Terkendala Teknis, Anggaran Bendungan Ladongi Membengkak Jadi Rp 1,1 Triliun
Pengerjaan tahap pertama Bendungan Ladongi di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara telah mencapai progres 70 persen. Bendungan pertama di Sulawesi Tenggara ini segera memasuki tahap kedua dan ditarget tuntas November 2020.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOLAKA TIMUR, KOMPAS - Kendala teknis menyebabkan anggaran pembangunan Bendungan Ladongi di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara membengkak dari Rp 844 miliar menjadi sekitar Rp 1,1 triliun. Bendungan pertama di Sulawesi Tenggara ini segera memasuki pembangunan tahap kedua dan direncanakan tuntas November 2020.
Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan Ladongi Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Agung Permana, menjelaskan, progres pembangunan bendungan tahap pertama telah mencapai 70 persen. Kondisi ini berada di atas target dengan kemajuan sekitar 4 persen dari sasaran awal.
“Untuk saat ini fokus pada penyelesaian fondasi, proteksi tebing, dan terus menggenjot pekerjaan lainnya. Oktober mendatang sudah bisa penimbunan total. Sebelumnya, beberapa bagian yang tidak mengganggu pekerjaan sudah kami timbun untuk mempercepat proses,” jelas Agung, Rabu (4/9/2019), di Ladongi, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Pantauan Kompas, pekerjaan fondasi bendungan yang nantinya memiliki daya tampung 45 juta meter kubik ini terus dikerjakan. Alat berat menggali, menimbun, juga menyelesaikan pekerjaan blok fondasi yang belum tuntas. Dari total 34 blok, masih ada tiga blok fondasi yang harus diselesaikan.
Tidak hanya bagian bawah, puluhan truk membawa material untuk pengerjaan dinding bendungan. Tinggi bendungan akan mencapai 126 meter, di mana dalam tahap pertama ini akan diselesaikan hingga 100 meter. Total nilai pekerjaan untuk tahap pertama senilai Rp 844 Miliar.
Sementara itu, lanjut Agung, pengerjaan bendungan tahap kedua sedang dalam persiapan lelang. Tahap kedua akan fokus pada beberapa penyelesaian, seperti gardu pandang, pemasangan besi pada terowongan, hingga pengerjaan fisik tinggi bendungan yang tersisa 26 meter.
“Untuk tahap kedua ini nilainya Rp 283 miliar. Jadi, nilai totalnya Rp 1,1 triliun. Memang ada perubahan biaya dari rencana awal karena ada beberapa item yang dalam desain tidak sesuai di lapangan. Akan tetapi, hal itu tidak mengubah waktu pengerjaan. Kami tetap akan usahakan sesuai jadwal, selesai November 2020,” kata Agung.
Untuk pengerjaan terowongan sepanjang 389 meter saja terjadi 11 kali longsor. Hal itu membuat waktu pengerjaan juga bertambah dari enam bulan menjadi 12 bulan.
Dia memaparkan, Bendungan Ladongi awalnya hanya direncanakan satu tahap dengan nilai anggaran Rp 844 Miliar. Akan tetapi, dalam perjalanan di lapangan, ditemukan kondisi geologis yang mempengaruhi pengerjaan. Kondisi batuan di lokasi bendungan adalah batuan metamov yang merupakan batuan lunak, sehingga mudah lapuk dan longsor.
Untuk pengerjaan terowongan sepanjang 389 meter saja terjadi 11 kali longsor. Hal itu membuat waktu pengerjaan juga bertambah dari enam bulan menjadi 12 bulan.
“Untuk dinding penahan juga, kemiringan batuan searah dengan bukaan galian sehingga saat terjadi hujan akan longsor. Karena itu, butuh treatment khusus untuk pengerjaan yang membuat biaya bertambah. Kami telah berkonsultasi dengan banyak pihak, hingga tambahan anggaran disetujui,” urai Agung.
Anwar Sanusi, konsultan supervisi Bendungan Ladongi menuturkan, di tahap-tahap awal pengerjaan, tim menemukan kondisi batuan yang sulit untuk dikerjakan, utamanya fondasi dan dinding penahan. Oleh karena itu, sejak tahun pertama, telah diusulkan agar pembangunan bendungan menjadi dua tahap dengan ada penambahan biaya.
Sejumlah mekanisme telah dilakukan, termasuk meminta saran teknis dan keuangan dari berbagai lembaga. Dengan demikian, penambahan anggaran akhirnya disetujui. Sejumlah pengerjaan memerlukan biaya dan waktu lebih karena sulitnya kondisi batuan.
“Secara umum untuk dua tahap ini kami berada di angka 52 persen penyelesaian. Kami optimistis bisa selesai sesuai target, karena bagian yang sulit sudah hampir tuntas. Apalagi ini adalah bendungan pertama di Sulawesi Tenggara,” ucapnya.
Bendungan Ladongi merupakan bendungan pertama yang dibangun di Sulawesi Tenggara, sebagai pengembangan dari Bendung Ladongi. Bendungan seluas 185 hektar ini akan mengairi sawah seluas 3.604 hektar, di mana 1.392 hektar merupakan area baru.
Direktur Pembangunan Bendungan Ladongi Made Rame menjelaskan, selain menambah area pengairan, keberadaan bendungan tersebut juga bakal meningkatkan produksi padi hingga dua kali lipat. Hal itu karena sumber air pertanian tersedia sehingga masa tanam bisa bertambah.
Tidak hanya itu, lanjut Rame, bendungan ini juga berfungsi sebagai pengendali banjir dan sumber air baku. Dalam perencanaan, bendungan juga akan menjadi lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dengan daya 1,3 Mega Watt.
“Banyak hal yang akan bisa dikembangkan nantinya, termasuk sektor pariwisata. Memang masih ada kendala terkait lahan, sekitar 60 hektar. Tapi kami terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Harapannya soal lahan segera tuntas dalam waktu dekat,” ujarnya.
Hatijah (55) petani di Desa Lalosula, Ladongi, menyampaikan, pola tanam padi masyarakat tergantung sungai dan hujan. Masa panen hanya satu atau dua kali dalam satu tahun. “Semoga bisa sampai tiga kali kalau bendungan sudah ada,” ucapnya.