidasi demokrasi. Saya yakin KPU sudah bekerja secara transparan, terbuka, serta sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang ada,” katanya.
Selain itu, Tjahjo juga mengajak masyarakat untuk melawan semua berita bohong yang muncul saat ini. ”Kami mengajak semua pihak mari kita hormati lambang negara dan mari kita lawan racun demokrasi demi terwujudnya konsolidasi demokrasi yang bermartabat dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya.
Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian juga telah memberi instruksi kepadanya untuk mengusut kasus-kasus itu hingga tuntas. Kini Bareskrim sedang menginvestigasinya.
”Semua pihak yang berkaitan dengan pemberitaan isu (bohong) ini pasti akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Siapa pun orangnya,” kata Arief.
Arief mengatakan, pihaknya juga akan bekerja sama dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu dalam pengusutan kasus-kasus tersebut.
Mendelitigimasi penyelenggara
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini juga meminta kasus tersebut segera diusut oleh Bareskrim. Menurut dia, hoaks tersebut bukan lagi menyasar peserta pemilu, melainkan sudah mengganggu penyelenggara dan dapat merusak proses demokrasi.
”Sulit dibantah kalau kasus ini bukan untuk mendelegitimasi penyelenggara dan proses pemilu, membuat kegaduhan, dan provokasi politik. Ini sangat bahaya kalau pemilu diselenggarakan, tetapi publik pemilih tidak percaya dengan yang menyelenggarakan. Apa yang terjadi sekarang memang untuk mendiskreditkan penyelenggara,” katanya.
Titi menilai, kasus berita hoaks surat suara ini terjadi karena politik pilpres saat ini terbelah menjadi dua kutub yang sangat kontra satu sama lain. Dengan situasi seperti ini, sangat mudah muncul konspirasi dan provokasi yang sengaja diciptakan guna menguatkan dukungan politik bagi salah satu kutub.
”Jadi alih-alih pemilu kita mengedepankan gagasan, visi, misi, dan program, para oknum malah menciptakan situasi ketidakpastian dan informasi yang spekulatif. Ini untuk mengganggu emosional pemilih yang memang menghadapi polarisasi, lebih pada politik kesukaan atau ketidaksukaan. Padahal, politik gagasan dan program semestinya yang menjadi pertimbangan utama memilih pemimpin negara,” ujarnya. (SEKAR GANDHAWANGI)