Penerbitan Surat Utang Global Menopang Cadangan Devisa
Tren positif mulai meyakinkan. Posisi cadangan devisa Oktober 2019 meningkat dari bulan sebelumnya yang ditopang penerbitan surat utang global. Sebagian kalangan meyakini tren ini akan bertahan di tahun-tahun berikutnya.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Posisi cadangan devisa pada Oktober 2019 meningkat dari bulan sebelumnya ditopang oleh penerbitan surat utang global. Cadangan devisa pada tahun-tahun berikutnya diyakini akan tetap memadai dengan didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik.
Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadangan devisa pada Oktober 2019 mencapai 126,7 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 1.774 triliun. Posisi ini meningkat dari September 2019 sebesar 124,3 miliar dollar AS (Rp 1.739 triliun), sekaligus tercatat menjadi posisi cadangan devisa tertinggi sejak Februari 2018.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko menyatakan, peningkatan cadangan devisa pada Oktober 2019 terutama dipengaruhi oleh penerbitan surat utang global pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valas lainnya.
”Cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar Onny melalui keterangan resmi yang diterima Kompas, Kamis (7/11/2019).
Posisi cadangan devisa tersebut juga setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Pada 30 Oktober, pemerintah menerbitkan obligasi valuta asing dalam mata uang dollar AS dan euro masing-masing sebesar 1 miliar dollar AS (Rp 13.99 triliun) dan 1 miliar euro (Rp 15,51 triliun). Obligasi dalam dollar AS memiliki tenor 30 tahun, sementara dalam euro bertenor 12 tahun.
Penerbitan surat utang negara dengan mata uang global tersebut dilaksanakan pada momentum yang tepat dengan memanfaatkan kondisi pasar keuangan yang relatif stabil serta respons positif atas pelaksanaan pelantikan presiden dan pembentukan kabinet pemerintahan. Onny pun optimistis cadangan devisa ke depan tetap memadai dengan didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Fikri C Permana, menilai semakin baiknya hubungan AS-China membuat investor berani masuk ke pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Sepanjang Oktober, kepemilikan asing di obligasi pemerintah bertambah Rp 28,84 triliun.
”Dengan pasokan valas yang melimpah, arus modal masuk, ditambah dengan kebutuhan intervensi yang sangat minim, tidak heran cadangan devisa Indonesia pada Oktober bisa naik signifikan dan bisa jadi modal untuk menopang stabilitas rupiah ke depan,” ujarnya.
Namun, posisi cadangan devisa September lalu diklaim cukup tinggi meski posisinya lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2019 yang sebesar 126,4 miliar dollar AS (Rp 1.769 triliun). Penurunan cadangan devisa bulan lalu membuat Fikri mengimbau BI untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan pelonggaran suku bunga acuan.
”Cadangan devisa yang menurun di bulan September perlu dipertimbangkan seiring dengan defisit transaksi berjalan yang masih relatif tinggi dan kemungkinan keseimbangan primer meningkat,” ucap Fikri.
Ia menilai, ke depan perlu ada pertimbangan dalam upaya menaikkan daya beli. Hal ini perlu diseimbangkan dengan kenaikan upah minimum dan kemungkinan kenaikan aset-aset investasi untuk menjaga pasar keuangan.
”Saya percaya, masih bisa diberikan stimulus sektor moneter tambahan, tetapi penurunan suku bunga acuan dari Bank Indonesia yang sudah dilakukan empat kali masih memerlukan waktu untuk mengoptimalkan transmisi,” ujarnya.