Dalam dua bulan terakhir, sudah enam kali konflik antara manusia dan harimau terjadi di Kabupaten Lahat dan Pagar Alam. Konflik tersebut sudah menelan empat korban jiwa.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
LAHAT, KOMPAS — Konflik antara harimau sumatera dan manusia kembali terjadi. Kali ini, Suwadi (58), warga Desa Pajar Bulan, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat, tewas diterkam harimau. Jasad korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Kematian Suwadi memperpanjang daftar konflik satwa dengan manusia. Dalam dua bulan terakhir, sudah enam kali konflik antara manusia dan harimau terjadi di Kabupaten Lahat dan Pagar Alam. Konflik tersebut sudah menelan empat korban jiwa.
Sekretaris Desa Pajar Bulan Yong Liza, Minggu (22/12/2019), mengatakan, Suwadi sudah berada di kebun kopinya sejak satu minggu lalu. Di sana dia sedang menunggui pohon duriannya yang sudah memasuki musim panen. ”Durian menjadi tanaman sela di perkebunan kopi,” katanya.
Namun, setelah lama tidak kembali, warga pun mencari Suwadi. Dari hasil penelusuran, korban ditemukan sudah tewas dengan kondisi mengenaskan. Warga hanya menemukan sejumlah bagian tubuh, seperti kepala, tangan, dan kaki, sedangkan untuk tubuh korban belum diketahui sampai saat ini.
”Bagian tubuh ditemukan dalam kondisi telah membusuk. Kemungkinan penerkaman ini sudah berlangsung sejak dua hari lalu,” kata Yong.
Yong menuturkan, sebenarnya pemerintah desa hingga camat sudah memperingatkan warga untuk tidak berkebun sendirian dan tidak menginap. Namun, karena terdesak kebutuhan, petani pun harus mengambil risiko. Yong memperkirakan korban nekat tetap berada di kebunnya dan menginap karena khawatir hasil duriannya dicuri sekelompok kera.
Yong menuturkan, akibat kejadian ini, warga desanya kian khawatir. Hal ini karena jarak antara permukiman warga dan kebun tempat ditemukannya jasad Suwadi hanya sekitar 2 kilometer. Yong pun memastikan jika lokasi penemuan jenazah berada di perkebunan warga dan jauh dari hutan lindung.
Yong menuturkan, sejak dua bulan lalu, pemerintah desa bersama pihak terkait sudah menginstruksikan petani untuk tidak lagi menanam kopi di dalam hutan lindung. Jadi, Yong meyakini, lokasi konflik ada di perkebunan warga.
Dirinya berharap agar Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumsel dan pemerintah segera mengambil tindakan agar tidak ada lagi korban. ”Kalau sudah menelan korban jiwa sedemikian banyak, sudah seharusnya harimau itu dimusnahkan,” tegasnya.
Polisi hutan dari Seksi Konservasi Wilayah II Lahat, Rohmad, menuturkan, jika dilihat dari lokasinya yang berjarak 2 kilometer dari permukiman warga, kebun Suwadi diperkirakan sudah masuk kawasan Hutan Lindung Jambul Patah Nanti. Lokasi ini masih satu hamparan dengan lokasi konflik sebelumnya. Dalam konflik sebelumnya, seorang petani kopi bernama Mustadi (50) ditemukan tewas di kebunnya yang terletak di Desa Rekimai Jaya, Kecamatan Semende Darat Tengah, Kabupaten Lahat, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Muara Enim.
Rohmad menuturkan, konflik satwa tersebut diduga terjadi karena terganggunya habitat harimau akibat aktivitas warga. Meski demikian, pihaknya harus menelusuri tempat kejadian untuk mengetahui pasti penyebab konflik ini.
Sebelumnya, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat Martialis Puspito menerangkan, pada dasarnya harimau bukan satwa yang menyerang manusia. Setiap konflik satwa yang terjadi pasti memiliki pemantik. Dia mencontohkan, kasus di Desa Pulau Panas, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Lahat, di mana korban, Kuswanto, sedang menebang pohon di kawasan hutan lindung.
Hentikan kegiatan perkebunan di habitat harimau.
Namun, penyebab utama dari konflik ini adalah semakin menyempitnya habitat harimau sumatera karena aktivitas alih fungsi lahan dari kawasan hutan menjadi perkebunan. ”Pembukaan lahan di hutan lindung terjadi di daerah pinggiran yang berbatasan dengan perkebunan masyarakat atau permukiman,” ujar Martialis.
Untuk mengantisipasi masalah ini, tidak ada cara lain selain merestorasi hutan lindung ke keadaannya semula. ”Hentikan kegiatan perkebunan di habitat harimau,” katanya.