Sebagian warga korban banjir di Bengkulu masih bertahan di pengungsian karena kondisi rumah yang belum memungkinkan untuk ditempati lagi. Mereka masih membutuhkan berbagai bantuan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
BENGKULU TENGAH, KOMPAS — Banjir di sejumlah daerah di Bengkulu sudah surut, Senin (29/4/2019). Namun, sebagian warga masih bertahan di pengungsian karena kondisi rumah yang belum memungkinkan untuk ditempati lagi. Warga pun masih membutuhkan berbagai bantuan sandang, pangan, dan papan.
Surutnya banjir antara lain terlihat di sejumlah wilayah di Kota Bengkulu. Berdasarkan pantauan, Senin, sejumlah ruas jalan yang sempat tertutup kini sudah dapat dilalui. Kondisi ini terjadi di Kelurahan Tanjung Jaya dan Tanjung Agung, Kecamatan Sungai Serut, Kota Bengkulu. Selain itu, banjir juga sudah surut di kawasan Bentiring, Kecamatan Muara Bangka Hulu, Kota Bengkulu.
Walau demikian, masih ada warga yang mengungsi karena rumahnya tidak bisa ditinggali lagi atau masih tergenang. Tuti Hidayati (36), warga Tanjung Jaya, Kecamatan Sungai Serut, mengatakan, dirinya baru bisa melihat kondisi rumah setelah jalan akses bisa dilalui. ”Hanya saja, saya belum bisa tinggal di rumah karena rumah masih terendam hingga 1 meter. Jaringan air bersih dan listrik juga belum pulih,” kata Tuti.
Kepala Bidang Tanggap Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu Syamsudin mengatakan, sejak Minggu (28/4) sore banjir mulai surut sehingga sejumlah pengungsi kembali ke rumah. Berdasarkan data terakhir, jumlah korban tewas akibat bencana banjir dan longsor itu mencapai 28 orang dengan korban hilang mencapai enam orang.
Berdasar data yang dihimpun, dari 12.000 jiwa pengungsi di sembilan kota/kabupaten di Bengkulu, sekitar 50 persen sudah kembali ke rumahnya. ”Ada yang tinggal di rumah saudara, ada yang memutuskan untuk kembali ke rumahnya,” kata Syamsudin.
Walau banjir sudah surut, warga yang terdampak masih membutuhkan bantuan berupa air bersih, makanan siap saji, pakaian, dan obat-obatan. Adapun di Bengkulu Tengah, di kawasan yang terdampak bencana paling parah, petugas gabungan terus melakukan evakuasi korban banjir dan longsor.
”Kalau dilihat dari dampaknya, bencana kali ini adalah yang terbesar dalam 30 tahun terakhir,” ungkap Syamsudin. Taksiran kerugian akibat bencana mencapai Rp 144 miliar, bertambah dari perkiraan sehari sebelumnya Rp 138 miliar.
Akibat bencana ini, lanjut Syamsudin, pemetaan kawasan rawan bencana pun berubah. ”Hampir semua kawasan di Bengkulu sekarang sudah rawan banjir. Hanya Kabupaten Muko-Muko yang tidak terdampak bencana,” ujarnya.
Bupati Bengkulu Tengah Ferry Ramli mengatakan, daerahnya merupakan kawasan yang terdampak paling parah dalam bencana ini. Dari 28 korban tewas di seluruh Bengkulu, sebanyak 21 korban berasal dari Bengkulu Tengah.
Ferry mengungkapkan, sampai saat ini ada dua kecamatan yang masih terisolasi karena jalan penghubung putus, yakni Kecamatan Pagar Jati dan Merigi Sakti. Karena besarnya skala bencana yang dialami Bengkulu Tengah, pihaknya tidak bisa menangani sendiri dan meminta bantuan dari pemerintah pusat.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Nopian Andusti mengatakan, Pemprov Bengkulu akan memetakan daerah rawan banjir dan longsor. Warga di beberapa kawasan langganan banjir akan direlokasi atau dilakukan penyesuaian. Saat ini, tim gabungan dari sejumlah instansi terus melakukan penilaian untuk mengantisipasi bencana pada masa mendatang.
”Ada beberapa wilayah yang selalu banjir setiap tahun. Kawasan inilah yang akan dipertimbangkan untuk relokasi atau penyesuaian di lingkunganya,” kata Nopian.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Edy Hermansyah menerangkan, kawasan Bengkulu Tengah memang yang paling terdampak karena kondisi geografis yang tergolong rawan. ”Jarak antara kawasan pegunungan dengan laut hanya 30 kilometer sehingga kondisi kawasan sangat curam,” ucapnya.
Selain banyak warganya yang menjadi korban bencana, Kabupaten Bengkulu Tengah juga mengalami kerusakan infrastruktur. Sejumlah sekolah juga ruang kelasnya tidak bisa digunakan lagi. ”Bangunan tersebut harus dihancurkan dan dibangun ulang karena kondisinya sudah membahayakan,” kata Edy.
Selain itu, ujar Edy, saat ini banyak warga yang kehilangan sumber penghidupan karena lahan perkebunan mereka rusak diterjang banjir dan longsor. Karena itu, dia berharap pemerintah pusat memberikan bantuan untuk memulihkan kembali perkebunan tersebut.
”Kalau (kebutuhan) logistik untuk satu minggu mungkin sudah cukup. Namun, yang terpenting adalah bagaimana mereka hidup setelah perkebunan mereka hancur,” kata Edy.