Bulog Dapat Serap Gabah dengan Fleksibilitas 10 Persen di Atas HPP
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menetapkan fleksibilitas harga pembelian pemerintah sebesar 10 persen bagi Perum Bulog untuk menyerap gabah dan beras dalam negeri. Apabila fleksibilitas itu tidak terpenuhi, pembelian dengan skema komersial dapat berlaku.
Fleksibilitas penyerapan itu dibahas dalam rapat koordinasi terbatas tentang pangan di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (18/3/2019).
Rapat itu dihadiri Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh, dan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik Yunita Rusanti.
Perum Bulog menyerap gabah dalam negeri dengan landasan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Adapun harga pembelian pemerintah (HPP) untuk menyerap gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dalam aturan itu sebesar Rp 3.700 per kilogram.
Dengan fleksibilitas 10 persen di atas HPP, Bulog dapat menyerap GKP di tingkat petani dengan harga Rp 4.070 per kg. ”Dengan fleksibilitas ini, kami optimistis dapat menyerap gabah dalam negeri untuk pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP),” kata Tri Wahyudi Saleh.
Badan Pusat Statistik menunjukkan, rata-rata nasional harga GKP di tingkat petani pada April dari tahun ke tahun semakin meningkat. Harga GKP pada April 2016 telah menyentuh Rp 4.262 per kg, April 2017 sebesar Rp 4.308 per kg, dan April 2018 sebesar Rp 4.757 per kg.
Sementara pada tahun ini, Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia memperkirakan, harga GKP di tingkat petani berkisar Rp 4.400-Rp 4.500 per kg di wilayah sentra-sentra produksi, termasuk di Pulau Jawa.
Menurut Agung Hendriadi, apabila Bulog masih sulit menyerap harga dengan fleksibilitas HPP sebesar 10 persen, Bulog dapat menggunakan skema komersial. Dengan skema komersial, Bulog dapat menyerap GKP di tingkat petani dengan harga yang berlaku saat itu.
Skema itu memungkinkan Bulog menyerap dengan harga di atas HPP. Hingga saat ini, penyerapan GKP dalam negeri untuk CBP masih sekitar 24.000 ton setara beras.
”Target serapan sepanjang 2019 sebesar 1,8 juta ton. Target ini masih bisa dikejar. Selama ini, harga yang ada di lapangan masih di atas HPP,” ucap Agung.
Secara umum, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, rapat koordinasi ini diadakan untuk melihat pengaruh kondisi iklim terhadap pangan nasional.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyatakan, monsun Australia menjadi pemicu musim kemarau datang lebih awal. Kondisi itu menyebabkan 25 persen zona musim di Indonesia diprediksi memasuki kemarau lebih awal.
Wilayah Bali dan Jawa akan memasuki musim kemarau pada April 2019, sedangkan sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi pada Mei. Kemudian hampir seluruh wilayah di Indonesia akan mengalami musim kemarau dominan pada Juni hingga Agustus mendatang.
Kondisi itu diperkirakan menyebabkan stok beras berkurang. Harga beras juga akan tinggi karena dipengaruhi tingginya harga GKP di tingkat petani. Jika harga gabah dan beras tinggi, Bulog akan kesulitan menyerap gabah petani untuk menambah stok beras.