Kecermatan Mantan Pemain Pinjaman Berbuah Trofi Coppa Italia
Simone Inzaghi menjadi aktor penentu kemenangan Lazio atas Atalanta pada partai final Coppa Italia, Kamis (16/5/2019), di Stadion Olimpico, Roma, dengan skor 2-0. Ia mampu membaca permainan dan mengambil keputusan penting yang mengubah jalan pertandingan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
ROMA, KAMIS — Simone Inzaghi menjadi aktor penentu kemenangan Lazio atas Atalanta pada partai final Coppa Italia, Kamis (16/5/2019), di Stadion Olimpico, Roma, dengan skor 2-0. Ia mampu membaca permainan dan mengambil keputusan penting yang mengubah jalan pertandingan.
Nama Simone Inzaghi memang tidak setenar kakaknya, Filippo Inzaghi, yang memiliki segudang prestasi. Filippo dikenal piawai mencetak gol mudah karena pintar mencari posisi yang tepat, seperti yang diungkapkan legenda Belanda Johan Cruyff yang dikutip dari FourFourTwo. ”Sesungguhnya dia (Filippo) tidak bisa bermain sepak bola sama sekali. Dia hanya selalu berada di posisi yang tepat,” ujar Cruyff.
Dihimpun dari Transfermarkt.com, Filippo mampu mencetak sebanyak 275 gol untuk klub dan 25 untuk tim nasional Italia. Jumlah tersebut sangat jauh di atas Simone yang hanya mampu mencetak 73 gol untuk klub dan belum pernah mencetak gol untuk tim nasional Italia senior.
Filippo juga mampu menjadi andalan bagi tim yang dibelanya, seperti Juventus dan AC Milan, sedangkan Simone hanya menjadi pemain yang akrab dipinjamkan ke klub lain. Ia hanya membela Piacenza yang menjadi klub kampung halamannya dan Lazio secara permanen.
Akan tetapi, prestasi tersebut berbanding terbalik ketika mereka berkarier sebagai manajer. Sejak diangkat menjadi manajer permanen pada 8 Juli 2016 di Lazio, Simone mampu menyumbangkan satu kali Piala Super Italia dan Coppa Italia (Piala Italia). Sang kakak hanya sempat mencicipi setahun menjadi manajer AC Milan. Setelah dipecat, ia pun hanya melatih klub medioker, seperti Venezia dan Bologna.
Prestasi cemerlang Simone sebagai pelatih tak lepas dari kepiawaiannya dalam membaca situasi. Terakhir, dalam pertandingan final Coppa Italia saat melawan Atalanta, Simone mengambil keputusan cermat.
Seluruh pergantian pemain yang ia lakukan berbuah manis. Ia mengganti penyerang andalannya, Ciro Immobile, dengan penyerang asal Ekuador, Felipe Caicedo. Selain itu, ia memasukkan Sergej Milinkovic-Savic yang lama tidak memperkuat Lazio karena cedera untuk menggantikan Luis Alberto. Di sisi lain, ia tetap mempertahankan Joaquin Correa yang lebih sering memainkan bola daripada mengoper kepada teman.
Savic mampu menjadi pembeda dengan mencetak gol melalui sundulan kepalanya setelah memanfaatkan umpan tendangan penjuru dari Lucas Leiva. Pada gol kedua, melalui serangan balik cepat, Caicedo mampu memberikan umpan matang kepada Correa. Gelandang asal Argentina tersebut menggunakan kemampuan individunya untuk mengelabui dua pemain belakang dan kiper Atalanta.
Simone pun memuji pemain cadangan yang ia masukkan. ”Saya memberi tahu para pemain bahwa kadang mereka turun dari bangku cadangan lebih penting daripada 11 pemain awal. Saya puas karena kami memiliki penampilan luar biasa di Coppa Italia ini,” ujarnya.
Keputusan penting Simone tersebut tidak lepas dari pengalamannya menjadi pemain. Gaya permainannya yang mirip dengan sang kakak membutuhkan intuisi yang kuat dan kecermatan dalam mengambil keputusan.
Seperti yang terlihat ketika ia memborong empat gol ke gawang Olympique Marseille pada Liga Champions pada 14 Maret 2000. Keempat gol tersebut tercipta dengan mudah karena Simone berada pada posisi yang tepat. Ia seperti tahu kapan dan di mana bola tersebut akan menghampirinya.
Walaupun terkesan mudah dan seperti kata Cruyff, mereka tidak dapat bermain bola, tetapi pada kenyataannya belum ada penyerang secermat Inzaghi bersaudara. Mereka terlihat lemah, tetapi naluri mencetak gol mereka mematikan.
Masa depan
Persembahan gelar ketujuh ini menjadi angin segar bagi Simone yang dikabarkan akan didepak Presiden Lazio Claudio Lotito. Sang presiden menyalahkan Simone yang gagal membawa Lazio finis di empat besar.
Hingga pekan ke-36, Lazio hanya menduduki peringkat kedelapan dengan raihan 58 poin. Dengan dua pertandingan sisa, peluang Lazio menduduki peringkat empat besar sudah tertutup karena berjarak 7 poin dengan Atalanta di peringkat ke-4. Meskipun demikian, Lazio berhak mengikuti Liga Europa sebagai bonus setelah menjuarai Coppa Italia.
Dengan perolehan gelar ini, Lotito pun melunak. Ia mengatakan kepada Lazio Syle Channel dan Rai Sport, gelar Coppa Italia penting karena menjadi trofi kelima selama ia menjabat sebagai Presiden Lazio dan memberikan jaminan lolos ke Liga Europa.
Ia pun memuji kinerja Simone. ”Kami tidak pernah meragukan Inzaghi (Simone). Ia muncul setelah beberapa kekalahan. Dia seperti anak adopsi bagi saya,” ujar Lotito.
Lotito mengaku bahwa dirinya yang membawa Simone dari yunior ke senior. Simone dianggap mampu melakukan segalanya dengan baik sebagai manajer tim senior. Ia menganggap penyebab kegagalan Lazio di Liga Italia Serie A karena banyaknya pemain yang cedera.
Jika menengok pernyataan Lotito beberapa bulan lalu yang menyatakan ingin memperbaiki fasilitas dan manajemen Lazio, seharusnya Simone dipertahankan. Simone telah lama menjadi pemain Lazio dan mengetahui seluk-beluk tim dari yunior hingga senior.
Simone pun enggan berkomentar lebih jauh terkait masa depannya di Lazio. Ia menyatakan telah menjadi keluarga Lazio sejak 1999 sebagai pemain dan berlanjut menjadi pelatih.
Ia mengakui, banyak kritik terhadap dirinya pada musim ini. Untuk dapat menyelesaikan spekulasi yang ada, Simone akan membicarakannya dengan Direktur Olahraga Igli Tare dan Lotito. (REUTERS)