Nilai luhur budaya yang mengakar di tengah masyarakat perlu diimplementasikan dalam dunia pendidikan. Hal itu diyakini mampu membangun karakter unggul para siswa calon pemimpin bangsa.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Nilai luhur budaya yang mengakar di tengah masyarakat perlu diimplementasikan dalam dunia pendidikan. Hal itu diyakini mampu membangun karakter unggul para siswa calon pemimpin bangsa.
Hal itu diungkapkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X dalam orasi ilmiahnya saat rapat senat terbuka penganugerahan doktor honoris causa di bidang manajemen pendidikan karakter berbasis budaya oleh Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), di Auditorium UNY, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (5/9/2019).
”Pendidikan karakter penting bagi anak bangsa. Diperlukannya pendidikan karakter karena adanya kecemasan akan hilangnya karakter bangsa yang adiluhung, ramah, suka menolong, dan bergotong royong, serta nilai-nilai keutamaan lainnya,” kata Sultan.
Dia mengatakan, budaya tidak selalu berupa kesenian yang rumit atau nilai-nilai adiluhung. Budaya merupakan strategi bertahan hidup bagi sebuah bangsa. Salah satu wujudnya adalah kedisiplinan diri yang penting bagi pembentukan karakter masyarakat suatu bangsa.
”Bangsa yang memiliki strategi kebudayaan berarti punya pembimbing dalam gerak menuju peradaban maju sehingga mampu menjaga dan memperkuat kepribadian nasional, kontinuitas kebudayaan unggul, dan kemampuan untuk mandiri, sekaligus memperkuat kesatuan nasionalnya,” kata Sultan.
Sultan menyatakan, makna budaya kerap tersembunyi. Kondisi tersebut memerlukan penafsiran ulang agar budaya lebih bisa memberikan arti dalam kehidupan manusia. Itu berwujud nilai luhur yang bisa dijadikan pedoman perilaku.
”Nilai-nilai keunggulan itu jika diberi roh baru dan direvitalisasi akan mampu memberikan kontribusi dalam mengisi pendidikan karakter di wilayah masing-masing. Itu yang dimaksud sebagai strategi pendidikan karakter yang utama. Bagaimana mewujudkan gambaran keanekaragaman model pendidikan karakter berbasis budaya lokal,” kata Sultan.
Sultan mencontohkan, di Yogyakarta, terdapat kekhasan dengan pengajaran nilai filosofi yang bersumber dari Keraton Yogyakarta. Salah satunya berbunyi hamemayu hayuning bawana. Inti dari ungkapan itu agar manusia menjaga harmoni dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia.
Untuk itu, manusia perlu terus mengintrospeksi dirinya agar tetap bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Lebih dari itu, mereka juga bisa mengikuti perkembangan zaman.
Suminto A Suyuti, Guru Besar Bahasa dan Sastra UNY, menyampaikan, Sultan HB X memiliki kesadaran terhadap pentingnya pendidikan karakter secara strategis. ”Bagi beliau, pendidikan itu secara keseluruhan hendaknya dimaknai sebagai proses pembudayaan dan bukannya sebagai penjinakan sosial budaya. Untuk itu, pendekatan multikultural merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh,” ujarnya.
Suminto, yang juga menjadi promotor Sultan dalam penganugerahan gelar honoris causa menilai, kebudayaan merupakan faktor penting yang membangun kejayaan bangsa. Jalan kebudayaan membuat suatu bangsa menghargai dirinya. Sejarah terbangunnya bangsa itu tidak akan dilupakan.
”Jalan kebudayaan adalah jalan untuk membangun karakter, sikap, mental, dan kesadaran. Dengan ini, bangsa mampu melakukan restropeksi dan rekonstruksi masa lalu demi kehidupan masa kini. Itu modal untuk bergerak maju demi pemetaan kehidupan masa depan yang dicita-citakan,” kata Suminto.
Rektor UNY Sutrisna Wibawa menyampaikan, Ki Hadjar Dewantara telah membuat fondasi pendidikan bagi Indonesia yang berbasis kearifan lokal. Pendidikan itu bertumpu pada tiga hal, yakni cipta, rasa, dan karsa. Hal itu diharapkan menghasilkan individu yang berkarakter. Karakter dikembangkan melalui tahap mengetahui, merasakan, dan melaksanakannya.
Sutrisna menambahkan, pendidikan karakter efektif jika anak didik mempunyai kemampuan sosial, pengembangan kepribadian, dan mampu memecahkan masalah secara komprehensif.
”Pendidikan karakter memerlukan figur teladan sebagai role model untuk menegakkan nilai atau aturan yang telah disepakati bersama. Di sini, peran pendidik seperti guru, orangtua, masyarakat, dan pemerintah sebagai figur teladan penting agar bisa dicontoh perilaku moralnya,” ujarnya.