NUSA DUA, KOMPAS - Tahun pilitik bagi sejumlah negara anggota ASEAN tidak menjadi hambatan penyelesaian perundingan perjanjian kerja sama Kemitraan Ekonomi Regional Komprehensif atau RCEP. Indonesia bersama 15 negara yang tergabung dalam perundingan itu menargetkan RCEP selesai tahun ini.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, tahun ini akan lebih banyak pertemuan intersesi khususnya bagi Kelompok Kerja/Sub Kelompok Kerja/Satuan Tugas. Pertemuan itu bertujuan mempercepat penyelesaian RCEP.
“Tahun 2019 merupakan tahun politik bagi sebagian negara peserta RCEP seperti Thailand, Australia, India, dan Indonesia. Namun, seluruh negara peserta harus melanjutkan komitmennya untuk mencapai target penyelesaian tahun ini,” kata Iman di Nusa Dua, Bali, seperti dikutip Kompas dalam siaran pers Senin (25/2/2019).
Tahun 2019 merupakan tahun politik bagi sebagian negara peserta RCEP seperti Thailand, Australia, India, dan Indonesia. Namun, seluruh negara peserta harus melanjutkan komitmennya untuk mencapai target penyelesaian tahun ini.
Perundingan RCEP di Bali yang berlangsung pada 19-28 Februari 2019 merupakan perundingan putaran ke-25. Perundingan itu dihadiri 16 negara anggota yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Singapura, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, Vietnam, Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
Beberapa isu yang masih dinegosiasikan dalam putaran perundingan itu antara lain adalah perdagangan barang, aturan asal barang, perdagangan jasa, investasi, perdagangan elektronik, kekayaan intelektual, isu hukum dan institusional, jasa keuangan, jasa telekomunikasi, dan pengamanan perdagangan.
Perundingan tersebut akan menjadi bekal dan dasar pembahasan pertemuan intersesi para menteri anggota RCEP. Pertemuan intersesi itu akan digelar di Siem Reap, Kamboja, pada Maret 2019.
Sebelumnya, para menteri yang tergabung dalam RCEP menargetkan RCEP selesai pada 2018. Target itu tidak dapat terlaksana karena beberapa hambatan dan tantangan.
Hal itu, misalnya, menyangkut isu atau ambisi dari negosiasi kerja sama yang lain yang terbawa dalam negosiasi RCEP. Perubahan pimpinan nasional atau menteri terkadang juga memperlambat proses negosiasi.
Selain itu, ada juga tantangan yang sifatnya lebih teknis, misalnya tidak semua negara yang tergabung dalam perjanjian perdagangan bebas ASEAN (FTA) memiliki hubungan bilateral yang sama dengan negara lain di luar ASEAN FTA. Persoalan itu harus terlebih dahulu dicarikan solusinya (Kompas, 7/2/2019)
Iman, yang juga Ketua Komite Perunding (Trade Negotiating Committee/TNC) RCEP, mengemukakan, RCEP merupakan perundingan yang monumental bagi Indonesia, sebab Indonesia merupakan negara penggagas. Jika pakta perdagangan bebas itu terwujud, maka akan menciptakan salah satu blok ekonomi terbesar di dunia.
Tumbuh signifikan
Cakupannya bisa mencapai sepertiga perekonomian dunia atau setengah dari populasi global. Perekonomian negara-negara yang tergabung dalam RCEP itu diprediksi akan tumbuh signifikan dan bersama-sama menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia.
“Dengan ditandatanganinya perjanjian, Indonesia akan mendapatkan manfaat, yakni peningkatan akses pasar, investasi, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam rantai pasok kawasan yang berujung pada peningkatan ekspor yang sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia,” kata Iman.
Kementerian Perdagangan mencatat, RCEP diharapkan menjadi blok kerja sama ekonomi terbesar yang meliputi 3,5 miliar populasi dunia. Kekuatan produk domestik bruto yang melibatkan 16 negara itu sebesar 22,4 triliun dolar AS.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menilai, meskipun berpotensi menimbulkan dampak luas bagi masyarakat, perundingan itu dilakukan secara tertutup. Konsultasi dengan parlemen sangat minim dan masyarakat sipil tidak dilibatkan dalam perundingan itu.
Padahal beberapa poin perjanjian perlu dikritisi karena menyangkut persoalan publik. Poin-poin itu antara lain menyangkut privatisasi layanan publik, akses terhadap obat murah, dan kedaulatan petani terhadap benih.
"Peluang dan perlindungan terhadap investasi juga akan semakin terbuka, terutama di wilayah pesisir. Pembangunan pariwisata dan infrastruktur oleh investor asing berpotensi menggusur masyarakat pesisir," kata dia.
Saat ini, lanjut Rachmi, IGJ bersama perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Ekonomi berada di Nusa Dua. Mereka sedang berupaya bertemu dengan negosiator RCEP agar dapat menyampaikan aspirasi dalam perundingan itu.