Dampak Bahaya Balon Udara Liar Belum Sepenuhnya Dipahami
Penerbangan balon udara liar yang masih terjadi selama masa libur Lebaran tahun ini dinilai memprihatinkan. Balon udara yang diterbangkan di luar peraturan membahayakan aktivitas penerbangan udara. Penindakan tegas diperlukan agar kejadian itu tidak terus terjadi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Penerbangan balon udara liar yang masih terjadi selama masa libur Lebaran tahun ini dinilai memprihatinkan. Balon udara yang diterbangkan di luar peraturan membahayakan aktivitas penerbangan udara. Penindakan tegas diperlukan agar kejadian itu tidak terus terjadi.
Airnav Indonesia Cabang Yogyakarta, sejak 4-8 Juni, menerima 14 laporan dari pilot tentang adanya balon udara liar dalam lintasan penerbangan. Jumlah tersebut memang lebih sedikit dibandingkan tahun 2018, saat pada periode yang sama didapat 29 laporan. Terjadi penurunan sekitar 50 persen.
“Memang sudah turun cukup banyak. Namun, karena balon udara ini sangat mengganggu keselamatan penerbangan, maka seharusnya sosialisasi soal risiko dan bahaya balon udara liar terus dilakukan bekerja sama dengan aparat keamanan dan tokoh masyarakat,” kata General Manager Airnav Indonesia Cabang Yogyakarta Nono Sunariyadi, di Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta, Minggu (9/6/2019).
Balon udara liar itu berbahaya bagi aktivitas penerbangan karena bisa mematikan mesin pesawat jika balon itu tersedot ke dalamnya. Korban akan semakin banyak apabila pesawat itu nantinya jatuh di permukiman penduduk.
Menurut laporan, balon udara tersebut bisa terbang mencapai ketinggian 30.000 kaki. Sementara itu, ketinggian lintasan pesawat terbang berkisar 26.000-29.000 kaki pada jalur penerbangan dari Jakarta menuju Yogyakarta. Pada satu laporan terbangnya balon udara liar, pilot bisa menemukan 3-5 balon yang terbang liar.
Nono mengungkapkan, ada tradisi dari masyarakat yang setiap perayaan Lebaran menerbangkan balon udara, terutama di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Kondisi itu menyebabkan penerbangan balon udara liar masih terjadi. Belum semua masyarakat sadar terhadap risiko dan bahaya tindakan tersebut. Padahal, ada aturan yang sudah ditetapkan dalam penerbangan balon udara.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Balon Udara pada Kegiatan Budaya Masyarakat. Menurut peraturan itu, balon udara hanya diperbolehkan berdiameter maksimum 4 meter dengan tinggi 7 meter. Balon itu juga harus diikat dan diterbangkan dengan ketinggian maksimum 150 meter.
Nono menyatakan, pihaknya memfasilitasi keinginan masyarakat untuk menerbangkan balon udara dengan menggelar festival balon udara. Balon udara yang diterbangkan di festival tersebut tentu dengan ketentuan yang berlaku. Jika masyarakat memang ingin menerbangkan balon udara sendiri, hendaknya perlu mengurus perizinan dengan otoritas bandara setempat.
“Balon udara liar ini terbang tanpa izin. Padahal, harus ada izin ke otoritas bandara terlebih dahulu. Nanti pasti kami akomodasi,” kata Nono.
Kepala Sub Direktorat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, Rudi Richardo mengatakan, penindakan tegas harus dilakukan agar penerbangan balon udara liar tidak terus terulang. Ada ancaman hukuman pidana tiga tahun penjara untuk tindakan tersebut.
“Kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Baik di Polres Wonosobo maupun Polres yang banyak kejadian balon udara beroperasi agar memiliki persepsi sama untuk penegakan hukum,” kata Rudi.
Rudi mengharapkan, proses penegakan hukum atas pelanggaran terkait penerbangan balon liar itu bisa dilakukan secara tepat. Langkah hukum dinilai bisa menekan angka pelanggaran untuk tindakan serupa. Ada efek jera yang diberikan kepada pelaku jika jalur hukum ditempuh.