Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan ancaman kepada Iran. Sikap keras ini bagian dari tekanan AS agar Iran menghentikan program pengembangan nuklirnya. Kendati demikian, Iran meyakini perang AS-Iran tidak akan terjadi.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan ancaman kepada Iran. Sikap keras ini bagian dari tekanan AS agar Iran menghentikan program pengembangan nuklirnya. Kendati demikian, Iran meyakini perang AS-Iran tidak akan terjadi.
Melalui cuitan di Twitter, Trump menyatakan agar Iran tidak lagi menggertak AS. ”Jika Iran ingin bertarung, ini akan menjadi akhir resmi Iran. Jangan pernah mengancam AS lagi!” kata Trump, Minggu (19/5/2019).
Washington telah mengirim beragam sinyal kepada Iran selama beberapa hari terakhir. Meskipun demikian, berbagai media AS melaporkan, kabinet Trump masih memiliki pandangan yang berbeda mengenai seberapa jauh AS dapat mengancam Iran.
Sejumlah anggota kabinet diketahui menolak saran Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton untuk bertindak agresif kepada Iran. Bahkan, Trump juga menyebutkan bahwa dirinya harus melunakkan sejumlah pandangan Bolton.
Tensi panas antara Washington dan Teheran kembali memuncak setelah AS mundur dari kesepakatan nuklir yang dibuat dengan Iran dengan enam negara (JCPOA). AS kemudian menambah sanksi ekonomi secara unilateral agar Iran mau berhenti mengembangkan program nuklir.
AS lalu mengirim sejumlah kekuatan militer, seperti kapal induk USS Abraham Lincoln, pengebom B-52, kapal serbu amfibi USS Arlington, dan sistem antirudal Patriot, ke Teluk Persia sebagai bukti keseriusan untuk melawan Iran.
Di tengah perseteruan AS-Iran, sejumlah insiden kecil terjadi. Empat tanker minyak diserang di dekat Pelabuhan Fujairah, sekitar Selat Hormuz, pada Minggu (12/5/2019). Tak lama, pesawat tanpa awak (drone) menyerang dua stasiun pompa minyak di jaringan pipa milik Aramco, perusahaan minyak terbesar asal Arab Saudi pada Selasa (14/5/2019).
Kemarin, sebuah roket ditembakkan menuju zona internasional Baghdad, Green Zone. Green Zone terdiri dari kantor pemerintahan dan kedutaan, termasuk dari AS. Serangan tersebut membuat AS memerintahkan staf diplomatik keluar dari Irak berdasarkan penilaian ada ancaman dari kelompok bersenjata Iran yang dibantu oleh pasukan dari Iran.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif berpendapat, perang antara AS dan Iran tidak akan terjadi. Teheran menolak perang dan tidak melihat prospek bahwa Iran dapat dikonfrontasi.
”Kami yakin tidak akan ada perang karena kami tidak menginginkannya, begitu pula ada pihak yang mengira mereka dapat mengonfrontasi Iran langsung di kawasan,” ujar Zarif dikutip dari kantor berita Iran, IRNA.
Sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani mengajak agar faksi-faksi politik bersatu menghadapi AS. Tegangan politik yang muncul dinyatakan sebagai tantangan yang lebih berat dibandingkan dengan masa perang dengan Irak pada 1980-an.
Saudi terlibat
Insiden penyerangan dua stasiun pompa minyak milik perusahaan minyak asal Arab Saudi, pekan lalu, membuat Saudi menuduh pemberontak Yaman yang terafiliasi dengan Iran sebagai penyerang. Saudi menuduh Teheran yang memerintahkan penyerangan untuk mengancam keamanan suplai minyak dan perekonomian global.
Saudi mengadakan pertemuan darurat regional untuk mendiskusikan tensi dan kemungkinan perang di Teluk Persia. Saudi menyatakan tidak menginginkan perang, tetapi siap untuk mempertahankan kedaulatannya.
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud mengundang negara-negara di kawasan Timur Tengah untuk bertemu di Mekkah pada 30 Mei 2019. Pertemuan akan membahas insiden yang terjadi dan dampak yang akan diterima. (Reuters/AFP)