Ditjen Pemasyarakatan Akan Awasi Penggunaan Izin Setya Novanto
Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ade Kusmanto mengonfirmasi temuan masyarakat terkait keberadaan Novanto di sebuah restoran di kawasan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengonfirmasi bahwa narapidana korupsi, Setya Novanto, sedang izin berobat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Mereka akan mencari tahu jika ada penyalahgunaan izin yang dilakukan oleh salah satu narapidana perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik tersebut.
Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ade Kusmanto mengonfirmasi temuan masyarakat terkait keberadaan Novanto di sebuah restoran di kawasan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Menurut laporan yang diterima, Novanto harus berobat di luar Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, karena didiagnosis menderita aritmia (gangguan irama jantung), vertigo, dan sejumlah masalah kesehatan lainnya.
”Berdasarkan rujukan dokter Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, tanggal 26 Maret 2019, yang ditandatangani dr Susi Indrawati, pengobatan narapidana atas nama Setya Novanto dapat dilaksanakan di rumah sakit rujukan pemerintah. Pada 24 April 2019, dia diizinkan keluar (lapas) dan dikawal oleh pihak lapas dan kepolisian sesuai prosedur,” tuturnya kepada Kompas, Selasa (30/4/2019).
Ade mengatakan, rujukan terencana antar atau luar provinsi harus meminta persetujuan pelaksanaan rujukan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM setempat. Jika disetujui, pengawasan perlu dilakukan untuk menghindari adanya penyalahgunaan izin oleh narapidana.
”Ditjen Pas akan menindak tegas apabila ada penyalahgunaan izin berobat lanjutan Setya Novanto di RSPAD. Sementara untuk saat ini belum bisa diputuskan apakah yang bersangkutan menyalahgunakan haknya atau tidak,” ujarnya.
Menanggapi informasi tersebut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif berharap baik pihak warga binaan, seperti Novanto, dapat menjaga tata tertib. ”Kami berharap yang ada di lapas jalani hukuman dengan tertib. Kedua, tata kelola lapas lebih baik lagi,” katanya di Jakarta, kemarin.
Dalam putusan yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 24 April 2018, Novanto dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, pencabutan hak politik, dan kewajiban membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS atau setara Rp 101,98 miliar, dengan kurs saat itu yang berkisar Rp 13.900.