Usulan sejumlah tokoh nasional agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu untuk mengganti UU KPK yang baru, dipertimbangkan oleh Presiden. Selain bertemu tokoh nasional, Presiden rencananya bertemu mahasiswa, besok.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS - Usulan masyarakat sipil terkait Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mulai didengar pemerintah. Presiden Joko Widodo akhirnya mempertimbangkan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu KPK.
Keputusan itu diambil setelah Presiden Jokowi menerima masukan dari sejumlah tokoh nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Terkait dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan-masukan, utamanya memang berupa penerbitan Perppu. Tentu saja ini (Perppu) akan segera kami hitung, kalkulasi, dan pertimbangkan, terutama dari sisi politiknya," kata Presiden Jokowi memberikan keterangan kepada wartawan didampingi puluhan tokoh nasional seusai pertemuan.
Tokoh nasional dimaksud, di antaranya, rohaniawan Franz Magnis Suseno, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Quraish Shihab, Azyumardi Azra, Alissa Wahid, Erry Riana Hardjapamepamekas, Butet Kartaredjasa, Jajang C Noer, Christine Hakim, dan lainnya.
Pada awal pertemuan, Presiden Jokowi menyampaikan para tokoh diundang untuk mendiskusikan sejumlah persoalan bangsa. Salah satunya, unjuk rasa pelajar dan mahasiswa yang terjadi di berbagai daerah, beberapa hari terakhir. Selain itu terkait polemik UU KPK yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat, pada 17 September lalu.
Pengesahan UU KPK baru menimbulkan polemik karena dinilai banyak kalangan bakal melemahkan lembaga antirasuah tersebut. UU KPK itu pula yang memicu unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah sejak hari Selasa (24/9/2019).
Mereka menuntut Presiden Jokowi mencabut UU KPK baru dengan cara mengeluarkan perppu. Usulan yang sama juga disampaikan para tokoh nasional dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi selain ada dua alternatif lainnya.
"UU KPK sudah disahkan melalui prosedur konstitusi yang sah, tetapi masih bermasalah, tidak cocok atau tidak bersesuaian dengan kehendak masyarakat pada umumnya. (Ditolak) oleh ribuan dosen, ratusan guru besar, puluhan ribu mahasiswa, gerakan civil society, dan sebagainya menyatakan itu belum bisa diterima diterapkan masyarakat. Jadi kita pertimbangkan opsi-opsi menyelesaikan itu," kata Mahfud.
Menurutnya, setidaknya ada tiga pilihan jalan keluar yang bisa diambil pemerintah. Pilihan pertama adalah dengan melakukan legislative review atau pengujian melalui lembaga legislatif. Konsekuensi dari pilihan ini, pemerintah kembali mengusulkan revisi setelah UU KPK baru disahkan.
Pilihan kedua adalah dengan melakukan uji materi melalui MK. Sementara pilihan ketiga adalah dengan mengeluarkan Perppu KPK.
"Yang tadi cukup kuat disuarakan adalah mengeluarkan Perppu agar itu (UU KPK) ditunda dulu sampai ada suasana yang baik untuk membicarakan isinya, substansinya. Dan itu mengeluarkan Perppu itu yang lebih bagus," ujar Mahfud.
Presiden Jokowi menegaskan, keputusan akhir yang akan diambil pemerintah akan disampaikan sesegera mungkin. "Tadi sudah saya sampaikan ke beliau-beliau, (keputusan akan disampaikan) secepat-cepatnya, dalam waktu sesingkat-singkatnya," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan apresiasi terhadap unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memahami bahwa penyampaian aspirasi melalui unjuk rasa merupakan salah satu bentuk demokrasi. Namun ia mengingatkan agar unjuk rasa dilakukan dengan tertib, tidak sampai anarkis dan merusak fasilitas umum.
Presiden Jokowi juga berjanji akan membuka ruang dialog dengan para mahasiswa. Rencananya Kepala Negara akan bertemu mahasiswa pada hari Jumat (27/9/2019).