Warga Rumah Susun Kurangi Pasokan Sampah ke Bantargebang
Oleh
Andy Riza Hidayat
·3 menit baca
Berbagai inisiatif dilakukan warga untuk mengurangi pasokan sampah ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Salah satunya adalah mengolah sampah rumah tangga secara mandiri. Cara inilah yang dilakukan warga yang tinggal di Rumah Susun Bambu Larangan, Kelurahan Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat.
Koordinator Kebersihan Lingkungan Rumah Susun (Rusun) Bambu Larangan, Wahyudin, mengatakan, sudah empat bulan ini pengolahan sampah mandiri berjalan. Warga yang semula apatis mulai berpartisipasi dalam pengolahan sampah.
”Sering kali sampah di Bantargebang dibiarkan menggunung karena tidak dapat diolah lagi,” kata Wahyudin, Kamis (7/3/2019).
Empat bulan terakhir, warga rusun memulai kebiasaan baru, yaitu memilah sampah plastik dan sampah organik secara terpisah. Untuk sampah organik, warga mengolahnya menjadi pupuk kompos cair. Sekitar empat atau lima hari sekali, sampah sisa bahan makanan itu dikumpulkan ke dalam tong komposter yang disediakan di setiap lantai rusun kemudian diberi cairan bioaktivator agar sampah berfermentasi.
Wahyudin menjelaskan, ada sekitar 30 liter hingga 50 liter pupuk kompos cair yang dihasilkan dari sampah bahan makanan setiap lantai rusun. Apabila dijual, 1 liter pupuk kompos dapat berharga sekitar Rp 10.000 hingga Rp 12.000.
”Walau belum dipasarkan secara komersial, jumlah 1 liter pupuk kompos cair ini sempat dibeli oleh produsen pupuk seharga Rp 10.000-an. Waktu itu pun dijual secara mendadak,” kata Wahyudin.
Sementara untuk sampah plastik, warga diajarkan untuk mengumpulkan sampah sesuai jenis plastik secara bersih dan rapi kepada bank sampah. Apabila terkumpul dengan bersih dan rapi, harga sampah plastik itu bisa naik hingga dua kali lipat.
Sebagai contoh, sampah gelas air minum kemasan yang harga normalnya Rp 3.000 per kilogram, dapat dihargai Rp 6.000 kilogram jika dalam kondisi bersih. Begitupun dengan botol plastik bekas minuman, harganya akan berbeda jika botol plastik dan tutup botolnya dipilah sendiri-sendiri serta dalam kondisi bersih.
Apriyani (40), salah seorang warga rusun, mendapat manfaat tambahan dari pengolahan sampah seperti itu. Meski tidak banyak, dia memperoleh uang tambahan untuk menopang kebutuhan sehari-hari. ”Ya, kalau dalam seminggu dapat 4 kilogram, saya pikir uangnya lumayan,” ucap Apriyani.
Wahyudin kembali menambahkan, cara ini sedikitnya bisa mengurangi setengah hasil sampah dari penghuni rusun. Pada Januari 2019, tercatat ada 817,67 kilogram pengurangan sampah dari muatan sampah rusun yang biasanya mencapai 2 ton dalam sebulan.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakarta Barat Edy Mulyanto menjelaskan, muatan sampah di Jakarta Barat setiap hari 1.300 ton. Dari jumlah itu, sekitar 60 persen sampah memang didominasi dari kalangan rumah tangga.
Edy mengatakan, selain Rusun Bambu Larangan, ada delapan wilayah di Jakarta Barat yang juga akan dibuatkan sistem penanganan sampah terpadu. Pengadaan sistem tersebut tahun ini bekerja sama dengan korporasi sebagai sponsor untuk membantu kanal pendanaan.
”Harapannya, warga dapat melibatkan diri dalam mengurangi volume sampah di kalangan rumah tangga. Kalau sampah dari rumah tangga mudah diolah, muatan sampah ke TPST Bantargebang juga bisa dikurangi,” kata Edy. (ADITYA DIVERANTA)