Presiden: Beberapa Kerjaan Birokrat Digantikan Kecerdasan Buatan
Jokowi: Tahun depan akan dilakukan penghapusan jabatan eselon III dan IV di instansi pemerintahan. Saya perintahkan Menpan-RB untuk mengganti posisi itu dengan AI (kecerdasan buatan).
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecepatan dan kemudahan birokrasi menjadi substansi penting dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Rantai birokrasi yang rumit akan dipangkas dengan penggunaan teknologi kecerdasan buatan.
RUU Cipta Lapangan Kerja akan mengakomodasi sejumlah pasal dalam 74 UU terkait investasi. Ada 11 daftar kelompok substansi pembahasan dalam RUU tersebut, antara lain terkait penyederhanaan izin berusaha, syarat berinvestasi, administrasi pemerintahan, kemudahan berusaha, dan ketenagakerjaan.
”Tahun depan akan dilakukan penghapusan jabatan eselon III dan IV di instansi pemerintahan. Saya perintahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mengganti posisi itu dengan AI (kecerdasan buatan) sehingga ada kecepatan,” kata Presiden Joko Widodo di depan sejumlah pimpinan dan CEO perusahaan pada Kompas100 CEO Forum 2019 di Hotel Ritz-Carlton Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Tahun depan akan dilakukan penghapusan jabatan eselon III dan IV di instansi pemerintahan. Saya perintahkan Menpan-RB untuk mengganti posisi itu dengan AI (kecerdasan buatan) sehingga ada kecepatan.
Diskusi yang diselenggarakan harian Kompas itu bertema ”Keyakinan CEO untuk Memenangi Turbulensi di Era Disrupsi Digital”. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, serta CEO Tokopedia William Tanuwijaya hadir sebagai pembicara.
Jokowi mengatakan, perizinan dan rantai birokrasi yang rumit menjadi masalah terbesar iklim investasi di Indonesia. Nantinya RUU Cipta Lapangan Kerja akan menyinkronkan sejumlah regulasi yang tumpang tindih dan bertentangan itu. Pembahasan RUU memakai metode omnibus law.
”RUU ini bukan sesuatu yang gampang karena penyelesaiannya menyangkut banyak UU. Tidak hanya di pusat, tetapi juga provinsi, kota, dan kabupaten,” kata Presiden.
RUU Cipta Lapangan Kerja diyakini mampu mempercepat prosedur dan eksekusi birokrasi. Selain memangkas rantai birokrasi, pemerintah juga akan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif. Pemerintah berencana mengajukan draf RUU ke DPR pada awal Januari 2020.
Selain RUU Cipta Lapangan Kerja, lanjut Presiden, pemerintah juga menyusun RUU Perpajakan dengan metode omnibus law. Kedua RUU akan saling melengkapi untuk meningkatkan iklim investasi dalam jangka pendek. Adapun RUU Perpajakan akan diajukan pada Desember 2019.
Airlangga Hartarto mengemukakan, substansi RUU Cipta Lapangan Kerja juga mencakup kemudahan dan perlindungan UMKM, dukungan riset dan inovasi, mekanisme visa, pengadaan lahan, fasilitas kawasan ekonomi khusus, serta penghapusan sanksi pidana terkait investasi.
”Perbaikan iklim investasi juga dilakukan dengan mengubah dari hukum pidana menjadi hukum berbasis administratif, seperti pemberian izin atau denda,” ujarnya.
Menurut Airlangga, RUU Cipta Lapangan Kerja juga akan disinkronisasikan dengan peta jalan Indonesia menuju Revolusi 4.0. Perkembangan teknologi menyebabkan disrupsi di beberapa sektor industri sehingga perlu diantisipasi.
”Beberapa lapangan kerja terancam lenyap digantikan kecerdasan buatan,” katanya.
Perkembangan teknologi menyebabkan disrupsi di beberapa sektor industri sehingga perlu diantisipasi. Beberapa lapangan kerja terancam lenyap digantikan kecerdasan buatan.
Ada lima sektor industri prioritas yang akan dikembangkan dan difokuskan pada Revolusi Industri 4.0, yakni makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik. Ke depan, pemerintah akan memasukkan sektor energi baru terbarukan sebagai prioritas.
Pajak digital
Sementara itu, Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, RUU perpajakan akan menyinkronkan sejumlah regulasi dalam UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP), UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta UU Kepabeanan.
”Omnibus perpajakan untuk menyiapkan rezim perpajakan yang mampu mengantisipasi perubahan akibat transformasi ekonomi digital,” ujarnya.
Omnibus perpajakan untuk menyiapkan rezim perpajakan yang mampu mengantisipasi perubahan akibat transformasi ekonomi digital.
Ada enam isu utama dalam RUU Omnibus Perpajakan yang akan memayungi semua aturan terkait perpajakan, yakni penurunan tarif pajak badan, penghapusan PPh atas dividen dari dalam dan luar negeri, pengaturan sistem teritori untuk penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, serta relaksasi hak untuk pengkreditan pajak.
Selanjutnya, ada pengaturan ulang sanksi administratif perpajakan dan menjadikan pelaku usaha perdagangan daring sebagai subyek pajak kendati berada di luar negeri.
Menurut Sri Mulyani, ke depan, perusahaan berbasis digital bisa dipungut pajak berdasarkan transaksi ekonomi yang dihasilkan dari Indonesia. Mereka tidak perlu menjadi badan usaha tetap (BUT) untuk dipungut PPh karena skema yang digunakan adalah PPN.
”Sepanjang mereka mengambil keuntungan dari Indonesia bisa dikenai pajak. Setiap perusahaan berbasis digital yang melakukan aktivitas ekonomi di Indonesia, mereka harus membayar pajak,” ucapnya.
RUU Omnibus Perpajakan akan diajukan ke DPR pada Desember 2019 sehingga bisa masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Implementasi Omnibus Perpajakan ditargetkan mulai 2020. Langkah ini diyakini dapat mengakselerasi pertumbuhan investasi dan meningkatkan daya saing Indonesia.