Ocasio-Cortez, Si Pendatang Baru Kongres dan Pengkritik Trump
Kongres Amerika Serikat ke-116 mencatat sejarah pada awal tahun ini. Kongres, yang terdiri dari Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, kini memiliki anggota yang paling beragam berdasarkan jenis kelamin, ras, dan etnis.
Dari para anggota terpilih, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Partai Demokrat Alexandria Ocasio-Cortez (29) ini merupakan salah satu pendatang baru yang mencuri perhatian. Ocasio-Cortez menjadi anggota perempuan termuda dalam sejarah dari daerah pemilihan New York Distrik ke-14. Sosoknya juga disegani, termasuk pandangan dan kicauannya yang mengkritisi kebijakan publik Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Ocasio-Cortez lahir di Bronx, New York, pada 13 Oktober 1989. Dikutip dari situs resmi ocasio2018.com, Ocasio-Cortez berasal dari keluarga kelas pekerja. Ayahnya memiliki bisnis kecil di Bronx Selatan. Ibunya, yang berasal Puerto Rico, bekerja sebagai asisten rumah tangga.
Sejak kecil, Ocasio-Cortez tidak asing dengan berbagai masalah ekonomi dan sosial yang mendera keluarganya. Pada 2008, ayahnya meninggal karena kanker ketika ia masih kuliah.
Krisis keuangan pun mendera keluarganya. Ocasio-Cortez harus memiliki dua pekerjaan, sebagai bartender dan pelayan, untuk membantu menghidupi keluarganya.
Krisis keuangan pun mendera keluarganya. Ocasio-Cortez harus memiliki dua pekerjaan, sebagai bartender dan pelayan, untuk membantu menghidupi keluarganya.
Pada 2011, Ocasio-Cortez meraih gelar di bidang ekonomi dan hubungan internasional di Boston University, AS. Pengalamannya dalam pemerintahan dimulai ketika magang untuk mendiang Senator Ted Kennedy. Di situ, ia bertugas menangani urusan luar negeri dan kasus imigrasi.
Berdasarkan pengalaman hidupnya, Ocasio-Cortez mulai menyadari masih banyak masalah yang perlu diselesaikan. Masalah ketersediaan pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan, pendidikan tinggi gratis, imigrasi, dan reformasi sistem peradilan pidana masih menjadi momok bagi masyarakat sekitarnya.
Pada Juni 2018, Ocasio-Cortez berhasil mengalahkan calon dari Partai Demokrat, Joe Crowley dalam pemilihan utama. Sedangkan dalam pemilihan umum, ia mengalahkan calon dari Partai Republik Anthony Pappas
Tidak mulus
Ketika terpilih sebagai anggota DPR, jalan yang dilalui Ocasio-Cortez tidak serta merta mulus. Setelah disumpah pada 3 Januari 2019, sebuah video yang menunjukkannya berdansa pada masa kuliah beredar. Video diedarkan sebuah akun anonim di Twitter untuk mempermalukan Ocasio-Cortez.
Baca juga: Bangkitnya Perempuan AS
Namun, upaya itu gagal. Video tersebut justru menarik dukungan dari para pembuat kebijakan liberal di media sosial.
Ocasio-Cortez kemudian mengunggah sebuah video singkat baru di Twitter. Ia berdansa menggunakan lagu “War” oleh Edwin Starr. “Saya dengar anggota Republik berpikir perempuan yang berdansa itu memalukan. Tunggu sampai mereka tahu bahwa anggota kongres perempuan juga berdansa! Selamat berakhir pekan” tuturnya dalam akun @AOC pada 5 Januari 2019.
Kritik Trump
Ocasio-Cortez termasuk politikus yang vokal menyuarakan pendapatnya dalam rapat kongres, media massa, dan media sosial. Ia terkenal sebagai anggota kongres yang rajin mengkritik kebijakan yang diambil Trump.
Ia menentang kebijakan Trump untuk membangun tembok perbatasan antara AS dan Mexico. Tembok itu bertujuan untuk menahan imigran masuk ke wilayah AS.
“Mengapa ini menjadi kontroversi ketika kami mengatakan anak-anak imigran meninggal di bawah pengawasan pemerintah dan tidak ada akuntabilitas? Republik seharusnya tidak menambah anggaran. Masyarakat perlu sadar, Trump tidak membangun tembok. Tetapi, kamp penahanan untuk anak-anak,” ucap Ocasio-Cortez.
Mengapa ini menjadi kontroversi ketika kami mengatakan anak-anak imigran meninggal di bawah pengawasan pemerintah dan tidak ada akuntabilitas? Masyarakat perlu sadar, Trump tidak membangun tembok. Tetapi, kamp penahanan untuk anak-anak.
Ocasio-Cortez kembali menjadi pembicaraan dalam beberapa hari terakhir. Sebuah video rapat kongres pada awal Februari 2019 menunjukkan Ocasio-Cortez membahas kampanye keuangan yang dapat dilakukan seorang anggota Kongres.
Dalam video itu, ia bertanya, apakah sebagai anggota kongres ia dapat berkampanye didanai sepenuhnya dari komite aksi politik (political action committees/PACs). PACs terdiri dari berbagai organisasi yang mengumpulkan kontribusi kampanye dari anggota dan menyumbangkan dana tersebut untuk kampanye, inisiatif pemungutan suara, atau undang-undang.
Ketika Kongres menjawab ia bisa, Ocasio-Cortez menanyakan apakah mampu menggunakan dana dari PACs untuk memberikan pembayaran diam-diam untuk terpilih. Atau, ketika terpilih, ia dapat membuat undang-undang yang membantu pendonornya dan bahkan membeli saham dari mereka untuk mencari untung dari peraturan yang dibuat sendiri.
Para ahli yang berada di dalam sidang menyatakan ia mampu melakukan hal tersebut. Ocasio-Cortez menekankan kondisi itu menunjukkan kelemahan besar dalam fundamental hukum AS yang memudahkan terjadinya praktik korupsi.
“Hukum AS melegalkan saya untuk dapat menjadi orang \'jahat\' di Kongres. Jadi, ini akan lebih mudah bagi Presiden AS untuk menjadi orang jahat,” kata Ocasio-Cortez.
Hukum AS melegalkan saya untuk dapat menjadi orang jahat di Kongres. Jadi, ini akan lebih mudah bagi Presiden AS untuk menjadi orang jahat.
Ocasia-Cortez juga kerap menyuarakan kritik dan pendapatnya melalui kicauan-kicuannya di Twitter. Termasuk ketika terjadi unjuk rasa guru terbesar 30 tahun terakhir di Los Angeles, Amerika Serikat pada pertengahan Januari 2019.
Lebih dari 30.000 guru di Los Angeles (LA), Amerika Serikat menuntut kenaikan upah dan kualitas pendidikan. Tuntutan itu disampaikan melalui demonstrasi yang digelar di depan Balai Kota Los Angeles, Senin (14/1/2019) waktu setempat. Aksi ini dihadiri guru yang kerja di sistem sekolah negeri terbesar nomor dua di AS bernama Los Angeles Unified School District atau LAUSD.
”Sangat bangga dengan guru di Los Angeles karena (berani) mengambil sikap. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dari demokrasi Amerika. Hari (Senin) ini mereka memberikan segalanya sehingga anak-anak bangsa kita dapat memiliki kesempatan yang lebih baik,” tulis anggota Kongres New York Alexandria Ocasio-Cortez, dalam akun Twitter-nya.
Baca juga: Demonstrasi Guru Terbesar 30 Tahun Terakhir Terjadi di LA
Editor Current Affairs, Nathan Robinson, dalam opininya "Who\'s afraid of Alexandria Ocasio-Cortez?" di The Guardian, menyebut, Ocasio-Cortez merupakan perwakilan bagi setiap orang yang ingin menanggapi berbagai pernyataan yang disampaikan Trump. Robinson menyebut politikus Demokrat khawatir dengan cuitan dan kritik publik yang disampaikan Ocasio Cortez.
Dalam opini itu, Robinson menilai, Ocasio-Cortez telah menggunakan Twitter dengan sangat ahli untuk mengarahkan percakapan politik nasional. Robinson mengutip juga sebuah artikel Politico yang membandingkan teknik ngetwit Ocasio-Cortez dengan Trump.
Trump telah lama menggunakan Twitter-nya untuk membuat media menyuarakan tentang berbagai hal yang ingin disampaikannya. Demokrat tidak memiliki kendali atas langkah Trump yang kerap menggunakan Twitter-nya itu. Demokrat telah lama gagal mengimbangi Trump.
"Dalam sosok Ocasio-Cortez kita akhirnya melihat seperti apa rasanya orang kiri mengambil alih kendali untuk mulai berbicara tentang apa yang ingin kita bicarakan dari berbagai omong kosong yang dikeluarkan Trump," tulis Robinson (The Guardian, 15 Januari 2019).
Kritik Ocasio-Cortez terhadap Trump itu merupakan salah satu seruan politiknya saat menjadi kandidat anggota Kongres. Pada 28 Juni 2018, Ocasio-Cortez menyatakan akan mendukung pemakzulan Trump atas pelanggaran klausul gratifikasi.
"Kita perlu menegaskan bahwa tidak satu orang pun berada di atas hukum," kata Ocasio-Cortez.
Alexandria Ocasio-Cortez datang membawa angin baru bagi kongres. Meskipun adalah anggota termuda, ia tidak pantang untuk menyuarakan hal yang ia yakini benar. (Reuters/AFP)