OJK Perlu Aturan yang Lebih Menarik Bank Berkonsolidasi
JAKARTA, KOMPAS - Otoritas Jasa Keuangan dinilai perlu membuat aturan yang lebih mampu mendorong bank-bank berkonsolidasi. Sebab, sejak imbauan untuk berkonsolidasi dikeluarkan, upaya bank kecil melakukan penggabungan masih minim.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah bank di Indonesia mencapai 114 unit per Februari 2019. Dilihat dari ukuran modal, terdapat 5 bank kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV; 28 bank BUKU III; 59 bank BUKU II; serta 22 bank BUKU I.
Bank BUKU I memiliki modal kurang dari Rp 1 triliun, BUKU II Rp 1 triliun-Rp 5 triliun, BUKU III bermodal Rp 5 triliun-Rp 30 triliun, serta BUKU IV bermodal lebih dari Rp 30 triliun.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, Ryan Kiryanto mengatakan, jumlah bank dan kategori bank di Indonesia terlalu banyak. Pemerintah, OJK, Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) perlu merumuskan aturan yang bersifat instruktif dan imperatif agar bank segera berkonsolidasi.
“Aturan bisa dalam bentuk Peraturan OJK (PJK) sehingga lebih kuat. Aturan tersebut dapat mengatur secara teknis bagaimana bank berkonsolidasi lewat penggabungan atau akuisisi antar-bank,” tutur Ryan saat dihubungi di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Ryan melanjutkan, POJK tersebut juga dapat berisi insentif apa saja yang diterima bank yang ingin berkonsolidasi, seperti kemudahan buka kantor cabang dan membuat produk baru. Bank yang diimbau untuk berkonsolidasi tidak harus bank yang kurang sehat sebab keinginan konsolidasi bergantung dari keinginan para pemilik.
"Konsolidasi akan membuat jumlah bank akan berkurang. Tetapi, yang tersisa adalah bank-bank yang kuat, sehat, dan kompetitif di era persaingan terbuka dalam lingkup domestik dan regional," kata dia.
Pihak otoritas dapat mewajibkan aturan baru terkait batas minimal modal inti usaha bank. Misalnya, modal inti bank naik dari Rp 1 triliun menjadi minimal Rp 10 triliun.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menambahkan, OJK dapat mewajibkan aturan baru terkait batas minimal modal inti usaha bank. Misalnya, modal inti bank naik dari Rp 1 triliun menjadi minimal Rp 10 triliun.
Hambatan bank berkonsolidasi antara lain karena adanya perbedaan inti bisnis dan manajemen setelah konsolidasi. Bank besar sulit mengakuisisi bank kecil karena memiliki segmen pasar yang lebih besar dengan tingkat risiko lebih rendah, sementara target nasabah bank kecil sebaliknya.
“Sedangkan tantangan bank kecil untuk saling merger antara lain masalah pride kepemilikan dan mereka telah berada di zona nyaman,” kata Abdul.
Baca juga: Bank Besar Mantapkan Akuisisi
Dibandingkan negara lain, pendapatan bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi. Bank kecil tetap mendapat untung walaupun kapitalisasi pasar keuangan dan penyaluran kredit terbatas. Bank kecil dapat memeroleh laba dari sumber lain, seperti investasi di sertifikat BI (SBI).
Di sisi lain, lanjutnya, imbauan konsolidasi dapat membuat daya tawar pemegang saham bank kecil menguat. Saham bank-bank yang diincar untuk diakusisi memiliki potensi penguatan.
Sebagai contoh, mengutip risalah rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) PT Bank Dinar Indonesia Tbk, pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui penggabungan dengan PT Bank Oke Indonesia menjual saham sebesar Rp 390 per lembar. Harga ini lebih tinggi dari harga wajar hasil penilaian independen sebesar Rp 324 per lembar.
Baca juga: Momentum untuk Percepat Konsolidasi
OJK sebelumnya telah mengimbau agar bank, terutama bank kecil, melakukan konsolidasi. Penyaluran kredit dari bank BUKU I dan BUKU II tidak optimal sepanjang 2018 karena keterbatasan rasio kecukupan modal (CAR). Akibatnya, kontribusi bank kecil terhadap perekonomian Indonesia sangat minim.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, bank kecil harus memperkuat modal untuk meningkatkan daya saing. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mencari mitra strategis atau berkonsolidasi dengan bank besar.
Bank kecil harus memperkuat modal untuk meningkatkan daya saing. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mencari partner strategis atau berkonsolidasi dengan bank besar.
“Konsolidasi membuat bank mudah melakukan ekspansi, menambah jaringan, dan mengembangkan teknologi sehingga dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Sekar.
Adapun OJK sedang mengkaji ulang Peraturan OJK Nomor 39/POJK.03/2017 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia guna mendorong konsolidasi. Aturan ini sebelumnya menyatakan, konsolidasi bank hanya bisa dilakukan melalui merger.
Likuiditas
Ryan melanjutkan, jumlah bank yang mencapai ratusan membuat persaingan untuk menjaring dana pihak ketiga (DPK) dan menyalurkan kredit menjadi ketat. Alhasil, persebaran likuiditas antar-bank tidak merata.
Ada bank yang beroperasi dengan likuiditas yang kuat, cukup, ataupun kurang. Kondisi menghambat sejumlah bank untuk menyalurkan kredit dan melakukan ekspansi.
Baca juga: OJK Siapkan “Obat” untuk Longgarkan Likuiditas
Bank juga harus bersaing dengan pemerintah yang menyalurkan surat utang negara (SUN) dengan bunga di atas 8 persen. “Selain itu, bank harus bersaing dengan pasar modal untuk menggali dana masyarakat,” tuturnya.
Abdul menambahkan, khusus bank kecil, konsolidasi menjadi penting karena bank kecil kerap bermasalah dalam persoalan likuiditas. Bank kecil juga lebih cepat terdampak ketika terjadi krisis.