Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut upaya pemakzulan dirinya sebagai kudeta. Para pejabat pendukung Trump berusaha menangkal upaya penyelidikan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat AS.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU — Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut upaya pemakzulan dirinya sebagai kudeta. Para pejabat pendukung Trump berupaya menangkal upaya penyelidikan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat AS untuk memakzulkan Trump.
Trump tengah menghadapi upaya pemakzulan resmi sejak diumumkan oleh Ketua DPR Nancy Pelosi pada 24 September 2019. Trump diduga menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli 2019 agar menyelidiki bakal calon presiden Demokrat, Joe Biden, dan putranya, Hunter Biden, atas kasus korupsi yang terjadi di Ukraina.
”Setelah saya pelajari, saya tiba pada kesimpulan, apa yang terjadi bukanlah pemakzulan, melainkan kudeta. Ini bertujuan untuk merebut kekuatan, pilihan, kemerdekaan, Amandemen Kedua, agama, militer, tembok perbatasan, dan hak-hak rakyat,” ujar Trump melalui cuitan di Twitter, Selasa (1/10/2019).
Trump juga terus melancarkan serangan verbal kepada Ketua Komisi Intelijen DPR Adam Schiff yang memimpin penyelidikan untuk pemakzulan. Tidak lupa, ia mengecam si pembisik.
”Mengapa anggota Kongres, Adam Schiff, tidak didakwa atas tuduhan karena secara curang mengarang pernyataan dan membacakannya kepada Kongres. Itu hanyalah tipuan Demokrat,” ujar Trump.
Menurut Trump, Gedung Putih berusaha untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang pembisik sumber informasi. Identitas pembisik, yang diduga merupakan analis CIA, dilindungi oleh hukum. Politisi dari Partai Republik dan Demokrat telah memperingatkan Trump agar tidak mengancam atau menyelidiki identitas pembisik.
Di tengah banjir kecaman Trump, pengacara Trump, Rudy Giuliani, dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berupaya untuk menangkal penyelidikan pemakzulan DPR. DPR melalui Komisi Intelijen telah mengirim surat kepada Giuliani untuk menyerahkan bukti-bukti terkait percakapan telepon Trump dan Zelensky pada 15 Oktober 2019.
Giuliani mengisyaratkan, ia tidak akan memenuhi panggilan DPR yang dikeluarkan pada Senin (30/9/2019) itu. Giuliani berperan sebagai pengontak pejabat tinggi Ukraina guna mendorong investigasi atas peran Biden dan anaknya, Hunter, yang terlibat dalam bisnis di Ukraina.
DPR telah mengirim surat deposisi atau pemberian bukti berdasarkan sumpah di luar pengadilan untuk tiga rekan Giuliani. Mereka adalah pengusaha Leb Parnas, investor properti Igor Fruman, dan pengusaha Semyon Kislin.
Pengacara Trump, Rudy Giuliani, dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berupaya untuk menangkal penyelidikan pemakzulan DPR.
Pompeo diketahui berjanji untuk membatasi akses informasi dari lima pejabat Kementerian Luar Negeri AS di hadapan DPR AS. Lima orang ini diduga mengetahui skandal penyelewengan kekuasaan Kantor Presiden terhadap Ukraina untuk keuntungan politik Trump.
Mantan Utusan Khusus AS untuk Ukraina Kurt Volker dilaporkan akan bersaksi pada Kamis (3/10/2019). Giuliani mengontak Volker untuk membantu menekan Zelensky. Sementara itu, mantan Duta Besar AS untuk Ukraina Marie Yovanovitch akan diperiksa secara tertutup pada 11 Oktober 2019. Yovanovitch diduga dicopot dari jabatan karena menolak bekerja sama.
Konflik kepentingan
Komisi Intelijen, Komisi Luar Negeri, dan Komisi Pengawas DPR menuding Pompeo memiliki konflik kepentingan dalam skandal telepon Trump dan Zelensky. Hal ini karena Pompeo turut hadir ketika kedua kepala negara itu berbincang.
”Jika benar (Pompeo hadir), Menlu Pompeo kini menjadi saksi fakta dalam penyelidikan pemakzulan. Dia seharusnya tidak membuat keputusan mengenai kesaksian saksi atau dokumen bukti,” bunyi pernyataan para ketua komisi.
Media AS melaporkan, Inspektorat Jenderal Kemlu AS meminta untuk bertemu dengan anggota Kongres AS pada Rabu (2/10/2019). Inspektorat Jenderal merupakan unsur pengawas departemen pemerintahan yang bersifat independen.
Menurut sejumlah pejabat Demokrat, Pompeo ingin menghalangi investigasi resmi yang sedang berlangsung.
Upaya penyelidikan resmi untuk pemakzulan Trump merupakan upaya ketiga yang terjadi kepada presiden dalam sejarah AS. Dua presiden lain yang pernah mengalami upaya pemakzulan adalah Andrew Johnson pada 1868 dan Bill Clinton pada 1998. (AFP)