Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat meninggalkan kesan mendalam bagi pelari Kompas Tambora Challenge 2019 – Lintas Sumbawa 320K. Kawasan yang terletak di kaki Gunung Tambora menjadi saksi senyum dan tawa mereka di ujung lomba. Ajang lari terekstrem di Asia Tenggara ini berakhir manis dengan banyaknya pemecahan rekor dan kisah heroik peserta.
DOMPU, KOMPAS – Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat meninggalkan kesan mendalam bagi pelari Kompas Tambora Challenge 2019 – Lintas Sumbawa 320K. Kawasan yang terletak di kaki Gunung Tambora menjadi saksi kebahagiaan mereka di ujung lomba. Ajang lari terekstrem di Asia Tenggara ini berakhir manis dengan banyaknya pemecahan rekor dan kisah heroik peserta.
Perjalanan 55 pelari Lintas Sumbawa dari Poto Tano telah berakhir pada Sabtu (4/5/2019) di Doro Ncanga. Pertarungan fisik dan mental di rute ekstrem sepanjang 320 kilometer (km) itu menghasilkan empat juara yang memecahkan rekor di masing-masing kategori.
Hendra Siswanto, kampiun baru di individu putra, memecahkan rekor setelah finis 55 jam 56 menit. Pelari kelahiran Banyuwangi ini lebih cepat enam jam lebih dari rekor sebelumnya milik William Beanjay (62 jam 26 menit).
Kemenangan Hendra merupakan buah dari latihan terukurnya. Setelah gagal juara tahun lalu, dia membenahi pola berlatih dalam persiapan Lintas Sumbawa. “Saya berlari maraton (42 Km) di Monas setiap hari untuk simulasi berapa pace dan kebutuhan nutrisi,” ucap pelari yang memilki tiga anak ini.
Di indvidu putri, gelar juara kembali direbut Eni Rosita. Pelari berambut pendek ini mengukir sejarah pertama sebagai juara bertahan tiga tahun beruntun atau hattrick.
Meski sempat muntah-muntah 10 Km jelang finis, Eni membuktikan diri masih sebagai pelari putri tercepat di Lintas Sumbawa dengan catatan waktu 61 jam 52 menit. Dia mempertajam rekornya pada 2017 (63 jam 42 menit).
“Lintas Sumbawa memang terlihat ngeri bagi orang yang belum pernah mencobanya. Tetapi, kalau sudah nyoba, pasti selalu ingin kembali,” sebut Eni yang kecepatannya mampu menyaingi pelari-pelari putra.
Kebahagiaan dirasakan pasangan debutan Carla Felany dan Heroin Parulian, pelari relay atau estafet putri, yang menjadi juara dan memecahkan rekor baru (60 jam 43 menit). Begitu juga dari relay putra, kombinasi pelari veteran Oktavianus Quaasalmy dan pelari debutan Jumardi, menghasilkan gelar juara dan rekor baru (46 jam 13 menit).
Keempat jawara itu, bersama masing-masing pemenang kedua dan ketiga, diberikan hadiah pada acara seremoni sekaligus penutupan di Ndoro Canga pada Sabtu pukul 14.00 waktu Indonesia tengah. Tawa lepas tampak dari wajah-wajah para pemenang setelah menerima hadiah simbolis.
Kebahagiaan semakin lengkap ketika Direktur Lomba Lexi Rohi. Dia mengumumkan donasi yang terkumpul untuk korban gempa NTB sebesar Rp 44,512 juta. Donasi itu berasal dari jumlah waktu pelari yang berhasil finis dikalikan dengan Rp 32.000.
Di edisi kali ini, sebanyak 24 dari 55 pelari berhasil mencapai titik akhir. Selain masuk menjadi nama pelari yang memberikan donasi, para pelari yang berhasil menaklukkan rute ekstrem ini tetap diberikan penghargaan berupa jaket bertuliskan “finisher”.
"Teman-teman sudah memberikan yang terbaik, melakukan hal sesuai briefing. Mohon maaf jika ada sesuatu yang kurang dalam penyelenggaraan kali ini," kata Lexi.
Di sisi lain, pelari yang gagal finis tetap menikmati acara. Salah satunya Mila Marlina, pelari individu putri yang harus terhenti di Km 160 karena kehabisan waktu. Dia bersama rekan-rekan lain terlihat mengabadikan kisahnya dengan berfoto di area finis Lintas Sumbawa.
Acara seremoni dihadiri Bupati Dompu Bambang Yasin dan Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo. Bambang memuji penyelenggaraan Lintas Sumbawa edisi kelima. Dia bertekad akan terus membantu menyelenggarkan ajang serupa pada tahun-tahun berikutnya.
“Kita perlu bekerja lebih keras untuk membuat Lintas Sumbawa ini diikuti lebih banyak orang dari banyak negara. Kami akan bekerja sama Kompas mewujudkan itu,” ucap Bambang.
Budiman mengapresiasi tekad para pelari yang berhasil mewujudkan mimpinya. Untuk evaluasi penyelenggaraan, mantan Pemimpin Redaksi Harian Kompas itu meminta perbaikan akses komunikasi di wilayah Dompu. Adapun panitia dan media sulit mengabarkan ketatnya persaingan pelari karena jaringan telepon yang sangat terbatas.
“Ini semoga bisa diperhatikan ke depannya. Kami selalu punya prinsip. Hari ini harus lebih dari hari kemarin, hari besok harus lebih dari hari ini, dan tahun depan harus lebih baik dari tahun ini,” kata Budiman.