UMKM di Sekitar Borobudur Dikenalkan Perdagangan Digital
Pelaku usaha di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mesti mengikuti tren perdagangan masyarakat modern dengan memahami transaksi digital. Sistem nontunai ini turut dikenalkan Bank Jateng.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pelaku usaha di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mesti mengikuti perubahan tren perdagangan masyarakat modern dengan memahami perdagangan digital. Saat ini, sistem pembayaran nontunai lebih banyak digunakan dalam bertransaksi, termasuk di obyek-obyek wisata.
”Warga Borobudur harus paham teknologi dan memahami perilaku masyarakat masa kini yang lebih suka bertransaksi dengan menggunakan kartu atau telepon seluler,” ujar Sekretaris Perusahaan Bank Jateng Djoko Sudiatmo di sela-sela pelatihan UMKM di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Bumiharjo, Kecamatan Borobudur, Selasa (22/10/2019).
Bank Jateng, menurut Djoko, juga terus berupaya mendorong transaksi perdagangan nontunai. Dalam dua tahun terakhir, upaya tersebut dilakukan dengan menggandeng semakin banyak pelaku UMKM dalam pameran produk di acara Borobudur Marathon. Dalam acara tersebut, para pelaku UMKM diarahkan untuk bertransaksi menggunakan e-money.
Penyelenggaraan Borobudur Marathon 2018 yang melibatkan 30 UMKM memanfaatkan quick response (QR) code atau barcode dua dimensi dalam transaksi pembayaran. Adapun tahun ini, dengan melibatkan 25 UMKM, sistem pembayaran akan dilakukan dengan menggunakan beragam aplikasi pembayaran daring, seperti OVO dan GoPay.
Di luar itu, Bank Jateng juga menyediakan 5.000 gelang elektronik bagi para pelari yang akan bertransaksi di acara pameran. Setiap gelang akan diisi saldo sebesar Rp 100.000, yang nantinya juga bisa ditambah sesuai keperluan.
Saat akan membayar, pelari cukup menempelkan gelang tersebut ke mesin electronic data capture (EDC) atau mesin yang dapat memindahkan dana secara real time. Untuk menjalankan transaksi, para pelaku UMKM akan mendapatkan pinjaman mesin EDC dari Bank Jateng.
Dengan menggerakkan transaksi perdagangan sesuai tren masyarakat, Djoko berharap perputaran uang dalam perhelatan Borobudur Marathon dapat terus meningkat. ”Kami berharap perputaran uang tahun ini setidaknya bisa meningkat sekitar 10 persen dibandingkan tahun lalu,” ujarnya.
Pada 2018, perputaran uang selama tiga hari, sebelum hingga setelah Borobudur Marathon, mencapai sekitar Rp 24 miliar.
Frice (42), pelaku usaha makanan ringan Jasa Boga di Desa Kalinegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, mengatakan, selama ini dirinya tidak pernah menggunakan transaksi pembayaran nontunai. Sekalipun sudah mendapatkan pelatihan dari Bank Jateng, dia masih ragu menggunakan sistem pembayaran tersebut.
”Saya ragu menerapkan sistem pembayaran nontunai karena selama ini konsumen saya hanya warga dari satu perumahan. Mereka biasanya akan datang membayar sesuai nominal yang sudah saya rinci sebelumnya. Kalau toh uang yang dibawa kurang, biasanya pelanggan akan langsung melunasi beberapa jam kemudian atau keesokan harinya,” ujarnya.
Ernalia Masli (37), pemilik usaha Legondo Bu Su’ad di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, juga mengatakan tidak pernah melakukan transaksi nontunai. ”Selain transaksi tunai, biasanya saya hanya menerima pembayaran dengan sistem transfer,” ujarnya.
Mekanisme pembayaran dengan sistem transfer ini biasa dilakukan Ernalia untuk pembelian dari pelanggan di luar kota.
Legondo Bu Su’ad termasuk salah satu dari 25 UMKM yang akan ikut menyemarakkan pameran kuliner perhelatan Borobudur Marathon. Ernalia mengatakan masih akan menjajaki kemudahan yang ditawarkan dalam transaksi nontunai.