JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemberantasan korupsi tak bisa dilepaskan dari proses pemilu. Sebab, semua pemain politik lahir dari kontestasi lima tahunan tersebut. Oleh karena itu, proses pemilu perlu dijaga integritasnya agar mereka yang terpilih juga bisa dipertanggungjawabkan secara kualitas dan kapabilitas.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang seusai menghadiri kegiatan Pemilu Run 2019 di kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (7/4/2019), mengatakan, kejujuran menjadi kunci penting dalam proses pemilu. Itu dapat diwujudkan dengan tidak menerima iming-iming berupa uang atau bentuk lain agar memilih calon tertentu dan peserta pemilu pun tidak menggunakan cara yang lazim disebut politik uang tersebut.
”Memilihlah bukan karena Anda dibayar, tetapi cek track record (rekam jejak), siapa dia, apa yang pernah dia lakukan. Itulah pemilih yang berintegritas, jujur, dan bertanggung jawab,” ujar Saut.
Hadir pula dalam kegiatan itu Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman, Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan, dan Ketua Tim Pemantau Pemilu 2019 Komisi Nasional HAM Hairansyah.
Menurut Saut, kejujuran dalam proses pemilu sangat penting karena berkaitan erat dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebagai catatan, IPK Indonesia saat ini masih berada di peringkat ke-38. Ia melanjutkan, skor IPK Indonesia bisa terus ditingkatkan, salah satunya dengan menghindari politik uang.
”Partai politik, peserta pemilu, pemilih, proses pemilu, semua harus terbebas dari politik uang karena semua menentukan IPK kita. Itu kaitannya isu korupsi dengan demokrasi,” katanya.
Pekerjaan rumah
Abhan sepakat bahwa pemberantasan korupsi masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa. Oleh karena itu, persoalan ini tak bisa hanya dilihat dari sisi hilir, tetapi juga hulunya, yakni proses pemilu.
”Kalau proses politik pemilu ini dicederai oleh persoalan politik uang, tentunya yang akan terjadi adalah persoalan korupsi. Tak heran, kita sering mendengar OTT (operasi tangkap tangan) oleh KPK. Itu karena proses pemilu diawali dengan politik transaksional,” kata Abhan.
Ia pun menyatakan, dalam upaya pencegahan politik uang tersebut, pihaknya telah membentuk patroli pengawasan. Pengawasan akan diperketat pada masa tenang, yakni 14-16 April 2019. Namun, menurut Abhan, itu akan menjadi percuma kalau masyarakat tidak ikut bergerak menolak politik uang.
”Tentu (upaya) ini tak akan efektif kalau tak ada dukungan dan partisipasi dari seluruh pemilih. Harus ada gerakan berani tolak politik uang yang diikuti oleh semua pemilih. Kalau kita berani (tolak politik uang), pemilu ini bisa jujur,” tuturnya.
Arief Budiman juga berharap masyarakat bijak dalam memilih kandidat dalam Pemilu 2019. Menurut dia, pemilih yang berdaulat adalah pemilih yang jujur terhadap pilihannya, tanpa ada iming-iming apa pun, baik berupa janji-janji maupun uang.