JAKARTA, KOMPAS — Komunitas teater Pandora untuk pertama kalinya mementaskan drama tentang kondisi perpolitikan saat ini dengan jenaka, Minggu (24/2/2019), di Balai Sarwono, Cilandak Timur, Jakarta Selatan. Drama yang berjudul Suto Mencari Jabatan ini menjadikan dua orang yang sedang bertarung dalam pemilihan presiden menjadi satu tokoh.
”Intinya, kami ingin menyampaikan pesan bahwa politik itu cuma sesaat. Jadi, jangan sampai merusak pertemanan. Dengan pementasan ini, kami juga mengajak penonton yang sebagian besar anak muda agar mereka harus pintar, jangan mau dipecah belah, dan bahwa politik itu dapat dinikmati secara gembira karena banyak lelucon dan keluguan terjadi di belakangnya,” kata sutradara Suto Mencari Jabatan atauSumenjab, Yoga Muhammad, Minggu malam.
Tujuan utama pementasan ini agar penonton yang sebagian besar pemuda dapat berpikir tentang pilihan pemimpin mereka. Bahwa kedua kandidat yang sekarang ini dinilai hampir menjadi kultus pada dasarnya adalah manusia biasa yang memiliki kelebihan dan juga kekurangan masing-masing.
Dalam pementasan Sumenjab, beberapa masalah dikritik, antara lain mengenai kekuasaan, jabatan, dan kepentingan yang kini sedang hangat dibicarakan dalam menyambut pesta demokrasi. Tokoh utama dalam pementasan ini adalah Suto Sambiloto yang diperankan oleh Bagus Ade Saputra.
Suto merupakan calon pemimpin di desa imajiner, Desa Krompyang. Dalam dunia nyata, Suto merupakan wujud gabungan dari dua pasang calon presiden dan wakil presiden yang sedang bertarung saat ini.
Menjelang hari pemilihan, Suto yang baik dan lugu terus mendapat tekanan dari keluarga dan tim sukarelawan pendukungnya. Keluarganya yang terbiasa hidup sederhana mulai tergoda untuk hidup secara berlebihan. Misalnya saja anaknya, Anto, yang diperankan oleh Rangga Rhandika. Anto meminta sepeda motor baru, padahal mereka telah memiliki empat motor.
Suto menolak permintaan itu. Akan tetapi, istrinya, Ani Nuraini, yang diperankan Rani Hartono, malah menyindir gaya hidup Suto. ”Jangan terlalu idealis, Mas! Nanti kamu dipenjara seperti Mandela dan Gandhi,” kata Ani dalam pementasan.
Sementara itu, ketua sukarelawan pendukung Suto, Burhan, yang diperankan Iqbal Fahreza, juga menekan Suto. Burhan mengatakan bahwa Suto harus menang dengan berbagai cara, termasuk dengan menyebarkan berita miring dan pencitraan berlebihan melalui media.
Selanjutnya, sosok dalang yang diperankan Ravi Septian datang bersama orang gila bernama Bolok Sibonggol yang diperankan RI Sihombing sebagai rakyat kecil yang tidak memiliki kepentingan apa-apa. Namun, mereka selalu dipusingkan dengan urusan politik yang sebenarnya tidak mereka pahami. Oleh karena itu, sang dalang mengingatkan Suto untuk selalu mawas diri dan berpihak kepada rakyat.
Mendengar nasihat itu, Suto pun memutuskan untuk membubarkan tim sukarelawannya. Sayangnya, di akhir cerita, justru dalang yang mengajukan diri menjadi ketua sukarelawan Suto dan Bolok yang gila menjadi sekretaris jenderalnya. ”Ini tim sukarelawan gila!” teriak Suto di akhir pentas.
Mengusung konsep pertunjukan rakyat dengan adaptasi gaya ludruk dan lenong, Pandora berharap penonton dapat santai menikmati pertunjukan politik yang selama ini dinilai kaku dan serius. Jadi, penonton tidak hanya terhibur, tetapi juga teredukasi.
Pertama
Acara ini menjadi pementasan pertama Pandora menggunakan gaya pertunjukan yang mengadaptasi seni ludruk dan lenong. Selain itu, pementasan ini juga menjadi guyonan politik pertama yang disajikan Pandora.
Biasanya mereka menyajikan pertunjukan realis, keseharian masyarakat, penyakit mental, dan keluarga. Namun, momentum politik yang panas membuat mereka berani mengambil tema ini.
”Tetapi, kami tetap ingin berada di tengah. Untuk melihat di sisi si A perlu ada sesuatu yang kami ubah. Si B juga begitu,” kata sutradara, Yoga.
Merasa sukses menarik gelak tawa penonton, Pandora kembali akan membuat pertunjukan tentang politik. Drama ini akan dipentaskan sebelum pemilihan umum pada April 2019 mendatang. (SITA NURAZMI MAKKHRUFAH)