Sistem Pertukaran Data Elektronik Pelabuhan Ditingkatkan
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus mengembangkan sistem layanan elektronik di pelabuhan, terutama sistem pertukaran data elektronik. Salah satunya adalah dengan memperbaiki, menyederhanakan, dan mengembangkan Inaportnet.
Pengembangan Inaportnet itu merupakan bagian kerja sama Kementerian Perhubungan dengan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA). Inaportnet merupakan portal elektronik guna memfasilitasi pertukaran data dan informasi layanan kepelabuhan yang dikembangkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.
Kerja sama yang sudah berlangsung selama dua tahun itu bertujuan untuk mempercepat dan menyederhanakan sistem Inaportnet. Ada dua pelabuhan yang dijadikan percontohan, yakni Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Makassar. Di dua pelabuhan ini, sudah dilakukan peninjauan, diskusi, dan lokakarya.
JICA berharap sistem Inaportnet dapat digunakan secara penuh untuk operasional kedua pelabuhan percontohan. Ke depan sistem itu diharapkan dapat dikembangkan di 14 pelabuhan utama lainnya.
”Dengan begitu, sistem pertukaran data dan informasi atau EDI itu dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan kelancaran dan mendukung kegiatan pelabuhan di Indonesia,” ujar Tomoyoki Kawabata, Perwakilan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA), dalam rilis yang dikutip Kompas, Rabu (23/1/2019).
Sistem pertukaran data dan informasi atau EDI itu dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan kelancaran dan mendukung kegiatan pelabuhan di Indonesia.
Situs Inaportnet dapat diakses di laman http://inaportnet.dephub.go.id. Laman tersebut memuat formulir pendaftaran untuk agen pelayaran, perusahaan bongkar muat, dan jasa pengurusan transportasi. Dengan demikian, perusahaan yang mengoperasikan kapal barang tidak perlu bolak-balik ke kantor syahbandar untuk mengurus perizinan atau laporan.
Inaportnet merupakan sistem pendukung Indonesia National Single Window (INSW). Inaportnet menyajikan informasi kapal dan muatannya, sementara INSW mengenai dokumennya. Pengaplikasian kedua sistem ini dapat mengatasi masalah masa tunggu barang di pelabuhan (dwelling time) dan masa tunggu kapal bongkar muat (demurrage time) yang selama ini sering dikeluhkan dunia usaha.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Bay Mokhamad Hasani mengungkapkan, pada pelabuhan yang sudah menerapkan Inaportnet, semua informasi dan perizinan dilakukan melalui jaringan internet. Administrasi dokumen pelayaran bisa selesai dalam 30 menit. ”Jika dilakukan manual, pengusaha butuh 1-2 hari untuk mengurus dokumen pelayaran,” katanya (Kompas, 22 Agustus 2017).
Perbaikan sistem di pelabuhan bertujuan untuk mengurangi persoalan perekonomian nasional. Salah satu persoalan tersebut adalah biaya logistik yang tinggi. Hal ini disebabkan arus barang yang belum efisien, baik dari sisi waktu maupun biaya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, reformasi logistik mulai digarap Bea dan Cukai dengan meluncurkan sistem manifes generasi III. Seluruh proses pengajuan dan perubahan manifes kini berbasis elektronik sehingga dapat mempersingkat waktu tunggu bongkar muat dan biaya logistik.
Dari hasil uji coba Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, terjadi pengurangan waktu bongkar muat barang pada proses pre-clearance atau waktu penyimpanan dan penyiapan dokumen peti kemas selama 0,81 hari dari rata-rata nasional 2-3 hari. Dengan berkurangnya waktu bongkar muat itu, biaya logistik bisa lebih ditekan.
Proses pengubahan dokumen juga lebih cepat dari 5-6 jam secara manual menjadi 15 menit berbasis daring. Selain itu, proses perincian pos yang selama ini mencapai 11.500 proses per bulan juga bisa dihilangkan (Kompas, Rabu 9 Januari 2019). (INSAN ALFAJRI)