Caleg Bekas Napi Korupsi Terbanyak dari Partai Hanura
Oleh
PRADIPTA PANDU/SATRIO WISANGGENI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum mengumumkan 32 calon anggota legislatif tambahan yang berstatus sebagai bekas narapidana kasus korupsi. Jika dijumlah dari data sebelumnya, caleg bekas terpidana kasus korupsi terbanyak berasal dari Partai Hati Nurani Rakyat.
Berdasarkan total data tambahan yang dirilis KPU pada Selasa (19/2/2019) dan data sebelumnya, Partai Hanura mengajukan caleg bekas terpidana kasus korupsi sebanyak 11 orang di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Selain Hanura, partai lain yang juga mengajukan caleg bekas terpidana korupsi terbanyak berasal dari Partai Golkar (10 caleg), Partai Demokrat (10 caleg), dan Partai Berkarya (7 caleg).
Ketua KPU Arief Budiman saat konferensi pers di Media Center KPU, Jakarta, Selasa (19/2/2019), menyampaikan, total tambahan caleg bekas terpidana korupsi berjumlah 32 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 7 caleg di tingkat DPRD provinsi dan 25 caleg di tingkat DPRD kabupaten/kota. Adapun untuk tingkat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan DPR tidak ada tambahan caleg bekas terpidana korupsi.
Rincian tambahan caleg bekas terpidana kasus korupsi tersebut adalah PKB (2 caleg), PDI Perjuangan (1 caleg), Partai Golkar (2 caleg), Partai Berkarya (3 caleg), PKS (1 caleg), Partai Perindo (2 caleg), PPP (3 caleg), PAN (2 caleg), Partai Hanura (6 caleg), Partai Demokrat (6 caleg), PBB (2 caleg), dan PKPI (2 caleg).
Sebelumnya, pada 30 Januari lalu, KPU telah mengumumkan 49 nama caleg bekas narapidana kasus korupsi yang terdiri dari 9 caleg DPD, 16 caleg DPRD provinsi, dan 24 caleg DPRD kab/kota. Mereka berasal dari 12 partai politik dari total 16 partai peserta Pemilu 2019.
Rincian caleg bekas terpidana kasus korupsi yang diumumkan pada 30 Januari antara lain Partai Gerindra (6 caleg), PDI Perjuangan (1 caleg), Golkar (8 caleg), Garuda (2 caleg), Berkarya (4 caleg), PKS (1 caleg), Partai Perindo (2 caleg), PAN (4 caleg), Partai Hanura (5 caleg), Partai Demokrat (4 caleg), PBB (1 caleg), dan PKPI (2 caleg).
Sementara itu, caleg DPD yang berstatus bekas terpidana korupsi berasal dari Aceh (1 caleg), Sumatera Utara (1 caleg), Bangka Belitung (1 caleg), Sumatera Selatan (1 caleg), Kalimantan Tengah (1 caleg), Sulawesi Tenggara (3 caleg), dan Sulawesi Utara (1 caleg).
Dengan demikian, total caleg bekas terpidana kasus korupsi yang maju pada Pemilu 2019 adalah 81 orang, yang terdiri dari 9 caleg DPD, 23 caleg DPRD provinsi, dan 49 caleg DPRD kab/kota. Adapun partai yang tidak memiliki caleg bekas terpidana kasus korupsi adalah Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Arief menjelaskan, sampai saat ini daftar 81 caleg tersebut kemungkinan menjadi data terakhir yang dirilis KPU karena belum ada masukan lagi dari berbagai pihak. Data tersebut juga nantinya akan segera diunggah ke situs resmi KPU sehingga publik bisa melihat dengan lebih detail.
”Dalam regulasi yang kami buat, KPU hanya merancang caleg mantan terpidana korupsi tersebut akan diumumkan di laman KPU. Sementara yang diumumkan di TPS (tempat pemungutan suara) itu adalah caleg yang sudah dinyatakan tidak memenuhi syarat, misalnya meninggal dunia,” ujarnya.
Tidak ambil langkah
Sekretaris Jenderal Partai Hanura Herry Lontung Siregar menuturkan, dirinya belum mendapat pemberitahuan resmi dari KPU terkait temuan tersebut. Namun, dia menyatakan bahwa Hanura tidak akan mengambil langkah khusus terkait caleg-caleg bekas terpidana korupsi tersebut.
Herry mengatakan, pihaknya juga tidak akan mengeluarkan pengumuman tertentu agar mencegah caleg-caleg bekas terpidana korupsi tersebut terpilih. ”Masalah pencalonan, kan, sudah selesai. Kami hanya mengikuti apa yang menjadi aturan main KPU,” ucap Herry singkat saat dihubungi.
Di sisi lain ada desakan dari kelompok masyarakat sipil kepada KPU untuk juga memasang pengumuman terkait caleg koruptor di setiap TPS. Menanggapi hal itu, Herry menegaskan, pihaknya pun tidak akan menentang rencana tersebut apabila KPU benar-benar akan menerapkannya secara adil kepada semua partai.
Sekjen PSI Raja Juli Antoni mengatakan, proses perekrutan bakal caleg yang transparan dan melibatkan panel ahli yang independen serta masukan dari publik membuat PSI dapat mencegah bekas koruptor maju sebagai caleg. PSI menggunakan tim panel ahli di setiap jenjang pencalonan, baik DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota untuk menyeleksi para caleg.
”Di tingkat pusat panel ahli yang menyeleksi beranggotakan Mahfud MD, Bibit Samad, Mari Elka Pangestu, dan Hamdi Muluk. Ini adalah proses yang transparan dari awal sehingga kami bebas dari mantan terpidana korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual,” ujar Antoni.
Antoni berharap partai politik dapat membuka diri dan menggunakan sistem seleksi yang terbuka serta melibatkan masyarakat. ”Dengan menjadi partai publik di mana tokoh masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses penyeleksian itu, saya kira, ini sebuah sistem yang bisa terus disempurnakan dan bisa diikuti,” ujarnya.