Satu lagi korban kekerasan saat demonstrasi mahasiswa di Jakarta akhir September lalu meninggal. Kali ini keluarga mempertanyakan penyebab kematian Akbar Alamsyah (19) dalam kondisi luka di sebagian badannya.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pihak keluarga mempertanyakan penyebab kematian Akbar Alamsyah (19). Mereka menilai, banyak kejanggalan, mulai dari hilangnya Akbar ketika menyaksikan demonstrasi hingga berada dalam keadaan koma di rumah sakit. Hingga Jumat (11/10/2019), pihak keluarga masih belum dapat menjawab sejumlah pertanyaan atas kematian Akbar.
Pengangguran ini hilang ketika menyaksikan demonstrasi pelajar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, yang berakhir ricuh, Rabu (25/9/2019). Dua hari berselang, keluarga baru mendapat kabar dari grup percakapan bahwa Akbar ditangkap polisi. Setelah menelusuri kabar itu, keluarga menemukannya dalam keadaan koma di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat 1 RS Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur.
Selanjutnya, bungsu dari dua bersaudara itu dirujuk ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto untuk menjalani perawatan yang lebih intensif. Di sana kondisinya terus menurun hingga mengembuskan napas terakhir, Kamis (10/10/2019).
”Kami ingin tahu, apa yang terjadi pada adik saya (Akbar). Mereka siapa? Terus apain adik saya?,” ucap Fitri Rahmayani (25) seusai pemakaman Akbar di Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (11/10/2019). Fitri mengatakan, keluarga masih menenangkan diri dan belum memikirkan upaya hukum yang akan ditempuh untuk memastikan kematian Akbar.
”Tadinya pengin visum, tetapi saya kira cuma scan saja. Ternyata harus bongkar makam dan otopsi jenazah,” ucapnya. Berkaitan dengan itu, pihak keluarga menyambut baik apabila ada bantuan hukum dari organisasi atau lembaga swadaya masyarakat.
Awalnya keluarga mendapat kabar bahwa Akbar hilang dari dua teman yang bersamanya menyaksikan demonstrasi. Mereka terpisah ketika polisi membubarkan massa yang ricuh. ”Saya sempat tanya temannya, Akbar bawa senjata enggak? Ternyata dia cuma bawa gawai dan kunci motor. Niatnya nonton saja,” katanya.
Fitri melanjutkan, keluarga mencari Akbar ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Dari sana diarahkan ke Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat. Ternyata Akbar sudah dirujuk dari Rumah Sakit Pelni ke Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat 1 RS Sukanto.
Tidak ada penjelasan terkait siapa yang membawanya ke rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa Akbar dalam kondisi tidak sadar saat tiba di Rumah Sakit Pelni. ”Dokter bilang dibawa dalam kondisi kritis. Akbar sempat dikira Mr X karena tidak ada identitas. Setelah cek sidik jari, ada datanya lalu disebarkan polisi ke masyarakat,” ujarnya.
Irawan (25), kerabat Akbar, menyebutkan, kondisi Akbar memprihatinkan ketika pertama kali dilihat oleh ibunya, Rosminah, di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat 1 RS Sukanto. ”Mama bilang tidak bisa dikenali karena kepalanya besar seperti ada tumor. Wajahnya lebam, bibirnya nutupin lubang hidung (jontor), dan ada bekas jahitan,” ucapnya.
Selain itu, ada bekas jahitan terbuka di kepalanya. Irawan menduga, hal itu untuk memasukkan selang ketika menyedot pendarahan di kepala. Akbar pun mengalami infeksi saluran kemih sehingga harus cuci darah. ”Akbar dalam kondisi sehat walafiat. Paling sakit meriang,” kata Irawan.
Sementara Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menyebutkan, Akbar ditemukan tergeletak di trotoar oleh anggota polisi. Kemudian petugas membawanya untuk pertolongan medis. ”Urusan Kesehatan Polres Jakarta Barat memberikan pertolongan kepada Akbar. Selanjutnya dirujuk ke RS Pelni karena keterbatasan peralatan medis,” kata Argo. Ia memastikan bahwa belum ada informasi dari pihak dokter terkait penyebab kematian Akbar.
Adapun Akbar berstatus tersangka. Ia diduga terlibat perusakan, penghasutan, dan provokasi. ”Ada tersangka ditangkap. Setelah diperiksa menyatakan keterlibatan. Ada saksi yang diperiksa juga dan menyatakan yang bersangkutan ikut melempari petugas dan merusak,” ucap Argo.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mendesak polisi mengungkap penyebab kematian Akbar. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Yati Andiyani mengatakan, polisi harus menjelaskan penyebab kematian Akbar secara terbuka, transparan, dan menyeluruh. ”Polisi harus terbuka. Dokter yang menangani Akbar harus menyampaikan kondisi dan luka yang dialami Akbar. Apakah karena jatuh atau kekerasan? Dokter dapat menjelaskan penyebab dan tindakan medis selama perawatan,” ucap Yati.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Amiruddin, menambahkan, pihaknya akan mengklarifikasi kematian Akbar kepada kepolisian. Dalam waktu dekat pihaknya akan menemui keluarga korban.
Tidak saja Akbar, juru parkir Maulana Suryadi (23) juga meninggal setelah menyaksikan demonstrasi yang berakhir ricuh pada 25 September. Polisi menangkap Maulana saat terjadi bentrokan di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Setelah itu, Maulana tidak sadarkan diri dan meninggal diduga akibat sesak napas.