JAKARTA, KOMPAS -- Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar 49 nama calon anggota legislatif mantan narapidana kasus korupsi. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai rekam jejak para caleg dan menjadi referensi masyarakat sebelum mencoblos.
Sebanyak 49 calon anggota legislatif mantan narapidana korupsi dipublikasikan oleh KPU di Media Center Kantor KPU, Jakarta, pada Rabu (30/1/2019) malam. Mereka merupakan calon anggota legislatif di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Adapun untuk tingkat DPR-RI tidak memiliki caleg mantan terpidana korupsi.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, sebanyak 49 caleg mantan terpidana korupsi terdiri dari 9 caleg DPD, 16 caleg DPRD Provinsi, dan 24 caleg DPRD Kab/kota. Mereka berasal dari 12 partai politik dari total 16 partai peserta Pemilu 2019.
Rincian caleg mantan terpidana korupsi tersebut yakni, Partai Gerindra (6 caleg), PDI-Perjuangan (1 caleg), Golkar (8 caleg), Garuda (2 caleg), Berkarya (4 caleg), PKS (1 caleg), Partai Perindo (2 caleg), PAN (4 caleg), Partai Hanura (5 caleg), Partai Demokrat (4 caleg), PBB (1 caleg), dan PKPI (2 caleg). Sedangkan empat partai yang tidak memiliki caleg mantan terpidana korupsi yakni PKB, Partai Nasdem, PPP, dan PSI.
Adapun rincian caleg DPD yang berstatus mantan terpidana korupsi berasal dari Aceh (1 caleg), Sumatera Utara (1 caleg), Bangka Belitung (1 caleg), Sumatera Selatan (1 caleg), Kalimantan Tengah (1 caleg), Sulawesi Tenggara (3 caleg), dan Sulawesi Utara (1 caleg).
Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, saat ini KPU baru merilis caleg mantan terpidana korupsi agar masyarakat bisa fokus melihat caleg tersebut. Sementara caleg terpidana kasus kejahatan lainnya masih didata oleh KPU dan akan dipublikasikan ke depannya.
“Nanti secara bertahap akan kami rilis. Ini merupakan bagian dari pendidikan politik agar masyarakat dapat memilih calon wakil rakyat yang tak punya catatan buruk, baik secara personal, publik, apalagi terkait penyelewengan keuangan negara,” ujarnya.
Pro kontra
Keputusan KPU yang mengumumkan daftar caleg mantan napi mendapat tanggapan yang berbeda dari para caleg. Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno yang juga merupakan caleg DPR-RI daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat III (Kabupaten Cianjur dan Kota Bogor) mempertanyakan manfaat dari pengumuman tersebut.
Menurut dia, pengumuman tersebut tidak perlu dilakukan. Sebab, masyarakat sudah cukup cerdas dan dapat memeriksa latar belakang dari masing-masing caleg.
“Yang berhak mencabut hak politik seseorang adalah hakim. Kalau KPU perlu melakukan penegasan itu, saya kira apa ya manfaatnya? Bagaimanapun masyarakat itu cerdas, mereka pasti sudah mengetahui latar belakang dari caleg yang dipilihnya,” katanya.
Eddy menilai, setiap warga negara yang sudah menjalani hukuman atas pelanggaran yang ia lakukan, seharusnya dikembalikan hak dan kewajibannya sebagaimana warga negara yang lain.
“Seseorang ini sudah ‘menebus kesalahannya’ dan dia tidak menjadi warga negara yang berbeda dengan warga negara yang lain. Biarkan masyarakat sendiri yang menentukan apakah yang bersangkutan berhak dipilih atau tidak,” ungkapnya.
Sementara itu, caleg Partai Golkar yang juga Ketua DPR-RI Bambang Soesatyo mempersilahkan KPU untuk mengumumkan nama-nama caleg mantan koruptor. Namun, dia menegaskan agar pengumuman yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kalau KPU memiliki dukungan undang-undang, calon yang merasa dirugikan tidak memiliki hak untuk melaporkan,” kata Bambang yang maju di dapil Jawa Tengah VII (Kabupaten Banjarnegara, Kebumen, dan Purbalingga).
Data dari KPU tersebut berbeda dengan data Indonesia Corruption Watch yang dirilis sebelumnya. ICW mencatat ada 46 nama calon anggota legislatif yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi. Hingga 10 Januari 2019, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendata 40 calon anggota legislatif (caleg) dari 12 partai serta enam caleg dari DPD yang merupakan bekas narapidana korupsi. Mereka mencalonkan diri sebagai DPRD dan DPD.
Jika ICW mencatat nama Bonar Zietsel Ambarita dalam daftar tersebut, nama caleg DPRD Simalungun itu tidak muncul di daftar KPU. Begitu pun juga dengan nama Andi Muttawar Mattorang, ICW tidak mencatatnya dalam daftar nama caleg Partai Berkarya itu sebagai caleg bermasalah.
Begitu pun juga terkait caleg tiga DPD yang oleh KPU disebut sebagai caleg bermasalah. Namun tiga nama itu tidak disebut ICW. Nama-nama yang dimaksud antara lain Hamzah (calon DPD Bangka Belitung), Hj Lucianty (Sumatera Selatan), dan Ririn Rosyana (Kalimantan Tengah).