Jokowi Berencana Bertemu Ketua Umum Parpol dan Calon Menteri
Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat berencana bertemu kembali dengan para ketua umum partai politik koalisi dan calon menteri yang mereka ajukan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat berencana bertemu kembali dengan para ketua umum partai politik koalisi dan calon menteri yang mereka ajukan. Sejalan dengan itu, parpol-parpol terus melakukan komunikasi politik terkait jatah menteri di kabinet.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto, Selasa (8/10/2019), di Jakarta, mengungkapkan, Presiden Jokowi telah merampungkan nomenklatur kabinet. Namun, untuk pengisian posisi menteri, Jokowi berencana kembali bertemu dengan para ketua umum parpol koalisi.
”Namun, soal pengisiannya (posisi menteri), saya dengar dalam waktu dekat ini Presiden Jokowi secara bertahap akan bertemu dengan para ketum partai dan para calon menteri tersebut,” ungkap Hasto.
Semua parpol koalisi telah mengajukan nama-nama yang dinilai potensial untuk menduduki jabatan menteri. PDI-P selaku parpol asal Jokowi, kata Hasto, pantas mendapatkan porsi yang strategis dalam susunan kabinet nantinya.
Menurut Hasto, Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri telah berdialog dengan Jokowi terkait nama-nama calon menteri dari PDI-P. Namun, Hasto tak bersedia mengungkapkan mengenai kepastian jumlah kursi menteri untuk PDI-P.
Semua informasi menyangkut nama dan posisi di kabinet bersifat rahasia. ”Tentu saja dalam waktu yang dekat akan difinalkan bersama. Masih ada waktu,” kata Hasto.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengutarakan, sejauh ini Presiden Jokowi meminta PPP membantunya di kabinet yang akan dia bentuk. Terkait pos-pos atau posisi menteri yang akan diberikan kepada PPP, Arsul mengaku belum mengetahui.
Arsul menegaskan, posisi PPP kini hanya menunggu instruksi Jokowi lantaran persoalan kabinet adalah hak prerogatif Presiden. PPP tidak mengajukan nama-nama menteri ke Jokowi, tetapi menunggu kepastian mendapatkan pos menteri mana yang diminta. Setelahnya, PPP akan mengajukan nama-nama yang pas.
”Sejauh ini Pak Jokowi hanya menyampaikan (soal posisi menteri) pada saatnya nanti akan diberitahukan,” ucap Arsul.
Sementara itu, dua parpol koalisi Jokowi yang tidak lolos ke parlemen, yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo), hingga sejauh ini belum lagi diajak membahas penyusunan kabinet.
Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni mengatakan, komunikasi terakhir dengan Jokowi mengenai penyusunan kabinet dilakukan pada pertengahan Juli 2019.
Saat itu, Ketum PSI Grace Natalie memperkenalkan sejumlah kader PSI yang dinilai potensial menduduki posisi menteri. Namun, berhubung PSI gagal meloloskan wakilnya ke Senayan, Raja Juli memilih bersikap realistis.
”Penunjukan menteri itu juga bobot kekuatan politik DPR, tentu PSI tak akan mendapatkan. Namun, kalau memang dicari yang profesional, politisi muda yang bersih, dan mau bekerja keras, banyak di PSI,” katanya.
Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq mengatakan, pihaknya memilih pasif dan tak melibatkan diri lebih jauh dalam penyusunan kabinet Jokowi. Mengenai nama-nama calon menteri yang diajukan Perindo kepada Jokowi, Rofiq mengatakan, hal tersebut adalah pembahasan antara Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo dan Presiden.
Wakil Ketum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengonfirmasi adanya komunikasi mengenai menteri kabinet antara pihak pemerintah dan Gerindra saat rekonsiliasi dan setelah rekonsiliasi.
Gerindra lebih mengedepankan memberikan konsep-konsep ketahanan pangan dan energi kepada pemerintah. ”Kalau konsepnya diterima, ya (masuk ke koalisi pemerintah),” kata Dasco.
Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, berpendapat, platform politik antara Gerindra dan pemerintahan Jokowi berbeda.
Hal itu terlihat saat debat calon presiden antara Prabowo dan Jokowi. Arya melihat, konsep-konsep yang ditawarkan Gerindra di bidang energi dan pangan agak berbeda dengan platform politik Jokowi.
”Bagaimana Presiden akan melakukan sinkronisasi program-program itu dalam waktu sesingkat ini. Saya lihat itu justru akan menjadi kesulitan sendiri untuk Presiden mengelola koalisi yang besar ini,” kata Arya.