Lembaga Adat Gumi Sembahalun (LAGS) Desa Sembalun Bumbung, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat akan menggelar upacara adat Nyayu-Ayu pada 16-18 Juli mendatang. Upacara adat yang digelar di kawasan Gunung Rinjani itu, selain bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya, juga mendukung pengembangan pariwisata budaya dan religi di kawasan tersebut.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Lembaga Adat Gumi Sembahalun di Desa Sembalun Bumbung, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, akan menggelar upacara adat Ngayu-Ayu pada 16-18 Juli mendatang. Upacara adat di kawasan Gunung Rinjani itu, selain bertujuan melestarikan nilai-nilai budaya, juga mendukung pengembangan pariwisata budaya dan religi.
Sekretaris Panitia Upacara adat Ngayu-Ayu Mukhtar Sakra Mukti di Mataram, Kamis (4/7/2019) mengatakan, Ngayu-Ayu (berasal dari kata rahayu yang berarti memohon keselamatan), merupakan tradisi budaya masyarakat Sembahulun atau Sembalun. Diwariskan turun temurun sejak tahun 1800-an, semangatnya mengajarkan harmonisasi antara Tuhan, manusia, dan alam.
"Upacara ini juga sebagai momen pemersatu adat budaya masyarakat Gumi Sasak atau Lombok, serta mendukung pengembangan pariwisata budaya dan religi daerah," kata Mukhtar.
Oleh karena itu, selain prosesi ritual adat sesuai dengan pakem, menurut Mukhtar, upacara adat yang mengusung tema "Dari Rinjani Gumi Sambahulun untuk Merajut Persatuan dan Kesatuan Bangsa" itu juga akan menginisiasi lahirnya kesepakatan atau piagam. Kesepakatan itu akan ditandatangani pemangku adat dan raja-raja Se-Nusantara.
"Piagam itu merupakan wujud komitmen bersama membangun persatuan dan kesatuan dari persepektif masyarakat adat dan raja-raja se-Nusantara untuk Indonesia yang aman dan berkeadaban," kata Mukhtar.
Mukhtar memaparkan, selain pemangku dan masyarakat adat Gumi Sembahulun, akan hadir juga pemangku adat masyarakat pedalaman Lombok. Termasuk juga raja-raja Se-Nusantara, tokoh nasional, pemerintah provinsi dan kabupaten, budayawan dan tokoh masyarakat, serta media lokal hingga internasional.
"Selain undangan, upacara ini juga ditargetkan menyedot wisatawan . Kami perkirakan, total masyarakat yang hadir selama upacara ini mencapai ribuan orang," kata Mukhtar.
Kami perkirakan, total masyarakat yang hadir selama upacara ini mencapai ribuan orang
Menurut Mukhtar, upacara adat Ngayu-Ayu akan dipusatkan di Rumah adat Desa Sembalun Bumbung, sekitar 81 kilometer timur laut Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat. Sembalun Lawang bisa dijangkau menggunakan kendaraan roda dua atau roda tiga via Lombok Timur atau Lombok Utara.
Kepala Desa Sembalun Bumbung Sunardi mengatakan, puncak upacara akan berlangsung pada Kamis (18/7). Berbagai ritual, upacara-upacara, dan doa-doa akan berlangsung pada hari itu. Termasuk penumpahan air dari semua mata air di kali pusuk (hulu) sebagai simbol penyatuan bumi, air, hutan, dan alam lingkungan. Pengambilan air yang berasal dari 12 mata air itu dilakukan sehari sebelumnya atau pada Rabu (17/7). Sedangkan pada Selasa, kegiatan berupa hiburan rakyat.
"Sekarang masih dalam proses persiapan. Tetapi pada intinya, kami siap melaksanakan upacara ini," kata Sunardi.
"Piring pecah"
Menurut Mukhtar, meski bukan even pariwisata, tetapi Ngayu-Ayu diharapkan bisa menunjang sektor itu. Apalagi selama kegiatan, akan ada dokumentasi dari pihak Geopark Rinjani. "Video dokumentasi itu nantinya akan diputar khusus pada acara Simposium Jaringan Geopark Asia Pacific yang akan berlangsung di Sembalun pada September 2019.
Camat Sembalun Zaidar Rohman mengatakan, berbagai kegiatan yang diselenggarakan di Sembalun memang diharapkan bisa ikut berdampak pada sektor pariwisata di sana. Apalagi kegiatan pendakian Rinjani yang selama ini menjadi salah satu kegiatan penting di Sembalun, kembali dibuka.
Sebelumnya, pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menutup pendakian Rinjani pascagempa bumi yang mengguncang Lombok pada Juli 2018 lalu. Akhirnya, pendakian kembali dibuka pada Jumat (14/6) lalu.
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Mohammad Faozal mengatakan, sejak Rinjani ditutup pascagempa Agustus 2018, aktivitas pariwisata di kawasan Rinjani lesu. Dia mengibaratkannya seperti “piring pecah”. Sebab, selama ini, banyak pihak yang menggantungkan kehidupan dari pendakian Rinjani. Salah satunya porter atau orang yang dibayar untuk membawa barang milik pendaki saat mendaki. “Tidak mungkin kan kita paksakan para porter untuk berkebun,” kata Faozal.
Oleh karena itu, Faozal berharap, pembukaan jalur pendakian Rinjani dapat memulihkan sektor pariwisata setempat. Tidak hanya di kawasan Rinjani, tetapi juga pulau Lombok dan NTB.
“Saya berharap, semua pihak di kawasan Rinjani, baik di Sembalun maupun Senaru (Lombok Utara) bisa memanfaatkan restu dari pemerintah pusat ini sebaik-baiknya,” kata Faozal.