”Keren! Bagus banget buat Jakarta kalau Bu Risma mau jadi Kepala Dinas Persampahan. Dinas Lingkungan Hidup bisa dipecah menjadi salah satunya Dinas Persampahan. Semoga beliau mau, kalau sudah lega dengan urusan anaknya”, cuit Marco Kusumawijaya di akun Twitter-nya, Rabu (31/7/2019).
Entah apa hubungannya antara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini soal sampah dan urusan anak di cuitan anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta itu. Yang jelas, hal itu segera dibalas akun Humas Pemerintah Kota Surabaya.
”Terkait tweet yang disampaikan oleh @mkusumawijaya ini, kami menyesalkan hal tersebut karena menyerang secara personal Wali Kota Surabaya”. Di pemberitaan malah berlanjut, pihak Humas Pemkot Surabaya mempelajari kemungkinan membawa kasus itu ke ranah hukum.
Seringkali orang berkicau di Twitter atau media sosial (medsos) lainnya ibarat melempar sampah. Banyak di antaranya yang menulis status, komentar, atau berkicau (tweet) di dunia maya lantas meninggalkannya. Melupakannya.
Banyak orang yang terbawa perasaan (baper) dengan isi kicauan atau komentar. Akan tetapi, selebihnya, ibarat melempar barang tak berguna, dilihat (dibaca) kembali pun tidak. Pasca-Pilkada DKI yang berlanjut di pemilu dan pilpres, komentar pedas saling menusuk dengan sentimen ke ”junjungan” masing-masing.
Seperti takdir, mungkin juga kutukan, akhir-akhir ini warga sering membandingkan masalah Jakarta dengan keberhasilan Surabaya dalam transportasi, penataan kota, dan penanganan sampah.
Keberhasilan Tri Rismaharini menakhodai Surabaya, banyak mendapatkan berbagai penghargaan. Pengelola kota ataupun pemerintah daerah lain acapkali belajar ke sana. Risma dinobatkan sebagai wali kota terbaik dunia oleh Citymajors.com. Wali kota yang seringkali tanpa jaim (jaga image) turun ke lapangan itu juga mendapat penghargaan internasional, termasuk Mayor’s Recognition Awards (MRA) dari The Eastern Regional Organisation for Planning and Human Settlements (EAROPH).
Tidak mengherankan jika Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI pun melakukan kunjungan kerja ke Surabaya, Senin (29/7/2019). Dalam pertemuan dengan Risma, mereka antara lain membahas pengelolaan sampah Surabaya dan Ibu Kota. Dikabarkan, Risma kaget terkait anggaran pengelolaan sampah di Jakarta yang mencapai Rp 3,7 triliun dibandingkan anggaran pengelolaan sampah di Surabaya yang hanya Rp 30 miliar.
Dia juga menyatakan kekhawatirannya jika Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat, yang menampung sampah Jakarta akan ditutup pada 2021. Enggak kebayang akan ditampung di mana sampah Jakarta yang produksinya mencapai 7.500 ton per hari jika TPST Bantargebang ditutup dan belum jelas langkah selanjutnya.
Polemik berlanjut ketika Gubernur DKI Anies Baswedan menanggapi pernyataan anggota DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, yang ingin memboyong Tri Rismaharini menyelesaikan persoalan sampah Jakarta. ”Kita apresiasi pada perhatian dan lain-lain. Kemudian, biarlah Jakarta diurus oleh DPRD Jakarta, oleh Pemprov Jakarta,” katanya.
Persoalan sampah dan polusi udara merupakan dua hal yang bertubi-tubi menimpa Ibu Kota. Dua masalah Jakarta yang tidak kunjung terselesaikan dan menjadi pekerjaan rumah secara turun-temurun. Tidak juga membaik, malah cenderung semakin problematik. Hari Kamis (1/8/2019), sidang perdana gugatan perwakilan warga negara terkait polusi udara DKI Jakarta digelar. Mereka yang menjadi tergugat yaitu Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, serta Gubernur DKI Jakarta. Dua pihak lain menjadi turut tergugat, yaitu Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.
Beberapa hari belakangan, berdasarkan data AirVisual, Jakarta menduduki peringkat pertama kualitas udara terburuk sedunia. Alih-alih mencari solusi, repotnya, pihak yang bertanggung jawab malah sibuk mencari pihak yang disalahkan.
”Orkestra” kian riuh dengan komentar pro dan kontra warga di medsos. Soal sampah berujung di sumpah serapah....