Bank besar lokal kesulitan mengakuisisi bank-bank kecil. Selain membutuhkan dana besar, mereka harus bersaing dengan bank asing yang juga tertarik melakukan akuisisi. Karena itu, bank besar lokal perlu mendapat kemudahan agar mereka dapat berkonsolidasi dengan bank kecil.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bank besar lokal kesulitan mengakuisisi bank-bank kecil. Selain membutuhkan dana besar, mereka harus bersaing dengan bank asing yang juga tertarik melakukan akuisisi. Karena itu, bank besar lokal perlu mendapat kemudahan agar mereka dapat berkonsolidasi dengan bank kecil.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Februari 2019, terdapat 114 unit bank umum konvensional dan syariah. Selama beberapa tahun terakhir, OJK telah mengimbau agar bank berkonsolidasi, baik melalui akuisisi ataupun penggabungan (merger), karena jumlah dinilai terlalu banyak.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan saat dihubungi di Jakarta, Senin (6/5/2019), mengatakan, proses konsolidasi bank merupakan langkah yang tidak mudah, terutama melalui akuisisi.
“Bank harus mencari bank yang akan diakuisisi dengan inti bisnis yang sama agar tidak merombak bisnis dan manajemen secara besar-besaran. Strategi itu dilakukan ketika PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) atau BRI mengakuisisi PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk karena sama-sama menyalurkan kredit untuk usaha kecil dan menengah,” kata Abdul.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, bank lokal menghadapi persaingan yang cukup ketat dengan bank asing dalam penawaran harga pembelian bank.
“Bank asing melihat kesempatan besar untuk membuka bank di Indonesia. Namun, perbedaan antara bank asing dengan bank lokal adalah mereka memiliki daya tawar yang lebih tinggi,” kata Jahja, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, daya tawar yang lebih tinggi muncul karena bank asing belum memiliki aset, seperti kantor cabang, branding dan jaringan, di Indonesia. Oleh karena itu, bank asing berani menawar bank kecil dengan harga tinggi sebesar 3-4 kali lipat dari penawaran bank lokal.
Sebaliknya, bank besar lokal memiliki berbagai pertimbangan ketika menawarkan harga pembelian bank kecil. BCA misalnya, bank ini memiliki penawaran harga berbeda terkait aset dalam bentuk kantor cabang karena memiliki kantor cabang di berbagai wilayah.
Sementara ini, BCA telah mengakuisisi satu bank kecil, yaitu PT Bank Royal Indonesia pada April 2019. Nilai transaksi akuisisi (tidak termasuk transaksi material) sebesar Rp 1 triliun. Namun, BCA masih mengeksplorasi fokus bisnis pengembangan bank pasca akuisisi.
Abdul melanjutkan, perlu ada kebijakan yang dapat memudahkan bank lokal dalam proses akuisisi bank kecil. “Sebagai contoh, dapat dibuat persyaratan bagi bank asing agar memiliki kantor cabang di daerah tertentu selama lima tahun sebelum mendapatkan hak melakukan akuisisi,” ujarnya.
Pihak otoritas perlu membuat kebijakan yang dapat memudahkan bank lokal dalam proses akuisisi.
Menurut dia, strategi ini dapat meredam serbuan bank asing ke dalam negeri. Bank asing tertarik masuk ke Indonesia karena pasar keuangan menawarkan marjin bunga bersih (NIM) yang tinggi.
Namun, Abdul menuturkan, kontribusi bank asing terhadap penyaluran kredit industri perbankan masih belum signifikan. Dalam Statistik Perbankan Indonesia pada Desember 2018, total penyaluran kredit bank umum sebesar Rp 5.358 triliun. Dari jumlah itu, sembilan bank asing yang terdaftar menyalurkan kredit sebesar Rp 258,59 triliun.