Untuk memperluas akses masyarakat dalam memiliki rumah hunian, pemerintah memperluas basis aturan rumah sederhana yang dibebaskan dari kewajiban Pajak Pertambahan Nilai. Sayangnya, relaksasi ini menghadapi tantangan kuota rumah bersubsidi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk memperluas akses masyarakat dalam memiliki rumah hunian, pemerintah memperluas basis aturan rumah sederhana yang dibebaskan dari kewajiban Pajak Pertambahan Nilai. Sayangnya, relaksasi ini menghadapi tantangan kuota rumah bersubsidi.
Kementerian Keuangan baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.81/PMK.03/2019 tentang batasan rumah umum, asrama mahasiswa, pondok boro, dan perumahan lain yang penyerahannya dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Aturan tersebut melanjutkan aturan sebelumnya, PMK No.113/PMK.03/2014.
Dalam peraturan baru, batasan harga jual pembebasan PPN, yang sebelumnya pembagiannya didasarkan per 5 tahun, kini disederhanakan menjadi 2 tahun, yaitu 2019 dan 2020.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Junaidi Abdillah baru-baru ini menyampaikan, PMK baru itu lebih menguntungkan pengembang dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Namun, menurut Junaidi, pelaksanaan PMK sulit dilakukan dengan optimal jika kuota untuk rumah subsidi masih belum ditambah. Pasalnya, dengan keluarnya PMK ini, animo pembelian rumah bersubsidi dinilai akan semakin cepat.
”Tahun ini, ketersediaan (rumah bersubsidi) 168.000 unit, turun jumlahnya dari tahun lalu yang sampai 280.000 unit. Kalau tidak ditambah, PMK tidak akan terserap karena realisasinya akan sangat kecil,” ujarnya.
Pelaksanaan peraturan menteri keuangan sulit dilakukan dengan optimal jika kuota untuk rumah subsidi masih belum ditambah.
Managing Director PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi menuturkan, apabila pemerintah ingin memberikan insentif PPN 10 persen untuk pembelian rumah dengan harga di bawah Rp 200 juta, kontraktor yang membangun seharusnya diberikan insentif juga.
”Kontraktor yang membangun rumah sederhana dikenai PPN 10 persen, sedangkan kalau menjual ke konsumen tidak dikenai PPN. Ini malah menjadi biaya yang ditanggung kontraktor,” ujarnya.
Harun menuturkan, saat pengembang membangun rumah dengan pengenaan PPN, biaya tersebut dikompensasi kepada konsumen yang membeli dengan mengenakan PPN 10 persen. Namun, jika insentif tersebut hanya diberikan kepada pembeli, hal tersebut akan membebani pengembang.
Berdasarkan PMK terbaru, terdapat lima syarat yang harus dipenuhi atas kriteria rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yakni:
1. luas bangunan tidak melebihi 36 meter persegi;
2. harga jual tidak melebihi batasan harga jual, dengan ketentuan bahwa batasan harga jual didasarkan pada kombinasi zona dan tahun yang berkesesuaian sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini;
3. merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 tahun sejak dimiliki;
4. luas tanah tidak kurang dari 60 meter persegi; serta
5. perolehan didapatkan secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.