Rehat dalam Libur Panjang Lebaran
Hari Raya Idul Fitri menjadi momen yang ditunggu-tunggu bagi masyarakat Indonesia. Tak hanya bagi umat Islam yang merayakan, namun juga bagi masyarakat non-Muslim turut merasakan meriahnya persiapan jelang Lebaran. Selain geliat diskon dan promo jelang Hari Raya yang ditawarkan toko-toko, libur Lebaran menjadi hari libur bersama yang ditunggu-tunggu, khususnya bagi para pekerja.
Di Indonesia, sebagai negara dengan masyoritas umat Muslim sekaligus negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, libur Lebaran menjadi satu-satunya libur terpanjang yang diterima para pekerja. Terlebih, selain libur nasional, pemerintah Indonesia juga memberikan kesempatan cuti bersama Lebaran.
Libur lebaran di Indonesia terdiri dari libur nasional peringatan Hari Raya Idul Fitri ditambah hari libur cuti bersama yang diberikan pemerintah. Libur nasional peringatan Idul Fitri biasanya berlangsung selama dua hari sedangkan jumlah hari cuti bersama yang ditetapkan pemerintah dimulai antara empat hari sebelum Hari Raya Idul Fitri sampai empat hari setelah perayaan.
Tahun ini, jumlah cuti bersama Lebaran yang ditetapkan pemerintah adalah tiga hari yaitu pada tanggal 3,4, dan 7 Juni 2019. Jika ditambah dengan libur Idul Fitri yang jatuh pada 5 dan 6 Juni 2019 maka jumlah libur Idul Fitri yang diterima Aparatur Sipil Negara (ASN) dan para pekerja lainnya adalah lima hari.
Namun, hari libur Idul Fitri ini mulai dapat dinikmati sejak akhir pekan pada 1 Juni 2019 sampai akhir pekan berikutnya di tanggal 9 Juni 2019, sehingga total libur periode Lebaran tahun ini sebanyak 9 hari.
Jumlah tersebut tak sebanyak libur Lebaran tahun lalu. Pada 2018, total libur Lebaran yang dapat dinikmati masyarakat adalah 12 hari, termasuk hari akhir pekan. Sementara pada 2015,2016, dan 2017 total libur lebaran yang diterima adalah sebanyak 6 dan 10 hari.
Dalam lima tahun terakhir, rata-rata libur lebaran di Indonesia adalah 6,4 hari, hampir satu minggu. Jumlah tersebut adalah jumlah libur terpanjang dalam setahun. Tahun ini, total hari libur dan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah adalah 20 hari. Jika libur lebaran tahun 2019 adalah sebanyak lima hari, maka libur Lebaran mengambil 25 persen proporsi libur tahunan.
Macet
Tak hanya di Indonesia, sebagian besar negara Islam di dunia, pemerintah negara masing-masing memberikan waktu libur cukup panjang untuk memperingati hari Lebaran. Pada tahun 2018, Arab Saudi dan Qatar termasuk negara Islam yang memberikan waktu libur terpanjang saat Lebaran yaitu selama 10 dan 11 hari.
Di negara-negara lain, libur panjang biasa diberikan untuk memperingati perayaan tertentu. Di China, libur selama kurang lebih tujuh hari diberikan untuk memperingati Tahun Baru China atau Festival Musim Semi.
Di India, pada perayaan Diwali selama lima hari, masyarakat libur dari aktivitas pekerjaannya. Saat Idul Fitri di Indonesia, masyarakat berlibur sekaligus melakukan berbagai tradisi untuk merayakan Hari Kemenangan Idul Fitri.
Jajak pendapat Kompas mencatat, kegiatan yang paling sering dilakukan masyarakat saat Lebaran adalah berkumpul atau bersilaturahmi dengan keluarga, saudara, atau kerabat. Tidak hanya itu saja, ziarah ke makam, halalbihalal, berbagi uang “angpau”, takbir keliling juga dilakukan saat Lebaran.
Selain tradisi budaya dan upacara keagamaan yang harus dilakukan pada perayaan-perayaan tersebut, budaya berkumpul bersama keluarga menjadi salah satu alasan libur panjang diberikan saat itu. China saat Tahun Baru China, India saat Diwali, dan Indonesia saat Idul Fitri memiliki budaya pulang kampung. Di Indonesia, istilah pulang kampung untuk bersilaturahmi dengan keluarga disederhanakan dengan kata “mudik”.
Mudik saat libur Lebaran hampir dilakukan setiap orang yang bermigrasi ke daerah lain. Dengan demikian, jumlah pemudik setiap tahun pun tergolong sangat banyak. Di wilayah Jabodetabek saja, pada 2018 jumlah pemudik mencapai 14,9 juta orang.
Dengan padatnya jumlah pemudik dalam waktu libur Lebaran yang terbatas, menambah hari libur saat Lebaran menjadi salah satu cara pemerintah untuk mengatur arus lalu lintas. Tahun 2018, pemerintah menambah waktu cuti bersama selama tiga hari.
Baca juga: Produktivitas Kerja Berpotensi Terpengaruh
Salah satu alasan utama pemerintah terkait penambahan cuti bersama adalah untuk mengurai arus lalu lintas sebelum dan sesudah mudik. Arus mudik tidak akan menumpuk pada satu atau dua hari sehingga arus lalu-lintas masih tetap bisa mengalir, tidak terjadi kemacetan panjang.
Penambahan cuti bersama juga diharapkan dapat memberi lebih banyak waktu untuk berkumpul bersama kerabat atau keluarga yang berada di luar kota.
Kebijakan tersebut dinilai berpengaruh terhadap pola perjalanan pemudik. Terbukti, pada 2018, dengan libur Lebaran yang lebih panjang sekaligus libur Lebaran terlama dalam lima tahun terakhir, penyelenggaraan angkutan mudik Lebaran 2018 terbebas dari kemacetan panjang.
Produktivitas
Setidaknya setiap tahun, sekitar 4 juta Aparatur Sipil Negara (ASN) libur panjang saat Lebaran. Belum lagi jika ditambah karyawan swasta yang ikut merasakan libur Lebaran berdasarkan keputusan perusahaan masing-masing. Jika seluruh ASN dan pegawai atau karyawan berlibur saat lebaran, paling tidak 48,42 juta orang tidak bekerja dalam beberapa waktu saat periode Lebaran.
Dapat dibayangkan, banyaknya aktivitas pelayanan publik dan perekonomian yang terhenti sementara saat Libur Lebaran. Bagi pegawai dan karyawan, momen ini seolah menjadi pereda lelah dari rutinitas pekerjaan harian. Namun bagi pengusaha dan pemerintah, mereka harus mengatur dan mengejar target-target untuk menutup atau menggantikan pekerjaan yang ditinggal saat berlibur.
Permasalahan utama dalam isu banyaknya cuti bersama dan hari libur yang diterima para pekerja di Indonesia adalah produktivitas dan disiplin kerja. Tenaga kerja Indonesia cenderung memiliki produktivitas rendah sehingga apabila banyak hari libur yang diterima para pekerja maka pengusaha akan merasa rugi.
Dalam konteks ini, libur panjang berpotensi menurunkan produktivitas dan meningkatkan biaya produksi karena dunia usaha harus menambah jam lembur. Penambahan jam lembur diperlukan untuk mengejar target produksi agar tetap bisa diekspor tepat waktu.
Terlebih, tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia masih jauh di bawah negara-negara Asia lainnya. Dalam laporan Asian Productivity Organization (APO) 2017, Indonesia masih berada pada peringkat 11 dari 20 negara anggota APO. Tingkat produktivitas pekerja Indonesia (senilai 12,0 dollar AS) masih dua kali lipat di bawah Malaysia (senilai 24,9 dollar AS). Tingkat produktivitas tersebut dinilai dari PDB yang dihasilkan per jam kerja.
Karena produktivitas rendah, daya saing Indonesia turut terdampak. Dalam laporan The Global Competitiveness Report 2017- 2018, tingkat kompetensi pekerja Indonesia berada di urutan ke-4 dari sembilan negara ASEAN.
Selain itu, disiplin kerja pekerja Indonesia masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari kelompok pekerja ASN yang masih membolos beberapa hari setelah cuti bersama Lebaran habis. Pada 2017, dilaporkan sebanyak 818 ASN Provinsi DKI tidak hadir tanpa keterangan. Sementara di Sulawesi Utara, tahun lalu sebanyak 200 ASN diduga bolos dalam apel perdana setelah libur Lebaran.
Narasi kebijakan cuti bersama dan libur nasional di Indonesia harus dapat menjaga keseimbangan dengan produktivitas dan disiplin kerja. Banyak negara-negara lain yang memberikan hari libur lebih banyak kepada penduduknya. Di Asia Tenggara, Malaysia menjadi negara dengan libur nasional terbanyak yaitu 20 hari libur nasional.
Jumlah tersebut tentu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah hari libur nasional di Indonesia. Namun, meski masa liburannya lebih lama, produktivitas di negara tetangga tersebut tetap terjaga. (LITBANG KOMPAS)