Sampah Kali Pisang Batu Akan Ditangani Lintas Wilayah
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS – Pemerintah merencanakan koordinasi antarwilayah untuk menangani tumpukan sampah di Kali Pisang Batu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Sampah yang menumpuk di sungai tersebut selama sebulan terakhir diduga berasal dari Kota Bekasi, mengalir ke Kabupaten Bekasi, dan bermuara di Teluk Jakarta.
Tumpukan sampah tersebut masih ada di Kali Pisang Batu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Selasa (8/1/2018) siang. Sampah yang didominasi plastik membentang sepanjang 1,5 kilometer melewati tiga wilayah, yaitu Desa Pahlawan Setia, Setiamulya, dan Setia Asih.
Sampah-sampah itu tidak hanya mengapung, tetapi juga menetap. Manusia dapat berjalan di atasnya. Keberadaan sampah menyebabkan air sungai menjadi hitam pekat dan berbusa pada beberapa bagian. Bau busuk pun menguar ke daerah di sekitarnya.
Kepala Bidang Pendidikan Kemaritiman, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Budaya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Rofi Alhanif saat mengunjungi Kali Pisang Batu mengatakan, pihaknya akan mempertemukan kepala daerah terkait untuk membahas penanganan sampah tersebut. Adapun kepala daerah yang dilibatkan adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Pelaksana Tugas Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja, dan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
“Pertemuan besok, Rabu (9/1/2018), akan mendiskusikan solusi jangka pendek dan jangka panjang penanganan sampah,” ujar Rofi. Berdasarkan pengalaman membersihkan Sungai Citarum, pencemaran yang terjadi di lintas wilayah membutuhkan koordinasi antarwilayah. Selain itu, diperlukan pula pendidikan terhadap masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Di lingkup Bekasi, Pemerintah Kabupaten Bekasi juga merencanakan pertemuan dengan Pemerintah Kota Bekasi. “Kami akan mengirim surat kepada Pemerintah Kota Bekasi agar bisa bertemu pada Senin (14/1/2018),” kata Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Dodi Agus Suprianto.
Dodi menambahkan, hulu Kali Pisang Batu berada di wilayah perbatasan antara Desa Setia Asih dan Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Selain itu, sungai juga mengalir melewati Kelurahan Pejuang dan Medan Satria, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi. Ia menduga, sebagian besar sampah mengalir dari hulu.
Kepala Desa Setia Asih Siti Qomariyah mengakui, selain berasal dari hulu, masyarakat desanya pun masih membuang sampah di sungai. “Banyak sekali sampah di sungai, bukan hanya dari warga setempat melainkan juga orang yang sekadar lewat,” ujarnya.
Sumaryanti (45), warga Desa Pahlawan Setia, Kecamatan Tarumajaya, mengatakan, sebagian warga memang membuang sampah di sungai dan sekitarnya. Selama bertahun-tahun sampah tertutup rimbunan eceng gondok. Setelah tanaman itu dibersihkan bulan lalu, ditambah dorongan air hujan, sampah pun menyeruak ke aliran sungai.
Sampah mulai diangkut sejak Sabtu (5/1/2018). Pemerintah Kabupaten Bekasi mengerahkan dua alat berat dan 16 truk sampah yang beroperasi pada pukul 08.00-17.00. Setiap truk memindahkan sampah ke tempat penampungan sementara di Desa Setia Asih hingga lima putaran setiap hari.
Sampah mulai diangkut sejak Sabtu (5/1/2018). Pemerintah Kabupaten Bekasi mengerahkan dua alat berat dan 16 truk sampah yang beroperasi pada pukul 08.00-17.00
“Pengangkutan akan dilakukan hingga tuntas,” kata Dodi. Menurut rencana, pihaknya akan menambah satu alat berat untuk mempercepat pengangkutan.
Ancaman
Menurut Rofi, ancaman banjir mengintai di balik tumpukan sampah tersebut. Sampah menghambat aliran air terutama saat hujan deras.
Air sungai yang berjarak sekitar 6 kilometer dari Teluk Jakarta itu berpotensi tak bisa mengalir ke laut. Sebab, gelombang tengah tinggi dan bisa membalikkan air kembali ke sungai. "Sampah plastik juga berpotensi menyebabkan pencemaran di laut," kata Rofi.
Kesehatan warga setempat juga mulai terancam, karena kualitas air yang buruk. Lusi Indriyani (44), warga Desa Pahlawan Setia, Kecamatan Tarumajaya, mengatakan, air dari sumur di warungnya yang berjarak lima meter dari sungai menjadi keruh sejak sebulan terakhir.
Kotoran hitam mengendap saat air tenang. Aromanya sama busuk dengan air sungai. “Makanya, sebulan ini saya enggak berani menggunakan air sumur untuk memasak, saya beli air dari perusahaan daerah air minum (PDAM) setiap hari,” kata dia.
Kondisi serupa terjadi di rumah Lusi yang berjarak 100 meter dari sungai. Keterbatasan dana membuatnya masih menggunakan air tersebut untuk mencuci pakaian. Noda kuning kehitaman pun bersisa di pakaian-pakaiannya.
Begitu juga di Desa Setiamulya, Kecamatan Tarumajaya. Tika (35), warga Desa Setiamulya, mengatakan, air dari sumurnya hitam pekat dan berbau busuk selama satu bulan ke belakang. Ia dan keluarga tetap menggunakannya untuk mandi dan mencuci karena tak punya cukup uang untuk memasang layanan PDAM. “Mau bagaimana lagi, biaya layanan air PDAM terlalu mahal,” kata ibu rumah tangga itu.