Transformasi Budaya Penanganan Sampah Jadi Prioritas
Dalam lima tahun ke depan, pemerintah memprioritaskan penanganan sampah dalam aspek transformasi budaya pengelolaan sampah oleh masyarakat.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Keterlibatan masyarakat dalam berinovasi dan memanfaatkan sampah diperlukan sehingga volume sampah di tempat pembuangan akhir berkurang. Karena itu, dalam lima tahun ke depan, pemerintah memprioritaskan penanganan sampah dalam aspek transformasi budaya pengelolaan sampah oleh masyarakat.
Hal itu mengemuka dalam acara puncak peringatan Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia Tingkat Nasional bertajuk ”Generasi Masa Depan, Generasi Peduli Sampah”, di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (31/10/2019).
Penanganan sampah tidak boleh dibuang ke dumping area. Kalau tidak diatur dengan baik, akan menimbulkan longsor dan masalah baru.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, penanganan sampah tidak boleh dengan cara tradisional, yaitu mengumpulkan dan diangkut begitu saja. Masyarakat penting dilibatkan untuk memilah sampah mulai dari rumah. Kesadaran untuk bertanggung jawab terhadap sampah harus dimulai dari saat membuang sampah.
Pemilahan diperlukan untuk memudahkan jenis penanganan selanjutnya. Kemudian, sampah yang sudah dipilah dapat dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berguna. ”Penanganan sampah tidak boleh dibuang ke dumping area. Kalau tidak diatur dengan baik, akan menimbulkan longsor dan masalah baru,” ucap Basuki dalam sambutannya.
Basuki menambahkan, partisipasi masyarakat dan peningkatan kapasitas pengelolaan sampah di daerah dibutuhkan untuk menurunkan beban di tempat pembuangan akhir. Hal itu akan menjadi prioritas pemerintah dalam lima tahun ke depan.
Untuk mendorong prasarana dan sarana pengolahan sampah, pihaknya akan berkoordinasi dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dan Badan Riset Inovasi Nasional.
Basuki mencontohkan, program aksi Citarum Harum membutuhkan proses dan waktu yang panjang, ditargetkan paling lambat selesai tahun 2023. Sinergi antara masyarakat dan pihak terkait sangat penting demi terwujudnya sumber daya air yang bebas dari cemaran dan sampah.
Sesuai data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hanya 63 persen dari total timbulan sampah yang masuk ke TPA dan hanya sekitar 10 persen yang didaur ulang. Sisanya terbuang ke alam, termasuk ke laut. Dalam catatan Kementerian Koordinator Kemaritiman, penambahan sampah mencapai 38 juta ton per tahun dan terdapat 1,29 juta ton sampah plastik yang terbuang ke laut (Kompas, 21/2/2019).
Dalam kesempatan itu, Pemprov Jawa Barat memberikan penghargaan kepada kepala daerah kabupaten/kota yang peduli dan memiliki inovasi terhadap penanganan sampah melalui Ecovillage Awards 2019. Penerima penghargaan tersebut antara lain Bupati Bandung, Bupati Ciamis, Bupati Pangandaran, dan Bupati Bogor.
Pemerintah Kabupaten Ciamis melalui Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (PRKPLH) Ciamis membuat inovasi bernama ”Selingkuh Mas Maggot” atau selamatkan lingkungan hidup masyarakat kelola bank sampah dan maggot (larva lalat).
Upaya yang dilakukan sejak tahun 2017 itu kini mencakup 200 bank sampah dengan keanggotaan lebih dari 20.000 nasabah. ”Program bank sampah ini mampu mengurangi 30 persen kapasitas TPA Banjaranyar,” kata Kepala Seksi Pengembangan Persampahan Dinas PRKPLH Ciamis Giatno.
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum mendorong daerah-daerah lain di Jabar untuk terus berupaya melakukan inovasi dalam penanganan sampah. Menurut dia, jika penanganan hanya dilakukan secara tradisional, masalah sampah tidak akan usai.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto menyampaikan, tidak mudah membangun suatu kesadaran dan perilaku tentang pentingnya kebersihan, sanitasi, dan kesehatan masyarakat. Pola pikir dan perilaku pengelolaan dan pengolahan sampah mulai dari sumber perlu proses panjang.
Indonesia baru memiliki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Artinya, baru 11 tahun memiliki regulasi pengelolaan sampah dan belum seluruhnya dilengkapi dengan peraturan lebih teknis, seperti peraturan pemerintah.
Sementara negara lain sudah terbentuk lama, seperti Jepang dan Amerika Serikat yang membutuhkan waktu 200 tahun atau Singapura yang perlu waktu 25 tahun untuk membangun kesadaran masyarakatnya.
Kebijakan dan peraturan perundangan menegaskan, sampah harus dipilah mulai dari sumber organik, anorganik, limbah B3, hingga sampah bongkaran. Faktanya, sampah yang dikumpulkan dari sumber sampah, tempat penampungan sementara (TPS), ataupun TPA/TPST tak terpilah.
Selanjutnya, sampah yang dibuang ke TPA/TPST hanya ditumpuk secara terbuka menjadi gunung-gunung sampah. Menurut Bagong, kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan terus-menerus sebab dapat berdampak terhadap pencemaran lingkungan, salah satunya mencemari sumur warga di pinggiran TPA.
Hal tersebut pada akhirnya dapat berdampak terhadap kesehatan warga. Pada musim hujan, hal tersebut akan semakin memperparah kondisi TPA tersebut.