Kawasan pesisir Sumatera Barat semakin tergerus abrasi dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ini mengkhawatirkan karena merusak rumah dan fasilitas umum serta mengganggu perekonomian warga.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kawasan pesisir Sumatera Barat semakin tergerus abrasi dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ini mengkhawatirkan karena merusak rumah dan fasilitas umum serta mengganggu perekonomian warga. Pemerintah diharapkan bisa mencarikan solusi untuk mengurangi dampak abrasi.
Seminggu terakhir abrasi parah kembali terjadi di kawasan obyek wisata Pantai Muaro Lasak, Kota Padang dan Kecamatan Batangkapas, Kabupaten Pesisir Selatan. Abrasi parah di kedua lokasi tersebut setidaknya terjadi sejak Mei 2019.
”Ombak besar menghantam sekitar pukul 16.00 hingga pukul 21.00. Airnya nyaris sampai ke pinggir jalan (trotoar). Kalau dibiarkan terus, tidak hanya pantai yang habis, tetapi juga jalan,” kata Rahmat (54), pedagang di Pantai Muaro Lasak.
Jarak tebing pantai jejak abrasi di sekitar lapak Rahmat hanya sekitar 10 meter dengan trotoar. Sementara lebar pantai yang terkikis sekitar 15 meter. Hal ini mengkhawatirkan Rahmat karena saat abrasi terjadi Agustus lalu pantai di sekitar lapaknya tidak terlalu terdampak.
Abrasi itu membuat lapak Rahmat dan sekitar 50 pedagang di Pantai Muaro Lasak kian terdesak. Rahmat biasanya membuka 12 titik tempat duduk (1 titik terdiri atas 2 meja dan 4 kursi) bagi pengunjung. Namun, karena pantai tergerus, hanya 3-4 titik yang bisa dibuka.
Pantauan Kompas, panjang pesisir Pantai Muaro Lasak yang terdampak abrasi sekitar 600 meter. Adapun lebar bibir pantai yang terkikis ke arah laut maksimal bisa 15 meter. Pohon-pohon di pinggir pantai pun tumbang. Sebagian besar lapak pedagang tutup, baik karena ada pekerjaan dari Balai Wilayah Sungai Sumatera V maupun karena sepi pengunjung.
Selain lahan yang semakin sempit, para pedagang mengkhawatirkan pula rusaknya Monumen Merpati Perdamaian. Ikon wisata di Pantai Muaro Lasak yang diresmikan Presiden Joko Widodo itu terancam roboh akibat terus dihantam ombak. Fondasi belakang monumen itu runtuh hingga mencapai tiang monumen.
Padahal, awal Agustus lalu, bagian fondasi belakang hingga tiang tugu masih tersisa sekitar 2,5 meter dari total 5 meter. Pemasangan geobag dan karung berisi pasir beberapa waktu lalu di sekitar monumen tidak mempan menahan ombak.
Ikon wisata di Pantai Muaro Lasak yang diresmikan Presiden Joko Widodo itu terancam roboh akibat terus dihantam ombak.
Monumen tersebut diresmikan Presiden Joko Widodo dalam kegiatan Multilateral Naval Exercise Komodo pada 12 April 2016 yang diikuti 15 negara. Monumen itu merupakan daya tarik wisatawan ke Pantai Muaro Lasak. Monumen itu merupakan simbol perdamaian negara-negara yang berpartisipasi dalam latihan bersama angkatan laut tersebut.
”Sejak ada monumen itu, pengunjung semakin ramai. Setelah berfoto-foto, mereka berbelanja di tempat kami. Namun, belakangan, pengunjung lengang karena tidak nyaman terkena ombak besar. Saya khawatir pengunjung semakin lengang jika monumen tersebut runtuh,” kata Linda, pedagang lainnya.
Sementara itu, di Nagari IV Koto Hilie, Kecamatan Batangkapas, Pesisir Selatan, abrasi kembali merusak tiga rumah warga. Awal Oktober lalu, sebanyak 16 rumah rusak dan 1 bangunan badan usaha milik nagari di Nagari IV Koto Hilie dan 2 rumah di Nagari Koto Nan Tigo rusak berat. Waktu itu, 157 warga dari 38 keluarga mengungsi, baik ke rumah keluarga maupun ke tenda pengungsian.
Camat Batangkapas Wendra Rovikto mengatakan, abrasi parah kembali terjadi pada 25-28 Oktober 2019. Sekarang, kondisinya mulai reda. ”Sebanyak 13 keluarga masih bertahan di tenda pengungsian. Keluarga lainnya ada yang mengungsi ke rumah saudara,” kata Wendra.
Pantauan Kompas di Nagari IV Koto Hilie, Selasa (8/10/2019), panjang garis pantai yang terkikis ombak sekitar 300 meter. Rumah yang terdampak ada yang meninggalkan puing-puing, ada pula yang tidak tersisa. Jalan aspal di permukiman tertutup oleh pasir. Sebagian pasir yang sampai ke permukiman dijadikan tanggul penahan ombak oleh warga sekitar.
Wendra kembali mengimbau warga di sekitar pesisir Batang Kapas agar tetap waspada. Warga terdampak diminta tidak lagi menghuni rumah yang rusak akibat abrasi. Di Batang Kapas, terdapat sekitar 1.000 keluarga yang tinggal di kawasan pesisir yang tersebar di 4 nagari.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Padang Pariaman Budi Mulya mengatakan, pesisir Padang Pariaman juga rentan terhadap abrasi pantai. Abrasi parah setidaknya terjadi sejak 2017.
Oktober tahun lalu, 24 rumah di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Padang Pariaman, juga terdampak. Sementara pada Agustus 2019, abrasi yang terjadi di Pasir Baru, Sungai Limau, dan Padang Pariaman merusak rumah, pondok-pondok tempat pengolahan ikan, dan mendesak SMP 4 Sungai Limau.
”Selain Ulakan dan Pasir Baru, (Kecamatan) Gasan juga mulai terdampak abrasi. Kami perkirakan, Gasan ini pada 2020 kondisinya mirip Ulakan dan Pasir Baru. Dampak abrasi terus meluas,” kata Budi.
Budi mengatakan, karena keterbatasan anggaran, pemerintah daerah hanya bisa mengantisipasi dengan memitigasi dampak abrasi dan mengimbau warga untuk pindah. Adapun kewenangan membangun pemecah ombak dan dinding laut ada di Balai Wilayah Sungai Sumatera V.
Antisipasi
Pejabat Pembuat Komitmen Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air (OP SDA) II Balai Wilayah Sungai Sumatera V Heru Ramanda mengatakan, untuk melindungi Monumen Merpati Perdamaian, balai kembali memasang seribu lebih karung berisi pasir. Selain itu, dipasang pula batu hexapod untuk mengurangi daya rusak ombak.
”Itu antisipasi sementara. Untuk jangka panjang, kami sudah berkoordinasi dengan dinas PU kota dan provinsi serta tim kami di balai. Kami coba usulkan ke pusat untuk penanganan permanen pada 2020. Kemungkinan besar bangunannya berupa revetment atau seawall,” kata Heru.
Terkait abrasi di Batangkapas, Heru mengatakan, balai sudah mengusulkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk penanganan mendesak atau tanggap darurat. Menurut dia, sudah ada pembahasan dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR terkait langkah penanganannya.
Adapun bentuk bangunan yang akan dibuat di lokasi terdampak abrasi di Batangkapas, kata Heru, disesuaikan dengan studi dan desain yang dibuat oleh kabupaten/provinsi jika ada. Jika belum, balai akan berkoordinasi dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air di Badan Litbang PUPR untuk membahas desain pengaman pantainya.