Komisi Pemilihan Umum meyakini seluruh tahapan rekapitulasi bisa tuntas dalam sisa waktu delapan hari atau sampai 22 Mei 2019 yang menjadi batas akhir penetapan perolehan hasil Pemilu 2019.
JAKARTA, KOMPAS — Rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019 di tingkat nasional hingga Selasa (14/5/2019) malam sudah tuntas di 18 provinsi dari total 34 provinsi di Indonesia. Komisi Pemilihan Umum meyakini seluruh tahapan rekapitulasi bisa tuntas dalam sisa waktu delapan hari atau sampai 22 Mei 2019 yang menjadi batas akhir penetapan perolehan hasil Pemilu 2019.
Hingga Selasa pukul 22.00, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI masih merekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019 dari Provinsi Sumatera Selatan. Sebelum itu, KPU sudah menuntaskan rekapitulasi di 18 provinsi, yakni Bali, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kalimantan Timur, Lampung, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Jambi, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Timur.
Hingga Selasa pukul 22.00, Komisi Pemilihan Umum RI masih merekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019 dari Provinsi Sumatera Selatan. Sebelum itu, KPU sudah menuntaskan rekapitulasi di 18 provinsi.
Data KPU RI, hasil rekapitulasi perolehan suara di 18 provinsi itu menunjukkan total suara sah untuk pemilihan presiden-wakil presiden 55.401.410. Dari jumlah itu, pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin mendapat 63,89 persen (35.398.158) dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat 36,11 persen (20.003.252).
Di tengah rekapitulasi penghitungan suara ini, Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Selasa (14/5/2019), menggelar acara di Jakarta. Dalam kesempatan itu, calon presiden Prabowo Subianto menegaskan, pihaknya berharap KPU menegakkan keadilan dan kebenaran dalam perhitungan suara Pemilihan Presiden 2019.
”Tetapi jelas sikap saya adalah menolak perhitungan yang curang,” katanya.
Terkait pernyataan itu, KPU RI mempersilakan peserta pemilu memanfaatkan momentum rapat pleno terbuka rekapitulasi nasional untuk menunjukkan data yang dimiliki yang dianggap berbeda.
Percepat rekapitulasi
Di tengah rekapitulasi nasional ini, masih ada provinsi yang belum tuntas merekapitulasi perolehan suara tingkat provinsi. KPU sudah memperpanjang waktu rekapitulasi di tingkat provinsi dari awalnya hingga 12 Mei menjadi sampai 15 Mei.
Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, meyakini, perpanjangan waktu rekapitulasi di tingkat provinsi selama tiga hari bisa makin mendorong daerah-daerah untuk mempercepat rekapitulasi. Saat ini tercatat dua daerah yang masih berusaha menyelesaikan rekapitulasi di tingkat daerah, yakni DKI Jakarta dan Papua.
”Provinsi yang besar-besar, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat sudah selesai,” kata Hasyim.
Selain rekapitulasi, persoalan administratif seperti tanda tangan berita acara, dan pencermatan data menjadi kegiatan yang memakan waktu lama. Oleh karena itu, percepatan rekapitulasi di daerah menjadi penting guna memenuhi amanat UU Pemilu yang mengatur paling lama hasil pemilu diumumkan 35 hari setelah pemungutan suara, atau pada 22 Mei 2019.
Hasyim mengatakan, dinamika setiap daerah berbeda-beda dalam melakukan rekapitulasi. Ada daerah yang cepat melakukan rekapitulasi karena jumlah daerah pemilihan sedikit atau cakupan wilayah dan DPT relatif kecil. Namun, ada pula yang memiliki dinamika lebih tinggi karena faktor DPT dan cakupan wilayah yang besar, seperti Jatim, Jateng, dan Jabar. Oleh karena itu, penyelesaian rekapitulasi tidak bisa digeneralisasi.
Terkait upaya percepatan rekapitulasi, KPU Papua menjemput paksa anggota KPU dari sejumlah kabupaten. Tujuannya untuk mempercepat tahapan rekapitulasi perhitungan suara untuk tingkat provinsi.
Keberatan saksi
Rekapitulasi perolehan suara pemilu untuk Jatim diwarnai sejumlah keberatan saksi dari Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Gerindra. Mereka keberatan dengan rekapitulasi di Kabupaten Bangkalan karena dinilai menghilangkan sejumlah perolehan suara.
Keberatan itu disampaikan di akhir pembacaan hasil rekapitulasi perolehan suara Jatim. Keberatan juga disampaikan saksi dari calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Nadjib Hamid, terkait dengan perubahan daftar pemilih tetap (DPT) yang dianggap telah dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dulu.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, pihaknya membuka diri terhadap kemungkinan laporan pelanggaran administratif dari para saksi yang merasa keberatan dengan hasil rekapitulasi.
Idealnya ketika rekapitulasi sudah sampai di tahap nasional, perbedaan data bisa diminimalisasi. Ini karena ketidaksinkronan data telah di konfrontasi berjenjang secara manual, yakni sejak di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi.
”Ada dua mekanisme yang bisa ditempuh, yakni melaporkan dugaan pelanggaran administratif ke Bawaslu, dan mengajukan sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Apabila memenuhi syarat laporan itu pasti kami tindak lanjuti,” tutur Abhan. (FLO/SEM)