Kebakaran di Tanjung Taruna dan Tumbang Nusa Sudah Sebulan
Kebakaran hutan dan lahan gambut semakin sulit dikendalikan. Di Desa Tanjung Taruna dan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, kebakaran sudah terjadi selama satu bulan. Bahkan, sumur bor yang digunakan untuk pembasahan lahan pun ikut terbakar.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS — Kebakaran hutan dan lahan gambut semakin sulit dikendalikan. Di Desa Tanjung Taruna dan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, kebakaran sudah terjadi selama satu bulan. Bahkan, sumur bor yang digunakan untuk pembasahan lahan pun ikut terbakar.
Sebagian besar wilayah Desa Tanjung Taruna dan Tumbang Nusa merupakan rawa gambut dengan kedalaman 1 meter hingga 3 meter. Kebakaran ini, dari catatan Kompas, terjadi sejak Senin (1/7/2019) hingga saat ini.
Dari pantauan Kompas di Tanjung Taruna, kebakaran mulai mendekati permukiman desa. Bahkan, hingga jarak 500 meter, petugas terlihat kewalahan menghadapi amukan api.
”Kalau api yang di tengah-tengah itu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi, kami hanya bisa memadamkan yang di pinggir jalan,” kata Sekretaris Desa Tanjung Taruna Abdullah Unjung di Pulang Pisau, Rabu (31/7/2019).
Kalau api yang di tengah-tengah itu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi, kami hanya bisa memadamkan yang di pinggir jalan. (Abdullah Unjung)
Rabu siang, Abdullah dibantu belasan petugas dari TNI, Manggala Agni, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pulang Pisau, dan Masyarakat Peduli Api memadamkan api. Pemadaman dengan bantuan helikopter bom air dilakukan sejak Senin (29/7/2019). Helikopter itu hilir mudik di lokasi itu dan menjatuhkan ribuan ton air.
”Ini sudah satu bulan, awal kebakaran dari lokasi Tumbang Nusa sana apinya loncat sampai di sini,” kata Abdullah.
Meskipun parit-parit di sekitar lokasi kebakaran tidak kering, petugas tetap tidak mampu memadamkan api. Bahkan, beberapa sumur bor di lokasi ini tidak berfungsi karena terbakar api, seperti sumur bor nomor 172 yang dibuat pada 2017.
Sebelumnya, Deputi II Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut (BRG) Alue Dohong menjelaskan, wilayah Tanjung Taruna dan Tumbang Nusa merupakan kawasan gambut dalam. Di lokasi ini ketinggian muka air menurun hingga di bawah 80 sentimeter.
”Untuk pemeliharaan dan operasi karena sudah diserahkan kepada masyarakat, maka masyarakat yang harus mengoperasikannya,” ungkap Alue.
Sampai saat ini, di Kalimantan Tengah, kebakaran hutan dan lahan terus meluas. Sedikitnya 980,69 hektar lahan terbakar dengan total 308 kejadian kebakaran selama Juli 2019. Di Pulang Pisau, kebakaran terjadi di lahan 295,65 hektar lahan dengan jumlah 53 kejadian kebakaran.
Terbentur aturan
Di Tanjung Taruna, banyak sumur bor sudah dibuat, begitu juga program BRG lainnya. Karena itu, operasi penanganan kebakaran tidak bisa begitu saja dilaksanakan karena tidak memenuhi persyaratan.
Abdullah mengungkapkan, beberapa anggota Masyarakat Peduli Api di sekitar Tanjung Taruna tidak bisa bekerja terus karena upah harian mereka juga tidak bisa diberikan. Hal itu terjadi karena terbentur aturan operasi cepat penanganan kebakaran dari BRG.
”Kan, sudah pernah hujan. Aturannya tidak boleh hujan selama tujuh hari. Padahal, setelah hujan masih terbakar,” ungkap Abdullah.
Kepala Seksi Pengendalian Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng Merty Ilona menuturkan, anggaran yang ada dari BRG hanya bisa digunakan dalam kondisi tertentu. Beberapa kondisi itu adalah dalam waktu seminggu tidak turun hujan, ketinggian muka air tanah di bawah 0,4 meter, dan hanya berada di dalam peta indikatif gambut yang dibuat BRG.
”Itu totalnya tidak Rp 2,4 miliar. Tetapi, karena ada pemeliharaan dan ada pengembalian ke pusat, itu anggarannya menjadi Rp 700 juta saja. Itu pun sudah kami mulai kepada masyarakat untuk mencairkan itu sesuai kondisi. Sebab, tadi malam hujan, maka ditunda lagi,” kata Merty.
Merty menambahkan, anggaran bisa digunakan untuk membuat sumur bor di lokasi baru sesuai dengan peta indikatif BRG. Namun, itu tetap harus dilakukan oleh masyarakat.