Johan Cruyff Pasti Bangga Melihat Ajax Saat Ini
Mendiang Johan Cruyff (1947-2016), legenda Ajax Amsterdam dan Belanda, pasti bangga melihat penampilan skuad Ajax sekarang. Kendati kalah 1-2 pada laga melawan Real Madrid di Stadion Johan Cruyff Arena, Amsterdam, Belanda, pemain muda Ajax menampilkan permainan menyerang dan menekan kepada juara tiga edisi terakhir Liga Champions itu pada laga pertama babak 16 besar.
Pelatih Ajax Erik Ten Hag menurunkan skuad muda saat menghadapi pemegang 13 trofi Liga Champions, Madrid, pada Kamis (14/2/2019) dini hari WIB. Tujuh pemain mula dan satu pemain pengganti berusia tidak lebih dari 25 tahun.
Mereka adalah sang kapten berposisi bek tengah, Matthijs de Ligt (19), kiper Andre Onana (22), bek sayap Noussair Mazraoui (21), gelandang Frenkie de Jong (21), dan Donny van de Beek (21), serta penyerang sayap David Neres (21) dan Hakim Ziyech (25). Satu pemain pengganti, yaitu penyerang tengah Kasper Dolberg (21).
Baca juga: Talenta Ajax Unjuk Gigi
Ajax tampil terbuka sejak menit pertama. Pada babak pertama, Ajax beberapa kali hampir membobol gawang tim asuhan Santiago Solari. Namun, mereka kurang beruntung. Peluang terbesar dihasilkan dari aksi solo Dusan Tadic pada menit ke-25. Sayangnya, tendangan kaki kirinya membentur tiang gawang.
Johan Cryuff Arena bergemuruh pada menit ke-37. Bek sayap tuan rumah Nicolas Tagliafico mencetak gol sundulan, memanfaatkan kemelut sepak pojok. Akan tetapi, gol itu dianulir wasit Damir Skomina asal Slovenia setelah melihat asisten wasit video (video assistant referee/VAR).
Dalam rekaman ulang terlihat keputusan cukup kontroversial. Sebab, pemain yang off-side adalah Tadic, sedangkan dia tidak aktif mengejar bola. Meskipun demikian, wasit memutuskan Tadic off-side karena menghalangi posisi kiper Madrid Thibaut Courtois.
Lantaran terlalu fokus menyerang, Ajax kecolongan lewat serangan balik penyerang muda Madrid, Vinicius Junior. Vinicius membongkar sisi kanan pertahanan Ajax dan memberi umpan manis kepada Karim Benzema. Benzema dengan tenang mencetak gol lewat tendangan keras ke sudut gawang pada menit ke-60. Tuan rumah tertinggal 0-1.
Tak mau menyerah, Ziyech membalas 15 menit kemudian lewat sambaran kaki kiri setelah menerima umpan silang dari Neres. Courtois tidak mampu menahan tendangan keras mendatar itu.
Empat menit menjelang bubar, Ajax kembali kecolongan lewat serangan balik. Kali ini, Marco Asensio menyontek bola ke gawang dengan memanfaatkan umpan silang Dani Carvajal.
Gol ini pun kontroversial. Sebelum gol, De Jong dijatuhkan oleh Lucas Vazquez. Melihat kejadian itu, wasit membiarkan dan meneruskan laga. Setelah gol, permintaan De Jong memeriksa VAR ditolak wasit.
Hasil tidak adil harus ditelan tim dari negeri ”Kincir Angin” tersebut. Mereka bermain agresif sepanjang laga. Bahkan ketika kehilangan bola, De Ligt dan rekan-rekan langsung menekan lini tengah lawan. Hal itu memaksa ”Los Blancos” lebih banyak menunggu dan memanfaatkan serangan balik. Selama laga itu, Ajax membuat 19 tendangan, sedangkan Madrid hanya 11 tendangan.
”Sebagai tim, kami bermain sangat bagus. Terlalu buruk ketika gol kami harus dibatalkan. Mungkin keputusan seperti itu mudah sekali dibuat untuk menguntungkan tim besar,” keluh De Jong.
Sebagai tim, kami bermain sangat bagus. Terlalu buruk ketika gol kami harus dibatalkan. Mungkin keputusan seperti itu mudah sekali dibuat untuk menguntungkan tim besar.
Kekuatan pemuda Ajax diakui Courtois. ”Mereka tim yang sangat energik. Mereka menekan kami terus-menerus dan terus memegang bola. Jadi sangat sulit bagi kami untuk bisa berkembang,” ucap mantan kiper Chelsea itu.
Ajax masih berkesempatan lolos ke perempat final Liga Champions. Mereka masih menyisakan satu leg di markas Madrid, Stadion Santiago Bernabeu. Meski sulit karena minimal unggul selisih dua gol, peluang tim berseragam putih dan merah itu masih terbuka dengan penampilan meyakinkan malam tadi. Apalagi, pada leg kedua, Sergio Ramos tidak bisa tampil karena akumulasi kartu.
Masa depan
Cryuff yang menginovasi kehadiran total football bersama pelatihnya, Rinus Michels, merupakan pencinta permainan indah. Mantan pemain dan Pelatih Ajax juga Barcelona itu amat menyukai permainan terbuka dengan terus menekan dan memegang bola sebanyak mungkin.
Baca juga: ”Total Football” yang Bikin Kalang Kabut
Dalam wawancara bersama The Guardian pada 2014, Cruyff bercerita tentang filosofinya. ”Saya selalu suka mengontrol permainan. Ketika saya tidak mengontrol, apa yang saya lakukan? Saya akan berusaha sekeras mungkin menekan lawan dan mendapatkannya. Paling penting adalah saya harus mendapatkan bola,” ucapnya.
Saya selalu suka mengontrol permainan. Ketika saya tidak mengontrol, apa yang saya lakukan? Saya akan berusaha sekeras mungkin menekan lawan dan mendapatkannya. Paling penting adalah saya harus mendapatkan bola.
Warisan filosofi itu kembali hadir lagi di Ajax setelah Erik ten Hag mulai melatih sejak Desember 2017. Direktur Teknik Ajax Edwin van der Sar memahami kebutuhan mantan klubnya untuk kembali berjaya seperti pada abad ke-20.
Untuk itu, Van der Sar memilih Erik yang merupakan mantan Pelatih Bayern Muenchen II (2013-2015). Pada saat melatih tim kedua Muenchen, Erik banyak belajar filosofi dari pelatih tim utama Muenchen, Pep Guardiola. Adapun filosofi Guardiola saat ini berasal dari Cryuff. Dia merupakan anak asuh Cryuff di Barcelona selama enam tahun.
Filosofi itu didukung dengan pemain muda bertalenta. Terbukti, musim ini untuk pertama kali Ajax masuk ke babak 16 besar. Terakhir kali itu terjadi adalah pada 13 tahun yang lalu.
Baca juga: Penyebab Cruyff Absen di Argentina
Talenta muda Ajax berpotensi mengulangi kisah sukses klub tersebut pada era 1995. Saat itu, Ajax menjuarai Liga Champions bersama bakat terbaik yang saat itu juga masih muda, seperti Van der Sar, Patrick Kluivert, Clarence Seedorf, Edgar Davids, dan Marc Overmars, serta de Boer bersaudara, Frank dan Ronald. (AFP/REUTERS)