HANOI, KOMPAS —Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, di Hanoi, Vietnam, Rabu (27/2/2019). Trump menyatakan, pihaknya akan terus mendesak Korea Utara untuk melucuti program nuklirnya, yang diistilahkan dengan denuklirisasi.
Trump dan Kim berjabat tangan sambil menunjukkan senyum singkat di depan bendera AS dan Korut yang ditampilkan berjajar di Hotel Metropole. Ini merupakan pertemuan resmi kedua antara Trump dan Kim setelah pertemuan mereka di Singapura, Juni tahun lalu. Pertemuan berlangsung selama 20 menit dan dilanjutkan dengan jamuan makan malam pada pukul 18.30.
Sejak pagi hari hingga sore, penjagaan di semua sudut di sekitar hotel yang berada di pusat kota Hanoi itu sangat ketat. Titik terdekat yang dapat diakses oleh wartawan adalah persimpangan Jalan Ngo Quyen dan Jalan Trang Tien, sekitar 80 meter dari pintu masuk hotel.
Kepada media, Trump menyatakan keyakinannya bahwa pembicaraan dengan Kim kali ini akan sangat sukses. Ketika ditanya, apakah dirinya akan beralih dari permintaan denuklirisasi Korut, Trump menyatakan, ”Tidak.” Ketika ditanya lebih lanjut tentang kemungkinan pertemuan berbuah deklarasi berakhirnya Perang Korea, ia menjawab, ”Kita akan lihat kemungkinan itu.”
Dalam pertemuan di Singapura, tahun lalu, Trump dan Kim berjanji untuk mewujudkan denuklirisasi dan perdamaian permanen di Semenanjung Korea.
Namun, saat itu belum jelas langkah-langkah konkret yang disepakati untuk melaksanakan denuklirisasi. Korut dan Korea Selatan secara teknis masih berstatus perang sejak konflik 1950-1953. Dalam perang ini, AS mendukung Korsel. Perang itu berakhir dengan gencatan senjata, bukan melalui sebuah perjanjian damai.
”Saya pikir, pertemuan pertama (dengan Kim) sukses besar dan saya pikir yang ini, semoga, akan sama atau lebih besar daripada yang pertama,” tutur Trump.
Ia juga menyatakan, sebuah kehormatan dapat bertemu kembali dengan Kim. Tidak lupa, Trump menekankan ”peluang ekonomi” untuk Korut guna mendorong Kim agar bersedia melucuti senjata nuklir negaranya.
Sementara berbicara melalui seorang penerjemah, Kim merasa yakin akan mencapai hasil luar biasa selama pertemuan puncak itu, yang disambut positif semua orang.
Beberapa hari menjelang pertemuan, Trump dinilai menunjukkan sikap lebih fleksibel terhadap Korut. Ia, misalnya, menyatakan tak mau terburu-buru untuk mengunci kesepakatan denuklirisasi. Ia mengulurkan prospek pelonggaran sanksi bagi Korut jika negara itu melakukan sesuatu yang mampu meyakinkan Washington. Sikap ini dinilai pengkritik Trump sebagai tanda-tanda kegoyahan Trump dalam program denuklirisasi lengkap Korut. Hal itu dinilai bisa berisiko.
Selama tiga hari menjelang pertemuan Trump dengan Kim, langit Hanoi nyaris selalu mendung. Suhu udara rata-rata mencapai 18 derajat celsius. Namun, di tengah suasana yang tampak murung itu, ada optimisme dari berbagai kalangan bahwa pertemuan Trump-Kim kali ini akan menghasilkan kesepakatan yang lebih substantif dibandingkan dengan pertemuan pertama di Singapura.
Dijadwalkan, rangkaian pertemuan Trump-Kim akan berlanjut pada Kamis (28/2) ini. Kemungkinan, pertemuan akan digelar di Wisma Negara. Namun, lokasi lain yang disebutkan akan digunakan adalah Hotel Metropole.
Suami-istri asal San Fransisco, AS, Larry dan Kim, mengaku optimistis pada pertemuan itu. ”Meskipun kami bukan pendukung Trump, apa pun yang dapat dilakukan untuk isu perdamaian adalah satu langkah yang baik,” kata Larry.
Menurut dia, Trump akan mencoba mengambil kesempatan itu untuk menunjukkan dirinya. ”Jika pertemuan tidak membawa kemajuan, hal itu akan buruk bagi Trump,” kata Larry.
Seorang diplomat senior yang memperhatikan isu tersebut berpendapat, pertemuan kedua antara Kim dan Trump ditunggu banyak pihak. Menurut dia, keduanya akan mengambil langkah maju dibandingkan dengan apa yang terjadi di Singapura. ”Tentu mereka tidak akan mengulang apa yang telah dicapai di Singapura. Maka, saya optimistis pertemuan kedua akan menghasilkan sesuatu yang lebih substansial dan konkret,” kata diplomat itu. Menurut dia, jika tak dihasilkan langkah maju, komunitas global akan kecewa.
Terkait dengan pertemuan kedua antara Trump dan Kim, Duta Besar Indonesia di Hanoi Ibnu Hadi mengapresiasinya. Ia memuji pencapaian Vietnam yang menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi itu. Sebagai bagian dari ASEAN dan Asia—walaupun pencapaian itu diambil secara individu negara—apa yang dicapai Vietnam merupakan kebanggaan bagi kawasan. ”Hal itu menambah tingkat kepercayaan dunia internasional, tak hanya ekonomi, tetapi juga politik. Itu bagus untuk kita di kawasan,” kata Ibnu Hadi.
Ia optimistis, pertemuan kedua akan menghasilkan langkah maju dan hal itu membuka kesempatan bagi negara-negara di kawasan. (AP/AFP/REUTERS/BEN)