Pemadaman di Gunung Bawakaraeng Terkendala Minimnya Air
Upaya pemadaman kebakaran hutan yang melanda Gunung Bawakaraeng di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Selasa (22/10/2019), terkendala minimnya air.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
GOWA, KOMPAS - Upaya pemadaman kebakaran hutan yang melanda Gunung Bawakaraeng di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Selasa (22/10/2019), terkendala minimnya air. Kondisi itu diperparah dengan angin kencang yang membuat kobaran api dengan cepat meluas.
Pantauan Kompas di Pos 1 dan 2 Gunung Bawakaraeng serta sisi utara gunung, Selasa, menunjukkan, pepohonan dan alang-alang terbakar hebat. Tampak pula sebagian areal dengan sisa-sisa kayu bekas terbakar yang masih membara dan mengeluarkan asap. Lokasi itu berjarak sekitar 87 kilometer dari Makassar.
Pemadaman yang dilakukan tim gabungan TNI, Polri, Manggala Agni Kementerian Lingkungan Hidup, hingga relawan, terkendala mengeringnya sejumlah aliran sungai di gunung tersebut. Jika pun ada, debitnya kecil.
Jangankan memadamkan api, untuk memadamkan kayu yang masih membara saja agak sulit karena air terbatas.
Petugas berusaha memadamkan bara api dengan peralatan penyemprot dan sebagian menyiram menggunakan air yang diangkut dengan jeriken. Mesin pompa air dan selang yang dibawa nyaris tak bisa digunakan karena sulitnya memperoleh sumber air.
“Jangankan memadamkan api, untuk memadamkan kayu yang masih membara saja agak sulit karena air terbatas. Padahal, jika kayu ini tertiup angin, sangat rawan kembali terbakar,” kata Kepala Polsek Tinggimoncong Ajun Komisaris Ferasmus Rande, yang turut bergabung dalam upaya pemadaman.
Selain berdampak pada sebagian wilayah Kecamatan Tinggimoncong, pada Selasa malam, angin bertiup ke sisi barat dan selatan gunung menuju Kecamatan Parigi. Di lokasi itu, warga di sejumlah dusun sebagian mulai mengungsi. Hal itu disebabkan api yang kian dekat ke permukiman dan asap yang juga sudah menyelimuti.
Kartini (42), warga Dusun Bulu Ballea, Kecamatan Tinggimoncong, mengatakan, selama ini hampir tak pernah terjadi kebakaran besar hutan di sekitar wilayah tersebut. “Baru saya lihat seperti ini. Api sangat cepat menyebar dan sudah dekat ke rumah dan kebun. Memang sudah empat hari angin sangat kencang seperti badai,” katanya.
Di Dusun Lembanna, Kecamatan Tinggimoncong, percikan api yang terbawa angin membuat beberapa pohon pinus terbakar di bagian atas. Bahkan, sebuah rumah warga juga ikut terbakar akibat percikan api. Namun, api tak sampai menghanguskan seluruh bangunan. Sepanjang hari, tiupan angin sangat kencang dan mengeluarkan bunyi deru yang sangat besar. Ini membuat warga khawatir.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sulsel, kecepatan angin rata-rata mencapai hingga 40 kilometer per jam dan bertiup dari timur ke tenggara. Adapun suhu udara berkisar 19-35 derajat celsius. Terdapat sekitar 29 titik api, sebanyak 16 titik di antaranya dengan tingkat kepercayaan 81-100 persen.
“Persenan tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan bahwa hotspot (titik panas) yang dipantau dari data satelit merupakan benar-benar kebakaran yang terjadi di lapangan,” kata Dwi Lestari Sanur, prakirawan BMKG Sulsel.
Terkait penyebab kebakaran, Ferasmus Rande mengatakan, masih akan menyelidiki penyebabnya, apakah karena memang pengaruh kemarau atau ada unsur kesengajaan. “Kami masih fokus pada upaya pemadaman api. Tapi, penyelidikan penyebab kebakaran akan kami lakukan,” katanya.
Sebagian wilayah lereng Gunung Bawakareng telah lama beralih dari hutan menjadi kawasan perkebunan hortikultura. Gowa adalah salah satu wilayah penghasil komoditas hortikultura, seperti wortel, cabai, tomat, sawi, kubis, dan beragam sayuran lain. Sebagian lahan yang terbakar itu dekat dengan kawasan perkebunan.