Perkuatan Desain Produk Lokal Topang Pertumbuhan Ekonomi
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah memperkuat daya saing produk lokal melalui peningkatan desain. Sasarannya adalah mengangkat produk usaha kecil menengah ke tingkat internasional, sekaligus menumbuhkan pasar mereka di tingkat domestik.
Strategi itu disasar melalui kompetisi Good Design Indonesia (GDI) 2019 yang merupakan Bagian dari kompetisi desain tingkat internasional, G-Mark. Dengan desain yang menarik, pangsa pasar lokal usaha kecil menengah (UKM) juga akan tumbuh.
Hal itu mengemuka dalam peluncuran GDI 2019 bertema “Fokus Pada Sisi Komersial, GDI 2019 Tingkatkan Daya Saing Produk Indonesia di Kancah Global” di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Kegiatan tersebut dihadiri pula perajin sepeda bambu Singgih S Kartono, yang menjadi pemenang “Best 20” berpredikat Gold Award G-Mark atau Good Design Award 2018 di Jepang.
Baca juga: Tujuh Produk Indonesia Menangi Kompetisi Desain Jepang
Singgih menilai, pelambatan ekonomi global bukan sesuatu yang menakutkan. Sebab, Indonesia memiliki kemampuan besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selain dari sumber daya alam, Indonesia juga memiliki pangsa pasar domestik besar. Pangsa pasar domestik ini perlu diisi juga oleh pelaku usaha dan industri di Indonesia.
“Kita jangan hanya berfokus meningkatkan ekspor. Fokus ini seringkali membuat kita lupa bahwa Indonesia memiliki pasar domestik yang mampu menopang perekonomian,” kata Singgih.
Indonesia juga memiliki pangsa pasar domestik besar. Pangsa pasar domestik ini perlu diisi juga oleh pelaku usaha dan industri di Indonesia.
Data BPS menunjukkan, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 305,6 juta pada 2035. Sebesar 50 persen dari total jumlah penduduk berada di usia produktif antara 15-64 tahun.
Data Bank Dunia juga menyebutkan, populasi kelas menengah Indonesia meningkat dari 7 persen pada 2002 menjadi 20 persen pada 2017 dari total jumlah penduduk Indonesia.
Menurut Singgih, GDI dan G-Mark memberi kesempatan para desainer dan pelaku usaha mendapat pengakuan secara internasional bagi produknya. Setelah lolos dari GDI 2017 dan memenangi ajang G-mark 2018, produksi sepeda bambu meningkat.
Sebelum memenangi GDI dan G-Mark, produksi sepeda paling hanya 5 rangka utama sepeda per bulan. "Sekarang bisa sampai 20 rangka sepeda per bulan. Ajang ini (GDI dan G-Mark) dapat menunjukkan produk anak bangsa sudah berstandar internasional,” kata dia.
Penjualan sepeda bambu Singgih pun sudah ke berbagai pulau, seperti Jawa, Sumatera, dan Bali. Pesanan sepeda bambu itu paling banyak berasal dari Jakarta.
Tantangan
Singgih menuturkan, salah satu tantangannya adalah biaya produksi sepeda bambu masih tinggi. Tingginya biaya produksi disebabkan oleh pembuatan yang masih manual dan pembelian beberapa bagian sepeda.
Hal itu menyebabkan harga jualnya mencapai sekitar Rp 4 juta per rangka. Sementara untuk sepeda jadi, bisa mencapai Rp 8 juta-Rp 11 juta per sepeda.
“Ke depan, kami akan bekerja sama dengan industri sepeda guna mengefisiensikan biaya produksi, sehingga sepeda bambu dapat menjangkau masyarakat lebih luas lagi,” kata dia.
Bagi Singgih, keberhasilan seorang pelaku usaha adalah ketika produknya dapat digunakan masyarakat lokal. “Kebanggaan ke depan adalah bagaimana produk dalam negeri dikonsumsi dan digunakan sehari-hari oleh kita sendiri,” ujar dia.
Baca juga: Indeks Daya Saing Sejumlah Produk Ekspor Utama Turun
GDI merupakan pengakuan dari Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) atas keberhasilan desainer atau pelaku usaha menciptakan desain produk yang tidak hanya bernilai seni tinggi. Produk itu juga memiliki sisi komersial untuk bisa masuk ke pasar ekspor.
Tahun ini, GDI kembali bekerja sama dengan Japan Institute of Design Promotion (JDP). JDP merupakan penyelenggara G-Mark di Jepang sejak 1956. Setiap tahun kompetisi G-Mark diikuti lebih dari 4.000 peserta dari sejumlah negara, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Singapura, China, Hong Kong, dan India.
Melalui kerja sama dengan JDP, diharapkan penganugerahan GDI dapat membangun reputasi Indonesia di kancah global sebagai salah satu barometer perkembangan desain di dunia.
Kualitas produk lokal
Singgih tetap mengingatkan pentingnya kualitas produk dalam negeri. Dalam ajang GDI 2019, dirinya menyarankan kepada setiap desainer serta para pelaku usaha terus meningkatkan kualitas. Salah satunya melalui penerapan prinsip manajemen modern dalam sistem produksi dengan menggunakan standar operasional prosedur.
Direktur Jenderal PEN Kemendag, Arlinda mengatakan, proses penjurian GDI 2019 akan melibatkan tenaga ahli dari Jepang yang juga merupakan juri G-Mark. Dengan demikian, produk pemenang GDI yang difasilitasi Ditjen PEN, secara otomatis dinyatakan lolos seleksi G-Mark tahap pertama dan langsung mengikuti seleksi tahap kedua di Tokyo, Jepang.
Produk atau desain peraih anugerah GDI yang dinilai memiliki nilai komersial dan memiliki peluang ekspor.
"Selain melalui partisipasi pada ajang G-Mark di Jepang, produk atau desain peraih anugerah GDI yang dinilai memiliki nilai komersial dan memiliki peluang ekspor, juga akan difasilitasi mengikuti pameran dagang internasional Trade Expo Indonesia (TEI). Tahun ini TEI akan digelar pada Oktober 2019," kata dia.
Baca juga: Pacu Ekspor ke Jepang, Kemendag Dorong Perbaikan Desain Produk
Menurut Arlinda, peningkatan kualitas produk yang dikompetisikan dalam GDI 2019 tentu akan meningkatkan daya saing produk lokal. Ajang ini menunjukkan, produk Indonesia berpotensi bersaing dengan produk-produk sejenis Negara-negara lain.
"Seperti halnya sepeda bambu, produk yang antik dengan desain bagus, tidak semua orang dapat memproduksinya. Ini yang akan kami berdayakan. Kami akan produksi secara massal, bukan hanya untuk ekspor, tapi juga penggunaan lokal," kata dia.
Seperti halnya sepeda bambu, produk yang antik dengan desain bagus, tidak semua orang dapat memproduksinya. Ini yang akan kami berdayakan. Kami akan produksi secara massal, bukan hanya untuk ekspor, tapi juga penggunaan lokal.
Presiden Direktur The Japan External Trade Organization (JETRO) Keishi Suzuki menyampaikan, apabila suatu produk berhasil menang dalam GDI terlebih lagi G-mark, otomatis akan ada peningkatan ekspor. Sebab, banyak pembeli secara internasional yang telah menantikan itu.
“G-Mark juga dapat mengembangkan UKM di Indonesia. Kompetisi itu sangat bermanfaat bagi pendidikan para desainer dan pelaku usaha dalam peningkatan kualitas produk mereka, sehingga mampu bersaing secara internasional,” kata Suzuki.
G-Mark dapat mengembangkan UKM di Indonesia. Kompetisi itu sangat bermanfaat bagi pendidikan para desainer dan pelaku usaha dalam peningkatan kualitas produk mereka.
Untuk meningkatkan kesempatan para desainer dan pelaku usaha tahun ini, Direktur PEN Kemendag, Ari Satria, mengatakan, ada perubahan dari sisi kategorisasi produk. Hal itu berbeda dari penyelenggaraan pada dua tahun sebelumnya yang membuka pendaftaran untuk enam kategori.
Tahun ini GDI akan menerima pendaftaran produk hingga 16 kategori dengan masa pengumpulan mulai 24 Januari-24 Maret 2019. Beberapa kategori di antaranya, yaitu produk kebutuhan sehari-hari, mulai dari peralatan rumah tangga, perawatan kesehatan, hobi, hingga peralatan dapur. Ada juga kategori produk terkait informasi, komunikasi, dan teknologi.
"Tahun lalu, produk yang didaftarkan lebih dari 250 jenis. Kami harap dengan bertambahnya kategori, jumlah peserta pun dapat meningkat,” kata Ari. (SHARON PATRICIA)